Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Menetapkan batas

"Mas Laks!"

Laksmana menoleh ketika dia baru saja selesai melakukan visit ke setiap ruangan pasiennya, di sisinya masih ada dua perawat dan empat anak koas yang harus dia evaluasi minggu ini setelah visit. Tapi suara cempreng dan besarnya Ansara yang tidak tahu tempat itu sudah berhasil membuat Laksmana malu bukan main.

Bahkan gadis itu sudah berlari menuju ke arahnya, Laskmana menoleh pada dua perawat dan keempat anak koas itu. "Duluan saja, saya akan menyusul." ujarnya.

Laksmana menahan kekesalannya agar bisa lebih bersabar dalam menghadapi manusia keras kepala dan tidak tahu aturan seperti Ansara ini. Dia pikir, rumah sakit ini milik gadis itu?

Laksmana langsung menggenggam tangan Ansara dengan kekuatannya yang membuat gadis itu tersentak. "Dimana tata krama kamu?" tanya Laksmana dengan tatapan dingin. "Ini rumah sakit dan kamu berteriak seenaknya? Jangan samakan rumah sakit dengan kebun binatang, Ansara!"

Ansara tahu dia baru saja memancing kemarahan Laksmana. "Maaf, aku terlalu excited tadi.. soalnya aku sudah kelilingi rumah sakit buat cari kamu, aku sudah tunggu kamu di ruangan tadi satu jam."

"Ada kepentingan apa?" tanya Laksmana dingin sambil melepaskan cekalan tangannya pada lengan gadis itu.

"Aku disuruh Tante Virgi buat temui Mas Laks, katanya Mas Laks perlu makan siang, itu kenapa aku buatkan makan siang—"

"Ansara kamu tahu kalau di rumah sakit ini ada kantin? Sampai kapan kamu akan mengikuti perintah Mamaku, Ansara? Kamu punya akal dan berpikir lah sedikit, sampai mana kamu akan berusaha seperti ini?"

"Kita bicara di ruangan kamu, Mas." Ansara tak mau Laksmana kelepasan emosi di lorong ruang rawat inap ini.

"Ada malunya juga kamu sekarang, kan?" balas Laksmana dengan ketus.

Laksmana jalan lebih dulu menuju ruangannya, sementara Ansara mengekorinya dari belakang. Ansara tahu kalau dia harusnya kapok diperlakukan seperti ini, tapi bagaimana bisa dia kapok kalau Tantenya sendiri, meminta Ansara untuk menjadi lebih sabar menghadapi putra sulungnya yang gila ini?

Ditambah lagi, Ansara sudah dibiayai oleh Virginia selama sekolah! Andai saja dia tidak punya hutang budi!

Ketika Laksmana membuka pintu ruang kerjanya, pria itu melepas jas putihnya dan mencuci kedua tangannya, Ansara hanya bisa berdiri mematung dengan hati yang panas. Bisa tidak kalau dia marah sekali saja pada pria ini?

Daripada calon istri, Ansara rasa dia pantas disebut kurir atau tidak babu. Apa yang dia dapatkan selama menjadi calon istri? Tidak ada. Laksmana tidak pernah bersikap manis kepadanya, meskipun bisa melakukannya secara pura-pura tapi Laksmana memang kelihatan sangat membencinya.

Bagi pria itu, Ansara bukan apa-apa, dan baru kali ini Ansara merasa kecil di hadapan manusia. Padahal Laksmana juga sama-sama manusia biasa seperti dirinya. Apa sih yang membedakan? Harta? Martabat? Jabatan? Golongan? Pendidikan?

"Kenapa kamu berdiri terus?" ujar Laksmana sambil meraih kantong makan siang yang dibawa oleh Ansara.

Ansara merelakan jadwal bimbingannya siang ini hanya untuk mengantarkan makan siang untuk Laksmana, apa bedanya dia dengan kurir? Mungkin, sedikit elit karena Ansara adalah calon istri Laksmana.

"Andaikan aku nggak punya hutang budi sama Tante Virgi," gumam Ansara pada Laksmana yang sudah duduk di kursinya.

"Ada apa lagi?"

Ansara tak menyangka Luki akan menyahut gumamannya tadi. "Ya, andaikan saja aku nggak punya hutang budi. Selama ini, setelah kematian Ayah dan Bundaku yang nggak bekerja dan nggak tahu darimana biaya hidup keluarga kami terus berjalan kalau tanpa Tante Virgi. Bahkan, Tante Virgi membayarkan uang kuliahku dan uang sekolah adikku, Asnamira."

"Lalu?" timpal Laksmana acuh tak acuh memakan makan siangnya.

"Kalau aku nggak punya hutang budi itu, aku nggak perlu terjebak sama kamu, Mas. Nggak perlu repot-repot harus mengantarkan makan siang buat kamu."

"Lain kali kalau nggak mau ya jangan, tolak saja." balas Laksmana enteng tanpa dosanya.

Ansara mengangguk memaklumi kadar kepekaan hati Laksmana. "Iya, andaikan aku bisa tolak itu semua, aku juga nggak mau menikah dengan kamu."

Laksmana menghentikan kunyahannya dan mengangkat wajahnya memandangi wajah gadis yang ada di depannya. Ansara begitu kusut, Laksmana baru menyadarinya sekarang. Rambut yang sudah diikat itu saling mencuat sana sini dan tidak menunjukkan kerapihan, kantung mata hitam yang menghiasi wajah Ansara, dan wajahnya begitu kuyu entah karena sinar matahari yang terik atau memang gadis itu belum mandi.

Hati Laksmana sedikit tersentuh, apa lagi ketika dia mengingat bahwa Ansara lari-lari hanya demi mencarinya. Pasti ini semua ulah Mamanya yang telah menbuat gadis itu kerepotan demi waktu makan siangnya yang tidak boleh terlambat.

Minggu kemarin, GERD Laksmana kambuh, dan Virgi adalah manusia pertama yang mengomeli Laksmana serta kesibukannya yang tidak tahu waktu. Ya, resiko menjadi dokter memang seperti itu kan? Apa lagi yang diprioritaskan di rumah sakit selagi otak Laksmana terus berputar demi keberlangsungan hidup pasiennya?

Laksmana akan minta Ansara untuk duduk saja sebentar di ruangannya dan meminta tolong Mang Kardiman, cleaning service untuk membelikan minuman dingin untuk Ansara. "Kamu—"

"Aku mau jual ginjal di rumah sakit ini bisa?" tanya Ansara tiba-tiba memotong ucapannya.

Laksmana benar-benar tidak nafsu makan untuk melanjutkan makan siangnya kembali. "Ada apa dengan kamu?"

"Aku pengen bayar hutang budiku sama Tante Virgi biar beliau nggak minta aku untuk jadi calon istri kamu. Aku nggak sanggup."

"Kamu marah?" tanya Laksmana dengan kerutan dahinya.

Ansara menggeleng dan mengusap keningnya yang berkeringat. "Nggak, apa aku punya hak untuk marah?"

"Ansara dengar, aku tetap akan memarahi siapa pun yang berteriak di rumah sakit, itu bisa mengganggu pasien—"

"Aku tahu!" bentak Ansara habis kesabaran. "Jangan terus diingatkan, lama-lama muak juga aku sama kamu."

Laksmana belum pernah mendengar kata-kata kasar dari Ansara, gadis itu terlalu ceria dan bahkan hampir tidak pernah menunjukkan emosinya selain tertawa dan tersenyum seperti orang bodoh, tapi hari ini? Apa yang salah dari gadis itu?

"Aku akan minta Tante Virgi berpikir lagi soal perjodohan kita, Mas. Aku nggak sanggup."

Setelah mengatakannya Ansara keluar dari ruangan Laksmana dan membuat Laksmana terpekur dalam diam memikirkan kesalahannya pada Ansara hari ini. Apa dia sudah sangat keterlaluan pada gadis itu?

***

Luki kehabisan kata-kata melihat jawaban Denok, gadis itu memang sengaja membuatnya emosi, padahal apa yang sulit dari membalas pesannya dan memberinya kabar?

Benar apa kata Papanya, mengajak serius pada gadis seusia Denok memang sulit! Luki ingin menunjukkan keseriusannya dan gadis itu malah mengajaknya tarik ulur! Giliran Luki marah, gadis itu akan mengungkapkan bahwa dia sudah terbiasa tanpanya.

Memang, perempuan tidak baik dibiarkan sendirian dalam waktu yang lama. Luki pikir, dia lebih merasa tenang kalau Denok bisa bergantung padanya dan manja kepadanya, tapi bagaimana cara Luki membuat gadis itu agar bergantung kepadanya?

Benar-benar menyulitkan.

"Pak," panggil Sagar kepadanya.

"Kenapa?"

"Tim finance ingin bertemu dengan Bapak,"

Luki menghela napasnya. "Meeting sudah selesai satu jam yang lalu, mereka ada pembahasan apa lagi kali ini?"

"Soal WOC Industry, Pak."

"Pencairan dana itu?" balas Luki.

Sagar mengangguk. "Iya, bagaimana Pak? Boleh biarkan mereka masuk? Atau tolak?"

"Suruh mereka masuk." pinta Luki dengan kesal. "Daripada memikirkan tunangan saya yang mengesalkan lebih baik bahas soal pencairan dana saja!"

Baru kali ini Sagar melihat atasannya uring-uringan karena perempuan, memang berbahaya.

"Bapak lagi ada masalah sama Nona Denok?" balas Sagar penasaran.

Luki mendengus. "Kamu nggak punya pacar, nggak akan mengerti."

Tim finance sudah duduk di sofa yang ada di seberang meja kerja Luki, sementara Sagar malah terkekeh pelan. "Jangan salah, Pak. Love language saya itu acts of service."

Luki yang mendengarnya merasa jijik, apa-apaan itu love language? "Jangan lebai kamu ya, Sagar! Saya tonjok kamu nanti!"

Sagar malah tertawa, para tim finance tampaknya penasaran dengan obrolan sang atasan dan asisten pribadinya itu. "Cewek itu lebih suka acts of service lho, Pak. Tapi ada juga yang suka quality time, physical touch, words of affirmation dan giving gifts, kalau Bapak bisa jadi paket komplit itu kayaknya Non Denok bakal klepek-klepek sama Bapak."

Luki menyipitkan matanya agak penasaran dan tertarik dengan pembahasan Sagar sebenarnya. "Ya sudah, sekarang kamu cari artikel dari semua love languages itu biar saya baca dan pahami satu persatu."

"Siap!" jawab Sagar dengan semangat.

Lalu sesuai perkataannya, Luki memusingkan dirinya dengan tim finance.

***

"Ibu dengar kamu sudah bertemu dengan anak pertamamu? Dimana dia?"

Pertanyaan ibunya, Nenny Reemer Moestopo, wanita berusia tujuh puluh tahun lebih itu membuat Sisca terdiam. Meskipun Bandung terasa sejuk dan membuat Sisca betah untuk tidak meninggalkannya, tapi alasan yang satu ini; Nenny Reemer Moestopo yang pernah menolak kehadiran putri kandungnya membuat Sisca mendengus tak percaya.

"Nggak usah tanya anak haramku ada dimana, nanti dia bisa buat malu Ibu." balas Sisca tanpa perasaan dan menatap sang perawat yang tengah menyuntikkan insulin di paha dalam sang Ibu.

Sudah beberapa tahun ini, Ibunya dirawat oleh perawat home care yang Sisca carikan dan untungnya perawat itu begitu telaten dan sangat baik dalam menjaga ibunya.

"Kamu masih benci sama Ibu karena hal yang sudah lewat, lagian kamu sudah bahagia sama Desmond, kenapa terus marah untuk alasan yang bisa kamu tinggalkan, Sisca?"

Lihat, Ibunya memang akan selalu seperti itu, selalu seenaknya.

Dulu, saat tahu Sisca hamil, Nenny minta Sisca untuk menggugurkannya tanpa belas kasih, bahkan meminta Sisca pergi ke luar negeri agar tidak mencoreng nama baik keluarga. Dan kini? Wanita tua itu menanyakan keberadaan Denok untuk apa juga.

"Apa lagi yang Ibu butuhkan?" tanya Sisca tanpa mau membalas perkataan sang ibunya tadi, dia tidak mau membahas Denok dengan Ibunya. "Aku akan jadwalkan check up Ibu, di rumah sakit Borromeus saja."

"Sisca—"

"Jangan bertanya soal anak haramku dan mantan suamiku dulu," ujar Sisca memotong ucapan ibunya. "Aku sudah bersabar selama ini,"

"Ibu hanya ingin bertemu dengannya," balas Nenny kepada Sisca.

Sisca menggeleng dengan tegas. "Tidak usah, Ibu hanya punya dua cucu dari Desmond, Andres dan Nathan, anakku yang haram menurut Ibu, jangan dianggap, jangan bertanya soalnya."

Sisca berterima kasih kepada Inka, sang perawat yang sudah memberikan insulin dan mempersiapkan sarapan ibunya.

"Hengky mencari keberadaan anakmu, Sisca."

Kali ini, tubuh Sisca menegang dan menatap Ibunya dengan segala kekhawatiran. "Ya," ujar Nenny meyakinkan putri sulungnya. "Hengky mencari anakmu, karena kamu memegang sebagian besar saham PT Media Global Tbk, dan kamu bahkan bekerjasama dengan Rajasa Group, semua itu membuat Hengky marah."

"Apa hak Hengky marah kepadaku? Dasar kurang ajar!"

"Sisca, tolong temui Ibu dengan anakmu. Ada yang perlu Ibu sampaikan,"

"Apa?" balas Sisca dengan berang. "Ibu akan menjelaskan kalau anak haramku harus menolak perpindahan kekuasaan yang akan aku berikan kepadanya? Jelas tidak bisa, Bu. Anak haramku akan menjadi seseorang yang lebih besar agar Ibu maupun Hengky tidak bisa menyentuhnya!"

"Tapi Sisca—"

"Dia anakku!" tekan Sisca kesal kepada Ibunya. "Dan ingat satu hal, Hengky akan berurusan denganku, mau tidak mau, suka tidak suka. Jika Ibu juga keras kepala, aku tidak akan segan-segan merusak keluarga Hengky, istrinya, anak-anaknya akan aku buat mereka menderita!"

Setelah mengatakannya Sisca pergi keluar dari kamar Ibunya, ia segera mengabari Alfa dan Bagas untuk mencari keberadaan Hengky, adiknya yang sialan itu yang bisa membuat keberadaan Denok terancam.

Mati sudah kali ini pertahanannya, Ibunya akan terus membela Hengky karena Hengky adalah anak lelaki, harapannya selama ini. Sementara Sisca hanya anak perempuan yang tidak dapat diharapkan apa-apa dari seorang Nenny Reemer Moestopo!

Jika seperti ini jadinya, apakah akan sangat berdosa jika Sisca menginginkan Ibunya mati? Sisca tidak bisa terima jika seseorang mulai menyenggol kebahagiaan atau keamanan putrinya yang dia jaga setengah mati sejak dulu!

Apa lagi, posisi Erlangga yang tidak kunjung sehat dari stroke nya membuat Sisca semakin frustrasi saja!

Sisca menghubungi seseorang yang membuat Sisca bisa merasa tenang kali ini, siapa lagi kalau bukan Luki Amidjaja.

"Halo?" Jawab Luki ketika menerima panggilan Sisca.

Sisca menarik napasnya dan berusaha mengendalikan dirinya dan berbicara dengan nada yang cukup manis. "Kapan kamu akan menikahi putriku?! Lama sekali!"

"Masalahnya putri Tante yang sulit untuk saya ajak nikah! Beritahu dia agar mau menikah dengan saya!"

Sisca memejamkan matanya, merapalkan doa dalam hati agar Tuhan melunakkan hati putri yang sangat ia cintai itu. "Kamu tidak bisa buat Denok jatuh cinta pada kamu? Mengherankan! Ini semua gara-gara kamu yang tidak serius dengannya saat dulu! Begini jadinya!"

"Sabar Tante... saya juga perlu strategi untuk membuat Denok bergantung sepenuhnya kepada saya."

"Strategi kamu kelamaan! Denok apa sudah pulang dari Singapura?"

"Sudah, malam ini saya akan menemuinya."

"Saya mau kamu menikahi putri saya dalam kurun waktu dua bulan ini bisa? Keberadaan Denok cukup berbahaya sekarang, Luki."

Sisca harus membicarakan hal ini dengan Rajasa Amidjaja. "Saya tidak bisa sembrono memperlakukan Denok, Tante. Saya akan memainkan cara saya sendiri, percaya lah."

"Jangan bilang kamu..." Sisca menipiskan bibirnya kalau apa yang dia pikirkan terjadi. "... jangan hamili putri Tante! Awas saja!"

"Tidak akan, percayalah."

Jika Luki sudah meyakinkannya seperti itu maka tidak ada yang perlu Sisca khawatirkan lagi, yang perlu Sisca perhatikan adalah gerak gerik sang adik, Hengky yang bisa memicu kekacauan.

***

a/n:

Eak, dunia Laksmana gonjang ganjing nih ah. Ramaikan wkwk.

Denok ini sebenarnya bukan tipikal orang yang bakal punya banyak musuh, tapi orang-orang yang nyangkut sama dia ini lah yang bermasalah. Lama-lama, urusan masalah pribadi Sisca Moestopo bakal buat Denok kena imbasnya juga.

Eh, btw ada notifnya nggak si?

p.s: panas banget nggak sie? Eh, btw Denok dan Luki bakal tamat di 50 part ke bawah. Nanti kalian nya bosan kan berbahaya wkwk.

21, Desember 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro