31. Membawa kebisingan
Refal terpaksa harus menghentikan mobilnya ketika mobil Rolls Royce Cullinan hitam asing mencegatnya secara sombong dan membuat Refal berdecak tak suka. Di sisinya, Denok mengerutkan keningnya ikut heran dengan pemilik mobil depan yang sepertinya sengaja menghalangi jalan mobil Refal.
"Coba klakson," pinta Denok sembari merapikan rambut yang masih belum sepenuhnya kering karena dia baru saja keramas tadi.
Refal mengangguk dan mengklakson mobil yang ada di depannya, Denok membuka sabuk pengamannya kembali dan merasa tidak asing dengan plat nomor mobil yang tengah dia baca saat ini; B 1620 LA.
Jangan bilang...
Jantung Denok rasanya berdetak lebih kencang, menggedor dadanya dan membuat kedua lutut Denok melemas, untuk apa dia datang ke sini lagi? Denok sudah lepas kontak selama berbulan-bulan lamanya, dan kenapa pria itu ada di...
Dan benar saja, Luki Amidjaja baru saja turun dari mobilnya tanpa melepas kacamata hitamnya. Matahari Jakarta sore hari yang cukup silau membuat pria itu bersinar dibawah senja yang membuat Denok terpukau. Jas biru navy yang begitu lekat menempel di tubuhnya menandakan bahwa pria itu adalah seorang pria matang yang siap menghadapi segala tantangan dunia.
Tubuhnya yang besar tidak tampak asing lagi di mata Denok, sebaliknya dalam sekali melihat pun Denok sudah bisa mengenalinya.
Pria itu berjalan dengan angkuh dan mengetuk sisi jendela mobil kiri tepat dimana Denok berada.
"Keluar," suara pria itu terdengar begitu mendominasi.
Refal menahan pergelangan tangan Denok dan bertanya dengan heran. "Kamu kenal dia?"
Denok menatap balik Refal dan terdiam, sialan... kenapa harus ada disaat genting seperti ini, sih? Dia baru saja akan mencoba jalan dengan Refal! "Dia..."
"Keluar, D." perintah Luki lagi.
Nama panggilan itu belum berubah, D—panggilan yang membuat Denok berpikir bahwa Luki menganggapnya spesial dan Denok merasa disayangi oleh pria itu.
Tok tok!
"Keluar atau aku pecahkan kaca mobil ini sekarang juga!"
Ancaman itu berhasil mengusik jiwa ketenangan Denok! Dia harus menghadapi Luki sekali lagi dan rasanya kepala Denok ingin pecah. Kenapa juga pria itu ada di sini? Bukannya menikahi kekasihnya yang dia sayangi setengah mati itu!
"Pak, maaf kayaknya kita nggak bisa jalan hari ini." kata Denok meminta maaf sambil meremas ujung ujung ruffled crushed velvet mini dress Saint Laurent hadiah dari Abby tahun kemarin.
"Wait," cegah Refal yang masih penasaran. "Siapa dia?"
"Mantan tunangan saya," jawab Denok malu.
Refal mengangguk dan membuka kunci mobilnya. "Kalau begitu saya juga akan ikut turun."
"T-tapi, Pak—"
Telat, Refal sudah melepas sabuk pengamannya dan turun lebih dulu daripada Denok. Akhirnya Denok ikut turun dan tubuhnya langsung berhadapan dengan tubuh besar dan jangkung Luki yang membuat Denok merasa kecil di hadapan pria itu.
"Ada apa, sih?!" serobot Denok kepada Luki dengan tatapan nyalang.
Luki mengangguk puas dengan senyuman miringnya, astaga gadis yang dia rindukan selama berbulan-bulan ini ada di hadapannya dengan penampilan yang sudah sangat jauh berbeda dari terakhir kali bertemu dengannya.
Tidak ada rambut panjang, melainkan rambut sedada yang bervolume hingga membuat penampilan wajah kecil Denok terlihat fresh, tidak ada Denok yang berpenampilan girl crush yang hobi memakai celana dibandingkan dress—dan kenapa Denok harus berpenampilan manis untuk pergi dengan pria ini? Tanya Luki dalam hatinya merasa kesal karena selama dengannya, Denok tidak pernah berpenampilan semanis ini.
"Aku memang hanya butuh kamu untuk turun dari mobil ini," ujar Luki dengan angkuh lalu menangkap pergelangan tangan Denok yang dia genggam dengan erat.
"Sebentar," cegah Refal mendekati Luki dan Denok di sisi mobilnya yang lain. "Ada urusan apa Anda dengan Denok?"
"Saya tunangannya." Jawab Luki dengan arogan.
Refal hanya tersenyum kecut lalu menggeleng. "Mantan?" sindirnya.
Tapi Luki malah menggeleng penuh percaya diri dan Denok yakin tatapan pria itu pasti tajam andaikan tidak terhalangi oleh kacamata hitam Prada itu. "Saya dan Denok belum memutuskan pertunangan kami, Denok masih tunangan saya. Gadis ini sudah menipu kamu," ujar Luki tanpa dosa kepada Refal.
Denok panik dan marah setengah mati berusaha melepaskan genggaman tangan Luki. "Gila kamu!" teriaknya dengan penuh emosi.
Luki mengalihkan tatapannya kepada Denok dan tersenyum miring. "Gila? Ya jelas aku gila karena kamu mengabaikan aku berbulan-bulan ini!"
"Kita sudah—"
"Sshhtt..." Luki menempelkan jari telunjuknya pada bibir Denok dan meminta gadis itu untuk diam. "Diam atau aku tonjok teman kamu ini." ancamnya lagi.
Denok belum pernah melihat sisi bajingan Luki yang satu ini, kenapa rasanya sangat menyebalkan? Karena Denok sudah tidak menginginkan pertemuan dengan Luki lagi? Sepertinya iya, atau mungkin... karena kemarahan yang belum pernah ia lampiaskan pada pria yang ada di sampingnya ini?
"Pergi," usir Luki pada Refal. "Saya masih bicara baik-baik dengan Anda, meskipun Anda telah lancang mengajak keluar tunangan saya."
"Kami sudah membuat janji bersama." tekan Refal tidak mau kalah.
Luki hanya tertawa sambil melengos. "Memangnya saya peduli?" balasnya.
Lalu Luki melarikan tatapannya ke arah kanan seberang rumah Denok dimana dua bodyguard Sisca tengah mengawasinya. "Masukkan mobil saya ke dalam rumah tunangan saya." perintahnya.
Alfa dan Bagas mengangguk, karena telah mendapatkan mandat atas kedatangan Luki Amidjaja yang sudah di setujui oleh atasannya, Alfa dan Bagas meminta Pak Sido, satpam rumah Denok agar membuka gerbangnya secara lebar untuk mempersilakan mobil hitam Luki masuk ke dalam rumah Denok.
Denok masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi di depannya saat ini, dua pria yang selalu menemani Sisca Moestopo ada di hadapan rumahnya? Dan Luki mengenali mereka? Bagaimana bisa?
Luki menarik tangan Denok dan membiarkan gadis itu mengikuti langkah kakinya yang lebar tapi Refal menahan tangan kanan Denok dan membuat Denok meringis karena tarikan dari dua sisi.
Luki berbalik dengan penuh emosi. "Saya sudah peringatkan Anda sejak tadi! Lepaskan tangan tunangan saya!"
"Saya tidak menerima consent secara jelas dari Denok untuk melepaskan tangannya, mau apa Anda?" balas Refal sambil mengangkat wajahnya. "Denok bahkan tidak suka dan tidak ingin Anda seret seenaknya!"
Ah banyak bicara, pikir Luki. Akhirnya Luki melirik dua bodyguard lain yang ada di belakang mobil Refal. "Kenapa kalian diam saja?"
"Baik Pak!" jawab dua bodyguard Sisca dengan patuh.
Luki tersenyum senang, ada untungnya juga empat bodyguard yang menjaga rumah Denok ini.
Refal berusaha memberontak ketika kedua tangannya dicekal oleh dua bodyguard bertubuh besar itu, sementara itu Denok meronta kepada Luki. "Lepaskan temanku! Dia—kenapa kamu jadi suka kekerasan seperti ini sih?!" bentaknya kepada Luki.
"Karena kamu nggak mau nurut sama aku." balas Luki dengan dingin. "Suruh teman kamu pergi, kita harus bicara banyak hal."
"Tapi aku—"
"Atau aku minta dua bodyguard itu untuk menghajar teman kamu itu?" potong Luki mengancam Denok kembali.
Denok membuang napasnya dengan frustrasi. "Pak Refal," katanya setengah berteriak, kalau ada CCTV komplek yang merekam semua kejadian ini bisa bermasalah nantinya. Ya Tuhan... "Saya minta maaf, dan tolong pulang ya, Pak. Besok saya akan jelaskan pada Bapak. Saya tidak akan kenapa-napa kok,"
"Denok kamu serius? Pria itu kelihatannya berbahaya—"
"Just get in your car and leave, can you?" potong Luki dengan nada mengancam.
Setelahnya, Luki benar-benar menarik lengan Denok agar kembali masuk ke dalam rumahnya.
"Ck!" Denok berusaha melepaskan cekalan tangan Luki tapi tidak bisa, Denok yakin tangannya akan memerah setelah ini! "Lepas! Sakit!"
Setelah sampai di undakan tangga teras rumah Denok, Luki melepaskan tangan Denok dan mengeceknya, ternyata benar memerah. Karena tidak bisa menahan amarah dan kesabarannya Luki sampai harus membuktikan kekuatannya pada Denok.
"Sori..." katanya sambil mengusap bekas kemarahan di pergelangan tangan Denok. "Makanya nurut sama aku.."
"Apa sih!" sentak Denok dengan tidak suka. "Ngapain kamu datang ke sini?!"
"I miss you, masih belum jelas? Dan kenapa kamu berdandan secantik ini untuk lelaki tadi, siapa dia?!" tanya Luki terang-terangan.
"Bukan urusan kamu!"
Denok menjawabnya dengan dengusan sambil masuk ke dalam rumahnya tanpa memedulikan Luki. Bagaimana pun, Denok tidak mau menbuat keributan di luar rumah.
Bi Siti, ART yang melihat sang Nona kembali dengan pria yang Bi Siti kenali sebagai mantan tunangan sang Nona hanya bisa terpaku dan tersenyum kaku.
"Non, kok sudah pulang lagi?" tanya Bi Siti.
"Ada urusan sama orang asing," balas Denok dengan santai. "Buatkan teh satu ya, Bi."
Bi Siti mengangguk patuh. "Baik, Non."
Setelah Bi Siti pergi, Luki malah menarik tangan Denok lagi dan membuat gadis itu terduduk di sisinya dengan gerakan yang cukup cepat hingga membuat tubuh Denok terhuyung ke arah tubuh Luki.
"BISA PELAN-PELAN NGGAK SIH?!" teriak Denok sekuat tenaga.
Luki melepaskan kaca mata hitamnya dan memandangi Denok secara lekat tanpa mau melepasnya sedetik pun. "Cantik," gumamnya sambil mengangguk puas.
Denok melengos dan menjauhkan tubuhnya memberi jarak aman. "Ada apa lagi ini?! Kamu datang untuk apa kali ini?"
"Untuk keseriusan kita berdua." jawab Luki dengan mantap.
Denok memutarkan bola matanya dengan malas. "Mimpi!"
"D,"
"Stop it," Denok mendesis kesal mendengarkan panggilan sialan itu. "Aku belum pernah bertemu sama orang nggak tahu malu dan ngelunjak kayak kamu ya! Ngapain kamu datang ke sini?"
"Kita bicarakan baik-baik soal apa yang kamu inginkan dan yang aku inginkan."
Tangan kiri Luki mampir di bahu Denok dan naik mengusap sisi wajah Denok.
Denok menjauhkan jari-jari Luki yang menyentuh wajahnya dengan sembarangan. "Jangan kurang ajar kamu ya!" ancamnya tak main-main.
"Prinsip kamu masih sama?" tantang Luki.
Denok tahu apa yang pria itu bicarakan. "Ya,"
"Tapi kamu pakai pakaian semanis ini untuk menarik perhatian lelaki tadi?"
Oh bajingannya!
Dress velvet yang dipakainya memang mempunyai belahan cukup rendah di dadanya hingga menampilkan kulit dadanya.
Tahu apa yang sedang Luki pandangi saat ini, Denok menutupi dadanya dengan telapak tangannya dan menampar pipi Luki dengan tangan kirinya. "Matamu di jaga!"
Ouch! Tamparan itu bukan apa-apa rasanya bagi Luki, pria itu malah terkekeh pelan seperti orang gila yang membuat Denok membulatkan kedua matanya menatap Luki dengan heran. "Kamu jadi kasar, setahuku Denokku manis dan tidak pernah menyukai kekerasan. You do a violent right now?" tanya Luki dengan nada mengintimidasi.
Nyali Denok mendadak menciut dan terus mundur menuju ujung sofa. "Pulang sana!" usirnya pada Luki.
"Kita belum bicara," Luki memajukan tubuhnya dan tak mau kalah hingga mengungkung Denok dari atas.
"Luki Amidjaja!" geram Denok kepada pria itu.
"Kalau kamu nggak bisa diajak berbicara aku akan berbicara dengan cara yang nggak akan kamu sukai." ancam Luki.
Denok pening, sejak kapan Luki jadi senang mengancamnya begini sih? "Are you threatening me again?!"
"I should." jawab Luki dengan enteng terus membuat Denok mundur dan tak bisa kemana-mana karena kedua lengannya yang telah mengurung tubuh mungil itu. "Because you're so naughty." bisiknya di telinga Denok.
Dengan mendorong dada Luki agar tidak menghimpit tubuhnya terus menerus. "Mundur!" bentaknya. "Nanti dilihat Bi Siti nggak enak! Tolong jadi tamu yang beradab dong."
Si manusia bertubuh besar itu malah tertawa seperti orang bodoh. "Makanya dengarkan aku, kali ini aku serius dan nggak main-main."
"Apa lagi memangnya?!"
Kedua mata Luki menatap kedua mata runcing Denok dengan sungguh-sungguh. "Aku cinta kamu."
Tubuh Denok langsung menegang pada saat itu juga dan rasanya baru saja disiram oleh bensin yang siap membakar tubuhnya. "Aku cinta sama kamu, dan ini adalah pernyataanku. Bagaimana pun bentuk cinta aku kepada kamu, aku harus tetap menyatakannya kepada kamu agar kamu tahu kalau aku benar-benar mencintai kamu saat ini."
Denok tak mau menggila sendirian karena perkataan Luki. Sudah cukup pria itu mempermainkan dirinya dan meninggalkannya seakan Denok tidak memiliki perasaan.
"Ya sudah, aku sudah mendengarnya sekarang." kata Denok dengan wajah tidak peduli mendorong tubuh Luki.
Tapi sayangnya tenaganya dan tenaga Luki tidak akan pernah bisa sebanding, Luki mengerutkan keningnya dan merasa tidak suka dengan jawaban yang Denok berikan kepadanya. "Kamu masih belum puas? Aku mengatakannya agar buat kamu mengerti bahwa sampai saat ini pun aku menginginkan kamu!"
Denok membuang napasnya lelah dan mengalihkan tatapan matanya ke arah lain. "Ya," jawabnya pendek.
Luki kehilangan akal karena sikap dingin Denok yang satu ini, di saat seperti ini Luki paham bahwa Denok selalu merasa terpaksa jika bersamanya tapi dengan lelaki tadi... bahkan Denok sangat mengkhawatirkannya!
"Aku cinta sama kamu, D!" teriak Luki lebih lantang kali ini dan menbuat Denok berjengit merapatkan kedua matanya. "Aku cinta sama kamu..." lirih Luki berusaha membuat Denok melihat dirinya.
"Apa arti semua itu kalau kamu saja nggak bisa meninggalkan perempuan yang kamu sayangi?" balas Denok dengan suara pelan. "Kamu menjadikan aku cadangan, dan menjauh ketika aku minta kamu untuk menjaga batasan diantara kita."
"Apa?" Luki tidak mengerti untuk pernyataan terakhir Denok. "Batasan apa maksud kamu?"
"Batasan fisik!"
"Kamu masih menganggap aku sebajingan itu ya?" balas Luki dengan lelah.
Denok mengangkat bahunya acuh dan mendorong tubuh Luki, dan kali ini berhasil. "Menjauhlah. Hidupku sudah baik-baik saja akhir-akhir ini."
"Apa kamu menyukai Laksmana?" tanya Luki tak kehilangan akal untuk mencari tahu apa yang membuatnya ketakutan.
Denok menggeleng dengan tatapan tidak percaya sekaligus ingin menampar Luki lagi. "Gila kamu!"
"Cukup kasih tahu Laksmana kalau kamu nggak menyukai dia, biarkan dia sadar kalau kamu itu milik aku!"
"Aku adalah milikku sendiri! Bukan milik kamu atau orang lain!" tekan Denok tak mau kalah.
"Kalau begitu jadikan aku milikmu, dan kamu akan menjadi milikku. Tolong, itu keputusan yang terbaik."
"Nggak akan pernah!"
"D,"
"Luki...." geram Denok.
Luki mengusap wajahnya dengan kasar dan tidak bisa menahan diri hingga mendorong tubuh Denok ke ujung sofa lagi dan mencium leher Denok secara tiba-tiba.
Denok yang merasa tidak siap akan serangan Luki, tidak bisa melakukan apa pun selain menahan teriakannya agar tidak membuat kepanikan dan kericuhan. Sementara itu Luki menghisap kulit lehernya dengan sangat kencang dan membuat Denok menjambak rambut hitam legam Luki dengan kuat agar menjauh dari lekukan lehernya.
"Aarrgghhh! Luki what are you doing?!" teriaknya kepada Luki.
Luki tidak mendengarkan teriakan penuh kekesalan Denok kepadanya, yang dia inginkan sejak tadi adalah mencecap rasa kulit seputih pualam Denok yang membuatnya kehausan. Sialan, gara-gara penampilan Denok yang manis dia kehilangan akal dan termakan oleh serangannya sendiri.
Luki merasa frustrasi karena Denok bahkan tidak pernah berpenampilan manis saat bersamanya, hisapan itu begitu kuat, dan Luki menarik, menggigitnya, dan menghisapnya dengan gila yang bisa membuatnya meredakan rasa haus yang tak bisa Luki jabarkan lagi.
Hisapan itu membuat Denok merasa lemah, jantungnya berdegup dengan kencang, otot perut bawahnya ikut mengencang dan yang terakhir kepalanya terasa ringan karena ciuman yang Luki berikan di lehernya membuat seluruh tubuh dan jari-jarinya merasa kebas.
Luki melepaskannya beberapa detik kemudian dan suara yang begitu nyaring akan kecupan pria itu membuat tubuh Denok melemas seketika saat Luki menariknya ke dalam pelukan pria itu.
Denok tidak tahu bagaimana kabarnya kondisi kulit lehernya yang baru saja dihisap seperti oleh vacum cleaner tadi.
"I love you, Sayang... I love you, maaf aku terlambat menyadarinya setelah menyakiti kamu selama ini." bisik Luki di telinganya.
Denok, kehilangan kemampuan untuk menolak pria ini lagi dan hatinya baru saja dihantam oleh sebuah gada yang membuat Denok malu. Prinsipnya, baru saja dilanggar oleh dirinya sendiri.
***
a/n:
Luki itu love languagenya suka memaksa dan physical touch, kalo nggak nyentuh tuh aneh banget gitu dasar sableng wkwk.
Oh ya, D—for Denok dibacanya Di ya bukan De.
Meskipun dressnya manis, Denok tetap akan menjadi cewek mamba. Nanti tak bikinin walk in closet Denok, jangan kaget! Memang serba hitam, padahal orangnya nggak suka mistis-mistis, Luki kalau betulan jadi suami Denok bakal menangis dari underwear sampai pakaian lain hitam semua wkwkwk!
Bi Siti setelah melihat adegan nano-nano: "Non, teh-nya jadi apa nggak? Keburu dingin soalnya."
Wkwkwk suram.
p.s: sengaja update siang, nanti malem kayaknya bakal full schedule. Happy reading ya, kalo nemuin typo plis kasih tau, soalnya waktu ngetik keyboardnya auto correct gitu dan bahasanya memang suka jadi ngaco.
15, Desember 2022.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro