Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Kalau Bulan bisa ngomong

Adjie merasa tertipu dua kali lipat oleh sepupunya yang brengsek itu—Luki Amidjaja yang tengah menggandeng tangan gadis tercantik yang pernah Adjie lihat dalam hidupnya yang dia lihat lagi hari ini setelah lamanya gadis itu menjauh dari keluarganya dengan wajah bangga yang ada pada wajah Luki.

Cih, dasar bandit! Maki Adjie dalam hati. Bisa-bisanya Luki datang menyombongkan dirinya menggandeng tangan Denok di acara bachelor party yang Adjie adakan di Cloud Lounge Jakarta, hanya teman dekat yang Adjie undang dan teman Ariel. Kebanyakan ya, staf terdekat di FGM.

Ariel bahkan sampai terpaku kaget melihat Luki yang datang tanpa dosa dan tersenyum pada semua orang, sementara Laksmana yang tengah duduk bersama Martha hanya bisa terdiam melihat kedatangan Denok dan Luki.

Opanya, bahkan belum tahu kalau Luki mulai dekat kembali dengan Denok. Jika Rajasa Amidjaja tahu, bisa tamat riwayat Luki.

"De!" sapa Ariel mencairkan suasana yang tegang itu.

"Hai... calon pengantin happy banget kayaknya." Denok memeluk Ariel dengan hangat.

"Stres banget aku, De... oh ya, kok bisa datang ke sini dengan Mas Luki?"

Maaf-maaf saja, tapi lidah Ariel sudah keburu gatal duluan.

Luki menatap sepupunya yang lain—Laksmana yang tengah menatap Denok secara terang-terangan, dan untungnya Denok ada di sisinya karena itu juga Luki langsung memeluk pinggang Denok dengan posesif.

"Kita reuni lagi," balas Luki pada Ariel.

Ariel membulatkan matanya, sementara Martha ikut berdecak tak suka dengan jawaban Luki. "Apa kabar, Denok?" sapa Adjie kepada Denok.

"Baik, Mas." jawab Denok ala kadarnya.

"Duduk dong, nggak nyaman kan kalau berdiri terus," Ariel langsung menarik Denok dari pertahanan Luki, enak saja kalau Denok akan dipegangi terus-terusan.

Denok duduk di sisi Martha, diapit oleh Ariel. Sementara Luki duduk di sisi Adjie dan terus memperhatikan Laksmana yang tengah meminum whiskey dengan santai tanpa menghiraukan kedatangannya.

"Calon istrinya Laksmana mana?" tanya Luki pada semua sepupunya itu.

"Lagi ke toilet," jawab Ariel. "Eh! Itu dia Ansara!"

Seruan Ariel membuat semua orang menoleh pada satu titik dimana gadis berambut ikal hitam dan panjang itu tengah berjalan ke arah table dengan percaya diri, belum apa-apa Luki sudah bisa menilai—tipe Tante Virginia sekali pikirnya.

Gadis itu kelihatan agak lebih dewasa dibandingkan Denok, pembawaannya saja percaya diri dan tidak pemalu seperti Denok, langkah kakinya mantap dan senyumannya cukup manis, jika disatukan dengan Laksmana—Luki pikir akan lebih kasihan pada gadis itu dibandingkan sepupunya sendiri.

"Nah ini dia!" kata Martha memperkenalkan Ansara. "Calon istri Mas Laksmana, Ansara. Kenalin, De, Mas." kata Martha kepada Luki dan Denok.

Ansara menjabat tangannya dan bergantian pada Luki dan Denok.

"Oh? Ini Denok Djatiwibowo itu?" tanya Ansara terang-terangan pada Denok.

Denok yang tengah duduk hanya bisa mengangguk dengan senyuman tipis, sementara itu Laksmana menarik tangan Ansara agar gadis itu duduk di sisinya. "Jangan berdiri, tidak sopan." katanya memberitahu Ansara.

Tapi tatapan mata Ansara masih belum lepas dan memperhatikan Denok dengan begitu lekat, sampai-sampai Denok sendiri merasa tidak nyaman. "Ada yang salah?" tanya Denok mencoba memberanikan diri.

Ansara langsung menggeleng panik karena baru saja memperhatikan orang begitu terang-terangan. "Ah—nggak—aku cuman agak... hng—" Ansara melirik Laksmana meminta pertolongan. "... agak kaget aja, ternyata kamu memang cantik seperti apa yang Mas Laks bilang."

Yang menyahut tentu saja bukan Denok, melainkan Luki dan Adjie. "APA?!" seru mereka berbarengan.

Ansara langsung menaikkan kedua tangannya di depan dada dengan panik. "Bu-bukannya begitu, kan? Ya, Denok memang cantik, pantas saja Mas Laks suka."

"What the heck—Ansara," geram Martha dengan gemas.

Sementara itu, Laksmana hanya diam dengan sikap tenang tanpa mau membantah ucapan Ansara tadi mengenai Denok. Denok salah tingkah dan merasa berada di kawasan bahaya. Bagaimana bisa calon istri Laksmana memujinya secara terang-terangan? Astaga.

"Gue pikir ada yang salah sama calon istri lo." kata Luki kepada Laksmana dengan nada bicara yang dingin.

Laksmana menoleh sambil menyimpan gelas berisikan wine miliknya. "Ansara hanya mengatakan kebenaran, kenapa? Lo kepanasan?" balas Laksmana.

Adjie mengurut keningnya, dia melirik ke sekitar dimana teman-temannya memang sudah pulang dan hanya teman dekatnya saja yang masih stay. "Gue nggak mau sampai ada kejadian gelut antara kalian berdua ya." ancam Adjie dengan nada bicara lembut.

Luki mengangkat bahunya acuh. "Gue nggak akan buat keributan di sini."

Ansara langsung tertawa gugup sambil memegangi dua daun telinganya kepada Laksmana. "Mas Laks... kita pulang yuk?"

"Kenapa kamu ngajak pulang? Pulang saja sendiri sana." usir Laksmana dengan entengnya.

Ansara mencebik kesal. "Ya nggak bisa gitu dong! Kalau aku diculik gimana? Dan oh ya, katanya Mas Laks mau kasih free trial sama aku?"

Laksmana menatap Ansara dengan kesal, free trial apa pula yang sedang gadis itu bicarakan. "Free trial apa? Ngaco kamu!"

"Free trial snogging!" sahut Ansara dengan santainya.

Ariel menyemburkan orange juice-nya, sementara Martha tersedak oleh salivanya sendiri, yang masih bersikap tenang hanya Denok saja. Sementara Adjie dan Luki tersenyum penuh arti setelah mengetahui sifat Ansara yang agak spesial ini.

"Kamu!" Laksmana melotot dan membungkam bibir Ansara. "Kita pulang saja!" ajaknya kali ini.

Laksmana pergi membawa Ansara begitu saja tanpa pamit, sementara Ariel dan Martha menghela napas dengan lega, hanya Denok saja yang merasa kesal dan tidak nyaman dengan hubungan Luki dan Laksmana yang sudah berubah.

Apa ini semua terjadi karena dirinya?

***

Luki menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah Denok dan melepas sabuk pengamannya ketika dia hendak ikut turun juga. Tapi Denok langsung menahannya dan membuat Luki ikut terhenti juga.

"Kenapa?" tanya Luki.

"Kapan kita ketemu sama Tante Sisca? Sudah berhari-hari aku nggak lihat Tante Sisca." ujar Denok kepada Luki.

Luki tersenyum dan mengusap puncak kepala Denok. "Tante Sisca lagi di Singapura, menjenguk Papa kamu bersama suaminya. Lusa baru pulang."

"Mm,"

Luki sengaja memberi rencana ini, dengan alasan give Denok more time for thinking about situations, jika kemarin-kemarin Luki langsung mempertemukan Denok dengan Sisca Moestopo, maka akan terjadi perang emosional yang cukup sengit meskipun ujung-ujungnya saling menerima juga.

Tapi yah, mencegah lebih baik daripada mengobati.

"Mas Luki," panggil Denok dengan berbeda.

Urat-urat leher Luki langsung menegang, napasnya memberat dan tatapan matanya tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar dan ia lihat dari ekspresi gadis yang dia kagumi. "Kamu panggil aku apa?"

"Mas Luki,"

"Lagi," pinta Luki mendekatkan tubuhnya dan meraih sisi wajah Denok.

"Mas Luki," panggil Denok memuaskan ego pria itu.

"Merdu banget, Sayang... kenapa? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Luki.

Denok menggeleng, tapi gadis itu lantas berkata. "Apa sebaiknya Mas Luki dan Mas Laksmana berbaikan? Jangan seperti tadi lagi, aku bahkan diberitahu Mbak Martha kalau Opa belum tahu soal aku dan Mas Luki yang bertemu kembali."

Luki menipiskan bibirnya, menunduk sebentar hanya untuk meredam kesal. Denok bersikap manis kepadanya hanya untuk membujuknya saja. "Soal Opa biar aku yang urus, tapi soal Laksmana—kamu nggak perlu ikut campur, ini budaya kami sebagai pria, Sayang."

"Budaya macam apa?" tanya Denok tak mengerti. "Kekerasan? Perang dingin? Jangan lah.. lagi pula, Mas Laksmana sudah punya calon istri, nggak enak tadi posisi calon istrinya bagaimana kalau kalian masih begitu."

"D," Luki melepaskan sabuk pengaman Denok dan menarik tubuh gadis itu mendekatinya. "Kalau kamu punya barang, dan barang kamu itu diambil oleh orang lain lalu berusaha diambil alih bagaimana?"

"Masih bicarakan hal lama?" balas Denok yang mengerti maksud Luki.

"Ya, karena kamu yang Laksmana inginkan."

"Aku sudah bilang, aku bukan milik siapa-siapa untuk saat ini."

"Tapi aku akan menikahi kamu, D."

"Hah?" Denok mengernyitkan keningnya tak suka.

Luki melepaskan tangannya dari pinggang Denok dan mundur menjauh. "Kamu nggak mau menikah denganku?"

Denok menggeleng dengan jujur. "Nggak, kenapa juga aku harus menikah dengan kamu?"

"Shit!" umpat Luki, untung saja pembicaraan ini dilakukan ketika mobil sudah berhenti, kalau tidak Luki bisa menabraknya kapan saja. "D, jangan main-main denganku, di usiaku yang sudah nggak muda lagi, aku berniat serius dengan kamu."

"Jangan denganku." pinta Denok.

"Apa?"

"Jangan aku, seriusi wanita lain saja. Jangan aku." Denok tersenyum dan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Aku nggak bisa menikah dengan kamu,"

Setelah mengatakannya, Denok hendak meraih handle pintu mobil dan membukanya, tapi Luki malah menarik tangannya dan membuat Denok terhuyung ke arah pria itu. "Ah!"

"Kamu sengaja begini, kan?" Luki menekan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Denok.

"Aku nggak berniat menikah secepat ini!" tekan Denok melepaskan tangannya dari cekalan tangan Luki. "Kamu kenapa selalu memakai kekerasan sih?!"

Lagi-lagi Luki terlihat salah. "Aku—D, kamu jangan begini. Apa mau kamu sekarang?"

"Aku nggak mau apa-apa." balas Denok. "Kamu yang datang sendiri, aku pikir kamu akan menikahi Kezia, kenapa kamu datang lagi?" tuntut Denok tak main-main.

"Karena aku cinta kamu! Apa lagi!" Luki hampir berteriak ketika mengatakannya.

Emosi keduanya sudah berkumpul menjadi satu di dalam mobil Luki dan membuat Luki merasa kesal karena entah kenapa dia merasa dipermainkan oleh Denok. "Kamu niat balas dendam denganku?" tanyanya.

"Apa kamu baru saja menuduh aku? Picik sekali pikiran kamu itu!"

"Lalu kenapa kamu nggak mau menikah denganku?!" tanya Luki yang seakan takkan pernah puas dengan jawaban Denok.

Denok menggelengkan kepalanya tak percaya. "Dan kenapa juga aku harus menikah dengan kamu? Apa keuntungan yang bakal aku dapatkan dengan menjadi istri kamu? Apa?"

Luki tahu bahwa Denok akan bersikap keras kepala sampai titik darah penghabisan. "Dengan kamu yang bertanya pada aku seperti tadi, aku sudah tahu jawabannya; kalau kamu memang nggak mencintai aku, D."

Denok mundur dan mengernyitkan wajahnya dengan tak percaya. Kenapa juga jadi Luki yang mundur jauh dan tidak percaya diri? Bukannya pria itu yang selalu menggemborkan kata-kata cinta dengan mudah dan murah?

"Lalu kamu mau aku seperti apa?" Denok berusaha mengerti keadaan yang tengah terjadi kepadanya ini. Tapi tentu saja, dengan menikah bukan solusi bahwa Denok bisa bahagia menjadi istri Luki Amidjaja!

"Keluar," usir Luki meminta Denok keluar dari mobilnya.

Denok semakin aneh dengan sikap Luki, maunya apa sih? "Kamu—"

"Keluar," perintah Luki lagi.

Luki sudah memasang sabuk pengamannya dan enggan menatap Denok, maka dari itu Denok langsung turun dan enggan bertanya ataupun mengucapkan hati-hati di jalan kepada Luki.

Setelah melihat kepergian Luki, Denok merasa kesal karena entah kenapa... baru kali ini Denok merasa pusing dengan sikap Luki yang mudah berubah. Apa lagi, baru kali ini Luki marah kepadanya, ya pria itu pasti kecewa mendengarkan kata-katanya tadi.

Ah, peduli amat!

***

a/n:

Eakkk, berantem asli nih. Ya seenaknya aja ngajak kawin eh salah—nikah. Baru aja baik-baik aja, memang kebelet kawin nih si Luki.

Denok mulai menampakkan taringnya pemirsaaaa!

p.s: kalo rame nanti malem double update, skrg update pagi dulu aja biar semangat weekendnya wkwkwk.

17, Desember 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro