30. Lawan baru
"Lunch?"
Denok mengangkat wajahnya dari layar laptop setelah mendengar ajakan lunch dari Refal, guru penjas yang sudah menjadi temannya akhir-akhir ini.
Ya, bagaimana pun lingkungan kerja, Denok tidak bisa hidup sendirian apa lagi setelah dia menjadi guru BK dan banyak murid yang agak membencinya terutama murid perempuan. Karena Denok telah membuat aturan baru; no makeup at school—jadi bayangkan berapa banyak cewek remaja yang sudah membencinya sekarang.
Setiap hari Senin, Denok akan melakukan razia rambut panjang untuk murid lelaki, dan razia makeup untuk murid perempuan. Semua akan mendapatkan jatah hukuman masing-masing jika masih melanggar aturan, itu kenapa Denok jadi lebih disukai oleh para guru di sekolah.
"Mau order makan apa?" tanya Denok balik kepada Refal.
Denok selalu menyukai bagaimana Refal terlihat berpikir sambil bersandar di ambang pintu dengan senyuman yang menawan. God have merci, batin Denok. Entah kenapa, melihat wajah Refal yang memiliki garis Timur Tengah malah membuatnya senang, jambang halus dan tipis itu menghiasi rahang Refal, dan bagaimana tampannya Refal saat memakai kemeja batik.
Ngomong-ngomong kemeja batik, Denok punya kenangan buruk akan hal itu, tapi jujur bagi Denok melihat pria memakai kemeja batik adalah hal yang luar biasa. Mungkin, ada kesenangan tersendiri di hatinya ketika melihat pria memakai kemeja batik, itu kenapa saat dia wisuda dia menginginkan seseorang untuk memakai kemeja batik yang sama dengan rok kebaya yang dipakainya.
Ah sudahlah.
"Hari ini, kita order Bakso Afung, biar makan di sini pinjam mangkuk yang ada di dapur umum." kata Refal kepada Denok.
Denok tertawa mendengarnya. "Bakso ya... Mm, boleh deh."
"Jangan bilang kamu nggak suka?" tebak Refal dengan kedua mata yang menyipit, sementara itu pria itu berjalan dan duduk di salah satu kursi depan meja kerja Denok. "Kemarin kan sudah makan Hokben,"
"Alright, bakso Afung." jawab Denok menyenangkan Refal.
Refal tertawa senang mendengarnya. "Okay, saya sudah pesan. Oh ya, jangan lupa lho janji kita berdua hari ini."
Kedua mata Denok membulat dan bibirnya terbuka, Denok hampir saja lupa—tidak, lebih tepatnya dia memang lupa. "Saya lupa nggak bawa baju ganti, serius..." Denok menunjukkan puppy eyesnya.
Refal hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah, tapi dia jelas tidak akan bosan menggoda guru muda ini. "Padahal saya sudah mengingatkan kamu semalam. Sibuk banget ya?"
"Pak," Denok meringis malu. "Dua minggu ini, rumor tentang saya dan Bapak sudah menyebar. Gimana pun, saya ini anak bawang Pak, nggak enak kalau orang-orang lihat kita sering berdua."
"Ya lagian kalau saya ajak yang lain buat nonton, tekor juga saya beli tiketnya." jawab Refal dengan jujur. "Saya kan niatnya memang mengajak kamu,"
Denok menyembunyikan senyumannya dan berdeham. "Iya... kalau nggak hari ini nggak apa-apa, kan?"
"Saya maunya hari ini," kata Refal sambil menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi.
Astaga, guru satu ini...
Sebenarnya, Denok sudah sering dengar rumor tentang Refal—guru muda ini yang juga—player, guru-guru yang masih belum menikah alias gadis di sekolah ini lumayan cukup banyak. Mungkin... ada sekitar tujuh orang? Dan para guru senior menyebut ketujuh guru muda itu sebagai korban Refal.
Makanya, dia sering diwanti-wanti apa lagi oleh kepala sekolah yang kerjaannya suka bercanda kalau dirinya jangan terlalu dekat dengan Refal.
Tapi ya, apa salahnya sih kalau cuman berteman? Lagipula, Denok juga tidak merasa ada ketertarikan lebih selain mengagumi paras Refal yang cukup tampan dengan garis wajah Timur Tengahnya.
"Kalau saya pulang dulu ke rumah untuk ganti baju apa Bapak keberatan?" tanya Denok dengan sopan.
Bagaimana pun usahanya Refal mendekati dirinya, Denok tidak akan melupakan bahwa dia tetap guru junior di sini. "Boleh, biar saya tahu rumah kamu dimana. Jadi, gampang kalau mau apel."
"Eh..." Denok menggelengkan kepalanya tak paham dengan jawaban Refal. "Ya sudah, jangan komentar kalau dandan saya nanti kelamaan ya, Pak."
"As you wish." Refal menyangga wajahnya dengan salah satu tangannya dan membuat Denok terkekeh pelan. "Saya pernah baca nama keluarga kamu di salah satu artikel, kamu itu kalau nggak salah tunangan dari pengusaha kilang minyak Amidjaja? Amidjaja Petroleum Corp, benar?" tanya Refal tak segan-segan.
Denok mengangkat kedua alisnya dan tersenyum tipis. "Iya, saya nggak nyangka kalau ternyata saya terkenal."
"Djatiwibowo di Indonesia ada berapa sih?" sahut Refal dengan nada bercanda. "Jadi... kamu itu sudah bertunangan?"
"Sudah." Jawab Denok dengan raut wajah tenang. "Tapi saya sudah putus."
Refal merasa lebih penasaran dan menegakkan tubuhnya. "Kenapa? I mean—I'm so sorry kalau saya banyak tanya, kalau kamu nggak mau jawab nggak apa-apa kok,"
Denok malah mengulum senyumnya. "Tapi tetap aja pengen tahu, kan? Jangan bohong lho, Pak."
"Ya mau!" jawab Refal dengan jujur. "Kamu itu beda dengan guru yang lain, jadi jelas saja saya nggak pernah dengar gosip atau rumor tentang kamu. Gaul dikit kenapa, biar digosipin orang."
Refal malah memberikan saran yang tidak semestinya, dan hal itu berhasil membuat Denok tertawa. "Saya sudah bosan digosipin sejak dulu, apa lagi setelah Bapak terang-terangan sering ajak saya ngobrol, makin banyak lah gosip saya." gerutunya dengan kesal.
"Nggak bisa ditahan, soalnya saya orangnya penasaran."
"Yah... lantas saya harus apa?" balas Denok dengan kedua bahunya yang terangkat.
"Tapi jujur saya lega mengetahui bahwa kamu sudah putus tunangan."
Kedua mata Refal yang menatapnya dengan serius malah membuat Denok menggeleng tak suka, bagaimana pun, wajah Luki selalu terbayang olehnya dan membuat Denok agak sedikit melow jika mengingat pria itu. "Apa yang seharusnya menjadi milik saya pasti akan kembali pada saya, Pak. Jadi, kalau dia memang pergi dan nggak menginginkan saya, jawabannya hanya satu; berarti dia memang bukan untuk saya. Intinya seperti itu."
Denok enggan menceritakannya secara detail karena merasa tidak lagi penting.
Sementara itu, Refal yang baru saja mendengarkan jawaban Denok bisa menilai dengan cepat; bahwa sebenarnya, Denok belum benar-benar bisa menerima perpisahannya. Gadis itu memang merelakan, tapi ada banyak hal yang dia tinggalkan demi membebaskan dirinya dari rasa sakit.
Refal pikir, akan lebih sulit menghadapi gadis yang sulit move on seperti Denok. Karena biasanya, perkataannya selalu berbeda dengan apa yang dirasakannya.
Dan entah kenapa, mendekati guru junior seperti Denok ini malah menbuat Refal sedikit... tertantang?
***
Luki Amidjaja mengundang secara hormat Sisca Moestopo ke kantornya Amidjaja Petroleum Corp siang ini, tapi ternyata wanita itu datang bersama suaminya Desmond Winarta pria yang dikenal sebagai Ketua DPR itu menyapanya dengan hangat dan membuat Luki tersenyum senang.
Secara tidak langsung, ini adalah pertemuan kedua Luki dengan Sisca Moestopo yang lagi-lagi akan membahas putrinya yang sulit Luki temui beberapa bulan ini.
"Saya benar-benar merasa terhormat karena Tante datang ke sini dengan Bapak Desmond, tahu begini saya akan menyiapkan tempat lebih enak untuk Bapak Desmond." ujarnya kepada Desmond yang dihadiahi tawa pria itu.
Desmond sepertinya senang dengan gaya Luki yang tidak tahu malu, tertebak pikir Sisca. "Sudahlah, jangan bersikap canggung. Kepada istri saya panggil Tante, kenapa saya tidak dipanggil Om?" pinta Desmond.
Luki mengangguk dengan senyuman jumawa nya. "Baik, Om. Karena secara tidak langsung, Om adalah ayah dari Denok juga, benar?" pancing Luki.
Desmond menatap istrinya sekilas dan tersenyum. "Ya, kamu benar, Luki. Saya adalah ayah Denok juga,"
Oh... bagus, pikir Luki. Berarti Sisca Moestopo sudah memberitahu suaminya sendiri tentang Denok. "Tante, apa kabar?" sapa Luki basa basi.
Soalnya, Luki agak keder ditatap sebegitu intens nya oleh Sisca. Wanita paruh baya itu wajahnya memang seperti Denok, tapi tatapannya lebih maut daripada tatapan Denok. Ngeri abis!
"Baik," jawab Sisca dengan ketus. "Ada apa ini kamu mengundang saya kemari?"
"Saya mau bertanya secara langsung pada Tante." Luki duduk dengan tenang di hadapan Desmond dan Sisca, sementara itu Luki melepaskan jam tangannya dan menggulung lengan kemejanya. "Berapa banyak bodyguard yang Tante kerahkan untuk Denok? Sampai-sampai saya sulit untuk menemuinya."
Pertanyaan Luki bukan lagi pertanyaan santai, ada sirat marah dan ketidaksabaran dalam setiap nada bicaranya. Sisca suka dengan kemarahan Luki Amidjaja, memang enak! Berani-beraninya dia sudah membuat putrinya sakit hati!
"Total bodyguard yang menjaga Denok ada enam belas, tapi yang saya percaya ada empat bodyguard." jawab Sisca dengan enteng tanpa beban. "Sudah seharusnya laki-laki seperti kamu dijauhkan dari putri saya!"
"Ma..." Desmond memperingatkan sikap Sisca dengan lembut.
"Ya gimana, Pa? Aku kesal sama cucu Pak Rajasa ini!" tunjuknya kepada Luki. "Aku menitipkannya dengan baik-baik, eh—malah dia memberikan luka pada putriku!"
Luki ingin tertawa, tapi rasanya dia akan kurang ajar kalau tertawa di depan calon ibu mertuanya sendiri. Heh? Apa Luki baru saja memikirkan ibu mertuanya? Gila. Itu pun jika dia berhasil menikahi Denok.
"Tante, saya tidak merasa Tante menitipkan putri Tante pada saya. Tapi saya memang sudah memiliki insting untuk menjaganya sejak mengenalnya, dan tolong katakan pada dua bodyguard yang menjaga di depan rumah Denok, saya juga perlu bertemu dengan tunangan saya."
"Mantan." ujar Sisca mengingatkan posisi Luki.
"Saya belum pernah merasa memutuskan hubungan saya dengan Denok." jawab Luki tanpa rasa takut.
Sisca Moestopo menghela napas dengan kesal. "Lebih baik kamu temui Edgar Djatiwibowo saja!" ujarnya memberi saran. "Pria itu pasti sudah memberitahu soal keretakan hubungan kalian pada Erlangga,"
"Soal Om Erlangga, saya akan membawa Denok ke Singapura sambil menjenguk, Tante."
"Ya masalahnya anak Tante mau apa tidak bertemu dengan kamu!"
Desmond tertawa dengan geli. "Kamu ini, emosi terus. Tenang saja Luki, kedua anak saya, secara tidak langsung adik Denok—Andres dan Nathan akan membantu kamu, mungkin... saya juga perlu mengenalkan diri pada Denok."
Luki tersenyum penuh arti kepada Sisca. "Tante akan memberitahu Denok kenyataan yang sebenarnya? Kapan? Karena saya setidaknya harus memberi beberapa portal berita di stasiun televisi untuk menjaga nama Denok nanti."
Wah... sejak kapan Luki Amidjaja berani bersikap kurang ajar seperti ini kepadanya? "Kamu sengaja, kan?" balas Sisca dengan kedua mata yang menyipit.
"Tidak, Tante... kenapa Tante selalu berburuk sangka kepada saya? Biarkan saya menjaga Denok lagi untuk kali ini—saya akan pastikan selamanya, Tante tahu kalau umur saya tidak lagi muda, dan saya butuh istri."
"Jangan nikahi anak Tante lah!" Sisca menyorot wajahnya yang panik. "Cari wanita lain saja Luki, yang bisa dan seimbang dalam segala hal."
"Anak Tante lebih dari segalanya, maka dari itu saya menginginkan dia." Luki tersenyum dengan santai dan membuktikan bahwa dia akan tetap mengejar apa yang dia inginkan.
Sisca membuang napasnya dengan gusar, Desmond mengusap bahunya sambil tertawa. "Ya sudah, malam ini kita buat pertemuan dengan Denok, kita katakan segalanya—agar cepat. Jika Denok marah dan tidak menerima kenyataan bahwa kamu ibu dia, aku sarankan Luki untuk turun tangan dan mengambil hati Denok lagi, sekaligus membantu kamu, Ma."
Luki mengangguk setuju. "It's win win solution, Te. Bagaimana pun, saya tahu apa yang Denok suka dan apa yang tidak dia sukai."
"Ya sudah, awas saja kalau kamu tidak bisa membujuk dia nanti!" ancam Sisca. "Dengan cara ini, kamu harus mendekatkan Denok dengan Tante, dan Tante akan bantu kamu dekat lagi dengan Denok. Dengan catatan; tanpa paksaan Denok."
"Baik." jawab Luki patuh.
Menunggu rencana Adjie jelas lama, Luki tidak punya kesabaran sebanyak itu kalau harus menunggu rencana sepupunya yang satu itu, sementara Luki ketar ketir Laksmana mencuri start darinya.
Sisca membuka ponselnya dan baru saja menerima info dari Bagas. Denok baru saja keluar rumah bersama pria yang tidak Sisca kenali.
Bagas:
Bu, Nona pergi keluar dengan
pria asing, Bu. Sepertinya,
teman kerjanya. Apa saya harus
mengikutinya?
Sisca terkekeh pelan dan menatap Luki yang penasaran dengannya. "Luki, sepertinya jalan kamu agak sulit untuk bisa bertemu dengan Denok."
"Ada apa?"
"Denok sepertinya tengah dekat dengan lelaki lain, teman kerjanya barangkali? Sesama guru."
Kening Luki menyatu ketika mendengarnya. "Apa itu info dari bodyguard Tante?"
Sisca mengangguk santai. "Ya,"
Luki langsung bangkit berdiri dan mengambil kunci mobilnya. "Tahan dia, saya akan pergi ke rumahnya sekarang."
Melihat bagaimana cepatnya Luki pergi dari hadapannya, Sisca hanya bisa tersenyum sinis, suaminya—Desmond Winarta hanya bisa ikut tersenyum melihat wajah kasmaran Luki Amidjaja pada anak tirinya.
"Love is in the Air, Ma." kata Desmond kepada Sisca.
***
a/n:
Ih mampus banget hari ini wkwkwk.
Maaf ya, updatenya malem lagi, kesibukan memang tidak akan lepas dari aku.
Beruntung ya jadi Denok, Papa tirinya bisa menerima dia. Ini kejelasan Sisca Moestopo dan Denok bakal dibahas ke depannya, gimana pun ya Sisca kan emak kandung dia.
p.s: ini Luki mulai comeback again, tolong dipersiapkan tekanan darah kalian. Btw, today is my Dad birthdayyyy. Happy birthday to my Ayah❤️🔥
14, Desember 2022.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro