Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34. Ketularan

Sisca Moestopo meremas kedua telapak tangannya yang dingin dan berkeringat. Desmond Winarta, suaminya ada di sisinya menemani Sisca tanpa ada niat meninggalkannya meskipun Desmond sudah menemui Erlangga Djatiwibowo di Mount Elizabeth kemarin siang.

Kondisi Erlangga Djatiwibowo mengalami naik turun, dan jika Denok mengetahuinya maka Edgar bilang bahwa Denok bisa saja pergi meninggalkan pekerjaannya dan merawat Erlangga Djatiwibowo.

Sementara itu, kenyataan telah diberitahu oleh Luki Amidjaja kepada putrinya sendiri, sesuai respon, Denok tidak percaya dan bertanya kenapa baru sekarang dia mengetahuinya. Bagaimana pun sikap Banuwati Gayatri yang bodo amat pada Denok, putrinya tetap menganggap Bhanuwati Gayatri sebagai ibunya.

"It's okay... dia nggak akan mencerca kamu, Ma." kata Desmond menenangkan Sisca.

"Aku takut..." Sisca mengusap dagunya kebingungan dan cemas, tapi dia harus menghadapi ini.

Rumahnya terbuka dengan lebar, ketika Alfa dan Bagas masuk bersama Luki dan Denok, jantung Sisca merasa lepas dan tidak bisa berdetak untuk beberapa detik, ini adalah hal yang dia tunggu seumur hidupnya, tapi Sisca tetap tidak mempunyai nyali untuk mengatakan kebenarannya kepada Denok karena tidak mau melihat kekecewaan pada wajah putrinya itu.

Kedua mata Denok menatap Sisca dan Desmond bergantian, sementara itu Luki di sisinya merangkul bahu Denok dan meminta gadis itu untuk rileks.

"Ayo duduk, Nak." pinta Desmond pada Denok.

Denok dan Luki duduk bersamaan, tatapan mata Sisca dan Denok tidak lepas satu sama lain. "Pasti kamu kaget," kata Desmond mulai mencairkan suasana. "Nggak apa-apa, kami mengerti, oh ya—kenalkan," Desmond berdiri di hadapan Denok dan mengajak gadis itu berjabat tangan. "Om Desmond, Om adalah suami Tante Sisca, Ibumu."

Denok mengangguk kaku dan tersenyum tipis. "Saya tahu Om siapa,"

Jelas, siapa yang tidak akan mengetahui Desmond Winarta Ketua DPR ini? "Baguslah..." katanya dengan senyuman ramah, lalu Desmond mengalihkan tatapannya pada Sisca. "Ma?" katanya mempersilakan Sisca untuk mendekati Denok.

Sisca merapatkan kedua sisi cardigannya dan berjalan perlahan mendekati Denok, Luki tersenyum dan menepuk bahu Denok meyakinkan gadis itu bahwa semuanya baik-baik saja.

"De, putri Mama." Sisca merentangkan kedua tangannya meminta agar Denok masuk ke dalam pelukannya.

Sisca merasa tidak perlu basa basi seperti suaminya, sementara dirinya sudah mengenal dan bahkan menghabiskan beberapa waktu dengan Denok, putrinya sendiri.

Denok merasa semua ini masih tidak bisa dia percaya, yang dia tahu selama ini adalah ibu kandungnya Banuwati Gayatri yang pergi meninggalkan dirinya dan Papanya yang jatuh sakit, kesimpulannya wanita itu tidak sanggup merawat dan menemani dalam setia akan suaminya yang sakit tapi ternyata... bukan?

Lalu wanita yang selalu ada di saat-saat tertentu, menghabiskan waktu dengannya, dan Denok mengenalinya sebagai tetangganya ini adalah ibu kandungnya sendiri?

Papanya selama ini sudah berbohong, dan Edgar Djatiwibowo pamannya sendiri pun berbohong. Kenapa semua orang melakukan hal ini kepadanya?

"Kenapa semua orang sengaja membohongiku?" tanya Denok kepada Sisca.

Sisca menggeleng lemah dan meraih tangan Denok. "Nggak, Mama nggak membohongi kamu... semua karena—" Sisca menarik napasnya frustrasi dan semuanya harus dijelaskan secara transparan agar Denok mengerti. "Rasanya Mama nggak bisa melakukan apa pun dulu untuk kamu, Nak... Papamu dan istrinya tidak bisa lepas satu sama lain sementara Mama ada di tengah kehidupan mereka, dan Mama nggak bisa diam terus menerus."

Denok menggelengkan kepalanya lalu menangis. "Aku nggak berhak bertanya seperti tadi harusnya. Aku harusnya menghargai Tante karena Tante sudah berusaha susah payah untuk bisa dekat denganku, kan?"

Sisca mengangguk, dia bahkan berlutut di hadapan Denok dan menyesali kenapa harus sekarang? Kenapa...

"Tapi kenapa Om Edgar, bahkan orang-orang yang mengetahui ini baru memberitahu aku sekarang?"

Desmond mengusap bahu istrinya dan memberikan kekuatan di sana. "Nak Denok, keadaannya tidak semudah itu, kamu adalah putri satu-satunya Erlangga Djatiwibowo, dan Mamamu adalah—"

"Aku tahu," potong Denok. "Tante Sisca adalah artis senior, sementara Om adalah Ketua DPR, akan lebih berbahaya jika orang-orang mengetahui kalau aku adalah anak Erlangga Djatiwibowo dan Sisca Moestopo sebelum menikah bersama Om, kan?"

Luki meraih tangan kiri Denok dan meminta gadis itu untuk menatapnya. "D, untuk kali ini tolong..."

Denok tahu, bukan seperti ini jadinya, tapi entah kenapa semuanya masih terdengar tidak bisa Denok percayai. "Maaf," Denok mengusap air matanya yang terus jatuh dan melihat bagaimana Sisca Moestopo tidak bisa berkata-kata di hadapannya.

Denok meraih kedua bahu Sisca dan berusaha berbesar hati untuk menerima semua kenyataan yang begitu cepat karena keadaan yang memaksa.

"Mama," panggil Denok pada wanita cantik itu.

Denok sekarang tahu kenapa dia merasa sedang bercermin jika melihat wajah Sisca Moestopo, tadinya dia tidak mau merasa terlalu percaya diri tapi ternyata wanita cantik setengah baya ini adalah ibu kandungnya.

Sisca mengangkat wajahnya dengan kedua tangannya yang gemetar menerima kedua tangan Denok. "Maafkan Mama," Sisca tak bisa menahan diri untuk memeluk Denok. "Maafkan Mama..."

Tangis Denok pecah untuk pertama kali di pelukan ibunya sendiri, untuk pertama kalinya Denok merasa bahwa dia tidak sendirian lagi dan kali ini dia punya tumpuan untuk berpegangan.

"Mama..."

Luki Amidjaja mengusap sudut matanya yang basah, tersenyum lega ketika Denok memilih untuk menerima Sisca Moestopo, rencananya untuk menyatukan anak dan ibu itu berhasil, setelah ini Luki akan memberitahu Opanya.

***

"Bukannya kamu marah sama aku, ya?"

Pertanyaan itu membuat Luki menoleh kepada gadis yang tengah berjalan di sisinya dengan kedua mata yang bengkak setelah menghabiskan satu jam penuh tangisan bertemu kembali dengan ibunya, sementara gadis itu bertanya dengan polos tanpa menyiratkan penyesalan atau keresahan dalam wajahnya.

Ya kalau dipikir-pikir, kemarin Luki sudah mengeluarkan emosinya pada gadis itu untuk pertama kalinya karena Denok, yang enggan diajaknya untuk menikah. Lagi-lagi, Denok menguji kesabarannya.

"Masih marah kok," jawab Luki dengan senyuman.

Mana ada orang marah sambil tersenyum seperti orang gila, pikir Denok. Keduanya berjalan menuju rumah Denok yang ada di seberang rumah Sisca Moestopo tapi karena langkah keduanya lambat dan Denok juga bingung untuk mencoba percakapan akhirnya dia memancing pria itu untuk pembahasan kemarin saja.

"Ngomong-ngomong, terima kasih." kata Denok kepada Luki.

"Kenapa?"

"Karena kamu bantu aku buat mengetahui segalanya? Dan menemani aku tadi di rumah Ta—Mama Sisca."

Luki senang mendengarnya lalu dia mengangguk, menyampirkan helaian rambut Denok yang terbang karena angin. "Sudah saatnya kamu tahu,"

"Berarti.. aku ini punya dua adik tiri kalau begitu."

"Secara teknis begitu, Andres dan Nathan adalah anak Mamamu, dan ya, kamu kakaknya."

"Ah..." Denok menghela napas dengan mengulum senyuman malunya. "Aku nggak nyangka statusku bakal berubah dalam satu hari ini. Punya ibu kandung, dan dua adik tiri, dan ternyata aku bukan anak Mama Banuwati, semuanya mengejutkan banget!"

Luki terkekeh pelan. "Memang begitu cara kerja kehidupan, semua manusia punya pertarungannya masing-masing."

"Harusnya kamu bersyukur karena kamu nggak perlu menunggu seperti aku untuk bertemu dan tahu Mamaku sendiri!" balas Denok kepada Luki.

Luki membulatkan kedua matanya. "Aku kurang bersyukur apa? Aku sayang Mamaku, apa pun yang Mamaku inginkan aku selalu menurutinya termasuk meminta seorang menantu sekali pun."

Itu lagi...

Denok hanya bisa memicingkan matanya dengan sebal. "Oh ya, besok aku kayaknya nggak bisa ikut acara Mas Adjie dari pagi, aku harus ngajar dulu besok hari Senin dan tugasku merazia anak-anak nakal di sekolah nggak bisa kutinggalkan begitu saja."

Luki berdeham dan mengangguk. "Kalau begitu nanti aku jemput kamu,"

"Nggak usah, aku datang sendiri aja."

"Keras kepala," cibir Luki kepada Denok. "Ngomong-ngomong, aku penasaran... bagaimana rasanya di razia oleh guru BK cantik seperti kamu? Dulu, guru BK aku orang Medan, suaranya besar dan kedua matanya pun besar, kata-katanya nggak pernah bisa manis, dan dia memang berhasil membuat murid ketakutan. Kalau kamu..." Luki memandangi Denok dari atas sampai bawah. "Aku yakin anak-anak remaja di sekolah naksir sama kamu."

Denok terkekeh pelan dan menggeleng. "Kok kamu tahu?"

"Oh?" Luki menghentikan jalannya. "Jadi benar? Remaja ingusan di sekolah kamu naksir sama kamu? Nggak benar sekali, dan kamu malah—"

"Mereka bercanda." Potong Denok dengan dengusan lalu masuk ke dalam rumah. "Remaja memang suka iseng,"

"Ya, iseng-iseng berhadiah." timpal Luki tak suka. "Kalau begini sainganku tambah banyak,"

"Apa?" Denok memutarkan tubuhnya ke belakang dan tidak mengerti apa maksud perkataan Luki.

"Sainganku," balas Luki dengan raut wajah datar dan berdiri tegak. "Laksmana saja belum selesai, ditambah guru sok ganteng itu dan remaja-remaja ingusan yang pastinya menggoda kamu di sekolah."

"Hei!" Denok tidak suka dengan kata-kata Luki. "Jangan berlebihan, mereka semua lebih beradab daripada kamu!"

"Apanya yang lebih beradab—"

"Apa perlu aku ingatkan kalau tanda ini!" tunjuk Denok di leher kirinya. "Bahkan belum mau hilang sampai sekarang!"

Luki tersenyum miring dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dengan santai. "Mau aku tambah lagi?"

"Nggak terima kasih, oh ya kalau pulang sekalian tutup pintu depan ya, aku ngantuk." ujar Denok melengos masuk ke dalam kamarnya tanpa memedulikan Luki.

Sementara Luki mencoba menyabarkan dirinya sendiri dan berusah menahan diri untuk tidak menggedor kamar Denok dan masuk ke dalamnya lalu menyerang pemiliknya.

Tidak, ada yang harus Luki urus. Yaitu, Opanya.

***

Rajasa Amidjaja baru saja membuang kacang mete yang baru dia makan tadi ketika Luki, cucu tertuanya masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk dan permisi terlebih dahulu.

"Ow..." Luki mengangkat sebelah alisnya dan melihat betapa nakalnya Opanya ini. "Ada yang ketahuan makan kacang nih... kolesterol naik nanti nangis..." godanya pada Rajasa.

Rajasa berdeham dan menarik selimut yang ada di kakinya. "Ngapain kamu datang ke rumah Opa malam-malam?" tanyanya dengan tidak suka.

"Kenapa ya?" jawab Luki sengaja membuat Opanya kesal, lalu Luki duduk di sisi ranjang dan mencomot kacang mete yang berada di dalam toples dan memakannya. "Aku baru saja melakukan hal yang terpuji," katanya dengan bangga.

"Apa yang kamu lakukan? Jangan bilang kamu ganggu Denok! Opa sudah bilang kamu tidak boleh menemuinya lagi!" ancam Rajasa kepada Luki.

Luki membuang napasnya dengan kesal, belum apa-apa dia sudah dilarang. Mana bisa begitu? Orang yang Luki sedang perjuangkan itu adalah Denok!

"Opa, jangan lupa kalau orang-orang masih mengetahui kalau Denok itu tunanganku!"

"Kamu buat Opa jadi mau buat statement kalau pertunangan kalian sudah selesai."

Luki mengernyit tidak suka. "Opa, Laksmana sudah punya pawangnya, Opa sendiri yang bilang kalau usiaku sudah tidak muda lagi."

"Ya sana menikah," titah Rajasa kepada Luki.

Luki menyunggingkan senyuman lebarnya. "Oke, aku akan menikahi Denok."

"No!" tolak Rajasa cepat. Dia bahkan sudah tidak mempunyai muka di depan Sisca Moestopo. "Nikahi Kezia saja, jangan Denok."

"Opa... aku bahkan baru saja menyatukan anak dan Ibu yang sudah terpisah sejak lama. Percaya nggak?" katanya mulai mengeluarkan senjata.

Rajasa termenung menatap Luki dalam diamnya, lalu Luki tersenyum dengan jumawa. "Ya, aku mempertemukan Tante Sisca dan Denok, aku memberitahu Denok kalau Tante Sisca adalah ibunya."

"Lalu bagaimana dengan respon Denok?" tanya Rajasa penasaran.

"Awalnya dia tidak percaya, tapi aku yakin Tante Sisca akan menjelaskannya dari hati ke hati soal hubungannya dengan Om Erlangga."

Jujur saja Rajasa cukup terpukau, ternyata Luki punya nekat sebesar ini hanya untuk menarik kembali Denok ke dalam hidupnya? Memang dasar manusia tidak tahu di untung! Sudah dimuluskan jalannya, malah di rusak, dan setelah jalannya sudah rusak dia yang memperbaiki jalannya kembali.

Apa jangan-jangan... ini semua karena efek Adjie?

Cucu bungsunya itu akan menikah besok pagi, dan sepertinya tidak hanya Laksmana tapi Luki juga ketularan sindrom ingin menikah.

"Kalau begitu Denok harus secepatnya mengambil alih PT Media Global Tbk di Bandung," gumam Rajasa yang membuat Luki tidak mengerti.

"PT Media Global? Apa itu Opa?"

"Stasiun televisi Jawa Barat milik keluarga Sisca Moestopo, dan Sisca ingin Denok yang mengambil alih, karena kamu sudah melancarkan hubungan keduanya—sepertinya Opa harus mempercepat keputusan Sisca."

Wah.. luar biasa Opanya ini, bagaimana bisa semuanya berkembang dengan luas ketika hubungan Denok dan Ibunya berkembang dengan baik juga? Apakah... "Opa sengaja melakukan ini?"

"Ya, Luki Opa harap kamu bisa berpikir dengan baik sebelum melakukan tindakan gegabah." Rajasa mulai memperingati Luki. "Jika kamu menikah dengan Denok, kamu tidak bisa menceraikannya, ataupun sebaliknya—Denok tidak akan bisa menceraikan kamu."

Luki mengangguk. "Aku tahu tidak ada perceraian dalam keluarga kita,"

Rajasa ikut mengangguk. "Itu salah satu alasan, tapi... seperti apa yang Adjie lakukan, ada perjanjian pra nikah yang tidak bisa diubah untuk seumur hidup, Luki. Denok sedang jadi incaran oleh keluarga Sisca Moestopo, keluarga Moestopo masih mencari putri kandung Sisca, itu artinya—Sisca juga menyembunyikan keberadaan Denok dari keluarganya sendiri."

"Berapa besar saham Tante Sisca di PT Media Global?"

"Cukup besar, karena Sisca Moestopo anak tertua dari keluarga Moestopo. Keluarga Moestopo cukup terkenal di Jawa Barat, sebagian kabar berita dan stasiun radio di Bandung adalah milik keluarga Moestopo, Luki."

Jujur saja Luki baru mendengar hal yang satu ini, jadi ini juga alasan yang membuat Opanya kukuh ingin Luki menjaga Denok. "Kalau begitu biarkan Denok menikah denganku, Opa. Setelahnya, Opa atur perpindahan kekuasaan Sisca Moestopo pada Denok."

"Tidak semudah itu," decak Rajasa tak habis pikir dengan Luki yang menganggap semuanya sepele.

"Bisa." kata Luki dengan yakin. "Jika dia sudah menjadi istriku, tidak akan ada yang berani dan bisa menyentuh istriku nantinya, Opa."

Rajasa melihat keyakinan yang terpancar di mata Luki, lantas dia bisa apa selain mengangguk dan menyetujui saran cucunya? Pada akhirnya karena Denok sudah mengetahui Sisca Moestopo, maka perpindahan kekuasaan itu harus dilakukan secepatnya.

"Mendadak Opa pening, Adjie menikah tahun ini, Laksmana juga akan menikah, lalu kamu..." keluh Rajasa membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. "Jangan bilang kamu ketularan Adjie!"

Luki hanya terkekeh pelan dan pergi meninggalkan kamar Opanya.

***

a/n:

Nikah satu ya nikah semua dong, tapi yakin? Eh ada yang penasaran Laksmana sama Ansara nggak sih? Tapi cerita Laksmana sama Ansara itu selingan, terus agak dewasa, Laksmana kan orangnya meskipun lurus tapi otaknya tetap melenceng kalau urusan cewek wkwkwk. Kalau penasaran mau di upload di KaryaKarsa aja, betulan tidak ramah nih setelah pulang dari Bachelor party.

Nih tipe-tipe cewek Laksmana haha.

p.s: udah double update ya.

17, Desember 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro