Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Pupus

Denok baru saja mengamankan dua siswa yang baru saja berkelahi karena hanya satu cowok. Intinya, mereka berdua berebutan cowok dan tidak terima kalau cowok itu malah memilih yang kedua. Jijik banget nggak, sih? Tapi Denok tidak bisa bersikap seperti itu karena dua murid perempuannya ini benar-benar harus diberi ajar.

Hanya karena cowok, keributan menjadi di kelas dan cacian yang saling mereka lontarkan tidak bisa disebut pantas untuk ukuran anak sekolah.

"Berhenti, Ibu bilang berhenti!"

Teriakan Denok yang keempat kalinya baru di dengar oleh dua murid perempuan itu, karena usia Denok yang masih muda dia jadi kurang dihargai oleh murid-muridnya. Menurut mereka, Denok bukanlah apa-apa dibandingkan guru BK lama mereka yang sudah pensiun.

"Apa sih, nggak usah ikut campur bisa?!" balas si gadis berambut keriting gantung yang tengah memandang Denok dengan penuh emosi.

"Lydia!" bentak Denok tak bisa menahan emosinya. "Kalau kamu terus menjambak rambut Carolina dan ngggak mau melepaskannya, Ibu akan panggil orang tua kamu untuk datang ke sini menghadap pada Ibu!" ancamnya.

"Panggil aja!" serunya dengan marah kepada Denok. "Dan lo!" teriak Lydia pada wajah Carolina. "Nggak usah keganjenan lo sama Eden perek!"

"Eden duluan yang dekati gue!" teriak Carolina tak mau kalah.

"Alah lo kegatelan! Ngapain lo minta jemput sama Eden kemarin hah?!"

"Gue cuman minta tolong! Ya harusnya kalau Eden sadar punya lo yang jangan dekati gue dan balas chat gue dong!"

"Alasan doang lo pelakor!"

"Gue bukan pelakor sialan!"

"BERHENTI!" teriak Denok murka.

Denok memisahkan Lydia dan Carolina dengan kesal, lantas dia mendorong kedua muridnya itu agar duduk di atas sofa ruangannya. "Kalian berdua benar-benar nggak bisa dikasih kelembutan ya?! Suka kekerasan?! Darimana kalian belajar bahasa sekasar itu?! Kalian itu sama-sama perempuan dan nggak seharusnya kalian saling menghina satu sama lain!"

Kedua napas Lydia dan Carolina saling bersahutan satu sama lain, hingga akhirnya Denok memutuskan untuk memanggil kedua wali murid itu.

"Kalian sudah mengganggu ketentraman teman-teman kalian yang sedang belajar tadi. Kalau kalian memang punya sentimen satu sama lain, bereskan di luar sekolah, buat apa juga kalian berdua memperebutkan Eden? Eden itu adik kelas kalian!"

"Tapi Eden keren!" ujar Carolina padanya.

Oh Tuhan... bagaimana pintarnya generasi sekarang dalam menjawab dan melawan. Tak heran, Denok merasa pening meskipun baru bekerja tiga mingguan menjadi guru BK.

"Terserah, Ibu minta kalian berdua saling menahan diri, jangan ada keributan apa lagi kekerasan." ujar Denok memperingati kedua murid itu.

Setelah ini, Denok harus memastikan hukuman yang tepat untuk keduanya. Membersihkan toilet pasti sudah biasa, menyapu koridor apa lagi, itu bukan hukuman. Salah satu hukuman yang Denok yakini akan membuat dua gadis itu jera adalah, membuat mereka mempelajari hakikat jatuh cinta secara wajar saat di usia remaja.

Setelah ini, Denok akan memberikan tugas pada keduanya!

***

Alfa dan Bagas, dua bodyguard yang ditugaskan untuk mengawasi Denok oleh Sisca Moestopo itu menunggu sang putri majikan keluar dari gerbang sekolah. Mobil Denok terparkir tidak jauh dari mobil Alfa dan Bagas, tadi siang ada gelagat yang mencurigakan karena wanita yang diketahui Alfa dan Bagas sebagai kekasih Luki Amidjaja mengintai mobil Denok.

Mungkin, memastikan apa pemilik mobil ada di dalam atau tidak. Dan lagi, kekasih Luki Amidjaja itu tidak melakukan apa-apa selain memandangi mobil Denok. Sepertinya, dia memang berniat untuk menemui Denok secara langsung tapi diurungkan.

Jam kerja Denok memang akan selesai di pukul tiga sore, dan kali ini Alfa dan Bagas sudah melihat sang Nona mereka yang baru saja keluar dari sekolah dan hendak masuk ke dalam mobilnya.

Sisca Moestopo berpesan, kalau Denok harus diawasi dengan ketat karena atasannya itu tengah berada di Singapura, sementara itu kelihatannya, Denok akan mengunjungi rumah calon mertuanya dimana Rajasa Amidjaja ada di sana.

"Bu, Nona pergi ke rumah Pak Rajasa Amidjaja." Kata Bagas melaporkan kondisi terkini setelah memastikan mobil Denok masuk ke dalam pekarangan rumah Rajasa Amidjaja.

"Tunggu di sana, sampai Denok pulang. Saya khawatir disaat krisis perasaannya anak saya akan pergi kemana-mana." balas Sisca Moestopo.

Alfa dan Bagas mengangguk. Lalu setelahnya mereka berdua tetap menunggu sang Nona dengan setia.

Tapi, kali ini ada yang aneh. Karena wanita—kekasihnya Luki Amidjaja pun ikut masuk ke dalam rumah utama keluarga Rajasa Amidjaja. Dan wanita itu berada dalam satu mobil dengan Luki Amidjaja.

Apa-apaan ini?

***

Rajasa Amidjaja terlalu bandel jika harus diperingati beberapa kali, Laksmana—cucunya yang dokter itu sudah memberi tahu Rajasa untuk menjaga pola makannya dan menghindari makanan yang bisa meningkatkan asam uratnya.

Akhirnya, pria tua itu mengeluh tidak bisa berjalan dan sendi-sendi kakinya terasa sakit. Laksmana sudah memberikan kursi roda pada Rajasa agar bisa leluasa bergerak ke sana dan kemari di rumah.

"Hai, Denok. Masih kepikiran soal asam basa?" kata Laksmana menyapa Denok sembari meledek.

Gara-gara video yang Adjie dan Martha kirimkan saat dia mabuk, semua orang jadi tahu bagaimana kelakuannya saat mabuk.

Denok menggeleng dengan tawanya yang renyah. "Nggak, Mas. Puji Tuhan, waktu itu aku memang mabuk sirup."

Laksmana pun ikut tertawa mendengarnya. Akhirnya, kabar baik pun datang. Adjie bersama calon istrinya Ariel datang ke rumah dan membicarakan perihal pernikahan yang akan dilakukan dalam kurun waktu dua bulan mendatang.

Beberapa konsep pernikahan dijabarkan di hadapan seluruh keluarga dan membuat Rajasa sedikit protes ketika tahu bahwa Adjie dan Ariel menikah secara private dengan tamu undangan yang terhitung sedikit.

"Gue tadinya nggak akan undang banyak artis, rata-rata yang di undang juga temannya Ariel doang kok." kata Adjie pada Laksmana.

Laskmana mengangguk saja, lagipula bukan dia yang menikah kenapa dia harus repot? "Jadi nggak pakai kebaya, kan? Gue malas pakai beskap." kata Laksmana yang sudah menolak ide beskap itu.

Denok dan Martha hanya bisa tertawa. "Kenapa sih cowok-cowok anti pakai beskap?" tanya Martha pada sang kakak. "Padahal, cowok tuh kalau pakai beskap ganteng tahu."

"Tahu darimana? Selera lo aja yang aneh." sambar Adjie.

Martha berdecak kesal. "Lo berdua nggak lihat foto Opa sama Oma di ruang tengah? Opa pakai beskap hitam, Oma pakai kebaya merah marun. Cantik dan cakep lah!"

Rajasa tak bisa menahan tawanya yang sedang duduk di atas kursi roda. "Jadi, selama ini kamu memperhatikan ketampanan Opa?"

Duh, Martha malas mengakuinya tapi memang benar. "Ya, soalnya yang lain nggak ada yang lebih ganteng dari Opa."

Rajasa mengulum senyumnya dengan jahil. "Thanks lho, baru kali ini kamu puji Opa ganteng,"

"Nggak usah lebai!" hardik Adjie si paling dengki. "Ketampanan nomor satu di keluarga ini tetap aku juaranya kok."

Ariel menyikut tubuh Adjie karena tingkah calon suaminya itu memalukan. "Kenapa? Lo mau protes juga? Bukannya lo mengakui kalau gue tampan, Riel? Calon suami lo ini tampan!"

"Berisik... orang tampan tuh nggak ada yang berkoar-koar kayak lo masalahnya." balas Ariel pada Adjie.

Denok kembali tertawa, hubungan Adjie dan Ariel itu tak jauhnya seperti kucing dan tikus. Mereka berdua terlalu sering ribut.

"Coba tanya Denok, ganteng gue apa Luki?" tantang Adjie pada Denok.

Denok terpaku dan menatap semua orang dengan canggung. "Apa?"

Adjie berdiri di tengah ruangan dan melipat kedua tangannya di dada. "Kamu kan orangnya netral, Denok. Makanya aku tanya sama kamu, gantungan aku apa Luki?"

"Wah gila... giliran sama Denok ngomongnya alus banget, sama calon istrinya malah lo-gue!" komentar Martha.

"Berisik, Tha." timpal Adjie tak sabaran. "Ayo jawab ya, Denok..."

Denok menyengir kaku sementara Ariel mengangguk cepat karena antusias dengan jawabannya. "Jawab aja, De. Biar orang kegantengan ini tahu rasa!"

"Mm... tanpa menyakiti pihak mana pun ya, kata Mas Adjie kan jawabanku adalah jawaban netral. Jadi, aku bakal menjawab Mas Luki lebih ganteng daripada Mas Adjie."

Mendengar kata-kata Denok, rasanya ada batuan beton yang baru saja jatuh di atas Adjie. "What the heck—"

Martha dan Ariel sudah tertawa dengan puas meledek Adjie yang sok kegantengan bertanya pada si polos nan jujur layaknya Denok.

"Denok, buka mata kamu lebar-lebar, pasti kamu salah. Jelas, yang ganteng itu aku! Bukan si Luki yang udah tua itu!" katanya memprovokasi Denok.

Denok malah menggeleng dan melambaikan tangannya ke atas mengisyaratkan bahwa dia sudah tidak kuat dengan permintaan Adjie.

"Kuatkan tekadmu, De... bilang sama Adjie kalau orang ganteng tuh biasanya nggak sadar diri alias ya orang lain yang menyadarinya!" gerutu Martha. "Kalau dia sadar kalau dia ganteng, itu namanya sok kegantengan!"

"Halah cowok lo yang kemarin aja wajahnya burik kagak jelas kayak kulit salak!" ledek Adjie pada Martha.

Martha langsung membulatkan matanya tidak terima karena cowok kenalannya baru saja di hina oleh Adjie. "Apa-apaan lo! Dia ganteng banget ya! Cuman punya berewok aja!"

"Iya berewok, kotor banget suruh cukuran kek!"

"Lo!" Martha menonjok lengan Adjie.

Rajasa tak bisa menahan tawanya melihat kelakuan cucu-cucunya ini. Suatu berkah baginya di usia tua ini dia masih disenangkan oleh tingkah cucu-cucunya yang sangat menghibur.

"Opa,"

Rajasa menoleh ke arah kanan dan melihat kedatangan Luki bersama... seseorang yang tidak pernah Rajasa harapkan kedatangannya.

Lantas Rajasa panik melihat ekspresi tunangan dari Luki sendiri, yang tak lain adalah Denok. Gadis itu mematung luar biasa setelah melihat keberadaan Luki dan kekasihnya di rumah ini.

"Luki apa-apaan kamu?! Kenapa kamu bawa dia kemari?!" tanya Rajasa tanpa berpikir ulang bahwa dia bisa saja menyakiti perempuan yang sedang Luki gandeng.

Sementara itu, Laskmana dan Adjie hanya bisa melihat tatapan serius Denok yang menyiratkan kemarahan serta kekecewaan.

Ini adalah sebuah malapetaka.

***

Luki menggandeng tangan Kezia dengan begitu erat, seolah ingin menyampaikan bahwa hubungan mereka kian kuat dan tidak akan pernah terpisahkan. Denok ingat, dia pernah meminta agar Luki memperjuangkan Kezia, tapi dulu—sebelum Denok tidak pernah merasa senang karena mengenal Luki. Sebelum Denok bisa merasakan bagaimana dihargai oleh Luki yang menghormati keinginannya sebagai perempuan.

Tapi, harapannya ternyata pupus. Dengan permintaannya agar Luki tidak menyentuhmu sembarangan, ataupun melakukan skinship berlebihan dengannya, Luki pun terasa semakin jauh dengannya. Tidak ada Luki yang selalu berusaha mengabarinya, tidak ada Luki yang berinisiatif mengajak makan bersama, ya... karena hubungannya dengan Luki pun baru melakukan hal-hal biasa yang menurut orang lain bukan sebuah hal spesial.

Tapi, Denok menganggapnya spesial. Karena apa? Pria itu yang telah menjadi ciuman pertamanya, dan pria itu yang Denok temukan kepada Papanya, dan pria itu juga yang telah menariknya kembali setelah Denok meminta putus. Denok rasa, dia menelan saran bulat-bulat dari Abby agar dia berani membuka hati untuk Luki, itu kenapa rasanya agak mengecewakan ketika melihat Luki bersama perempuan yang bukan dirinya.

Lantas perasaan apakah ini? Oh ya, Denok ingat, ini adalah perasaan akan kecemburuan. Beberapa teori menyebutkan bahwa cemburu adalah rasa emosi yang dialami oleh seseorang ketika merasa hubungan yang dimiliki dengan seseorang terasa terancam, dan mengakibatkan kehilangan akan kepemilikan. Dan Denok tahu pasti kenapa dia merasa takut kehilangan.

Selama beberapa bulan ini, tepatnya setengah tahun ini, Denok mengenal Luki Amidjaja sebagai tunangannya. Seseorang yang memiliki ikatan hubungan dengannya, karena pertunangan itu lah Denok sempat dekat dengan Luki dan merasa bahwa pria itu pusat hidupnya.

Kenapa Denok baru menyadarinya sekarang?

"Bawa dia pergi, Luki!" ujar Rajasa dengan suara lantangnya mengusir Kezia dan Luki secara bersamaan. "Keluar dari rumah ini!"

"Opa," Martha mendekati Rajasa dan berusaha menenangkan Opanya, sementara Adjie berdiri dengan tatapan mencemooh karena tidak sangka bahwa Luki akan melakukan hal nekat di depan Denok.

Laksmana? Jangan ditanya, pria itu mengetatkan rahangnya dan hanya bisa menghela napas dengan jenuh karena kali ini Luki benar-benar membuat masalah.

Tidak ada yang menyadari perasaan Denok, untungnya dia bisa menutupi segalanya.

"Dengarkan aku dulu, Opa." pinta Luki pada Rajasa Amidjaja. "Aku tidak bisa menikahi Denok, yang aku inginkan adalah Kezia. Sejak dulu."

Good job, Denok memuji Luki di dalam hati dan melihat betapa beruntungnya Kezia memiliki Luki di dalam hidupnya.

"Sudah sinting kamu! Dimana otak kamu, Luki?! Apa ini bagian dari rencana kamu?!" bentak Rajasa dengan kemarahannya yang sudah tidak dikontrol.

Ariel, calon istri Adjie mendekati Denok dan merangkul bahu Denok dengan begitu posesif, seolah menunjukkan bahwa Denok tidak sendirian di sini.

Tatapan Luki akhirnya mengarah pada Denok, wajah pria itu berbeda, dan tidak sehangat biasanya. Denok tahu, itu adalah tatapan pertama kali ketika dia dan Luki bertemu di acara peresmian pertunangannya.

"D, maafkan aku." ujar Luki kepada Denok.

Denok mengangguk cepat dan berusaha tersenyum tapi ia tidak bisa. "Nggak apa-apa, Mas." jawab Denok menegarkan dirinya sendiri.

Dan Luki tahu, ketika Denok benar-benar memanggilnya dengan sebutan Mas itu menandakan bahwa Denok benar-benar tidak mengenal dirinya, atau sengaja memperingatkan Luki pada masa-masa di awal pengenalan yang penuh kelicikan, kebencian, dan ketidaksukaan.

"Dulu, saya pernah minta Mas Luki untuk mempertahankan cinta Mas Luki. Dan itu berhasil, kan?" kata Denok sembari bangkit berdiri dan memandang Luki tanpa keraguan.

Saya, bukan aku.

"Saya rasa, Mas Luki berhak menerima dan mendapatkan apa yang Mas Luki inginkan sejak dulu. Biarlah Opa," kali ini Denok mengalihkan tatapannya dan tersenyum tipis pada Rajasa Amidjaja menunjukkan bahwa dirinya tidak apa-apa. "Beri restu untuk Mas Luki dan kekasihnya, urusanku dengan keluarga ini selesai, aku nggak mau memberatkan Opa dengan masalah seperti ini. Sudah seharusnya Mas Luki bersatu dengan kekasihnya."

"Denok..." Rajasa menelan pahit karena dia merasa gagal pada gadis lugu ini.

Gadis lugu yang telah Luki permainkan perasaannya. "Nggak apa-apa," Denok berlutut dibawah kaki kursi roda Rajasa dan memandang pria tua itu dari bawah.

Adjie membuang wajahnya ke arah lain tak kuasa melihat ketegaran yang sedang Denok tunjukkan, sementara Martha menatap Luki dengan penuh kemarahan dan terutama pada sahabatnya sendiri.

"Opa harus rela, Opa harus menerima agar hati Opa juga ikut tenang. Opa pernah bilang sama aku bahwa mencoba tidak ada salahnya, dan kali ini aku akan bicara lagi pada Opa, untuk mengingatkan bahwa mencoba menerima Mas Luki dan kekasihnya tidak ada salahnya."

Siapa tahu hari ini Denok akan membela Luki habis-habisan?

"Denok," panggil Adjie dan Laksmana secara bersamaan.

Adjie merasa sebal, bukan sepatutnya Denok membela Luki dan Kezia, itu urusan mereka berdua. Laksmana memandang Adjie dan menunjuk dirinya sendiri. "Mau lo duluan apa gue yang bicara?" tanyanya agar tidak berebutan.

"Gue," kata Adjie.

Lantas Adjie mendekati Denok dan meminta gadis itu untuk berdiri. "Bukan tugas kamu untuk meyakinkan Opa menerima mereka berdua," tunjuknya pada Luki dan Kezia. "Itu urusan mereka, urusan kamu sudah selesai sampai di sini, intinya Luki tidak melanjutkan hubungannya dengan kamu."

"Aku ngerti kok, Mas." jawab Denok dengan anggukan.

"D," panggil Luki merasa serba salah, dia benar-benar bajingan karena telah membuat Denok melakukan semua ini di depan matanya. "Kita akan selesaikan berdua,"

"Nggak perlu!" tegas Rajasa menimpali dengan emosi. "Nggak ada yang harus kalian selesaikan, kamu dan Denok sudah selesai."

"Opa—"

Laksmana pun ikut berdiri di sisi Denok dan menarik lengan gadis itu hingga beralih ke arahnya. "Kamu sudah bebas sekarang, Luki sudah mempermainkan kamu."

"Laksmana!" teriak Luki tidak terima dengan perkataan sepupunya itu. "Ini urusan gue dengan Denok!"

"Ini urusan kita semua!" balas Adjie. "Lo yang menunjukkan keseriusan tapi lo juga yang mempermainkannya, kita semua tertipu sama lo!"

"Djie," lerai Ariel menahan emosi calon suaminya.

Sementara itu, Laksmana tetap berdiri di dekat Denok dan menahan lengan Denok. "Kalau urusan lo sudah selesai, berarti Denok bukan lagi tunangan lo, kan?" tanya Laksmana dengan senyuman miring nya.

Melihat itu semua, Luki merasa dejavu. Jika sudah seperti ini, maka Laksmana akan...

Dan pada saat itu juga Luki melepaskan genggaman tangannya dengan Kezia yang membuat wanita itu tercengang dan merasa kosong.

"Biarkan Denok untuk gue." kata Laksmana dengan berani dan memecah keheningan yang mencekam itu.

Langkah Luki terhenti dan semua orang menatap Laksmana dengan tatapan tak sangka. Lalu Laksmana menatap Denok dengan sungguh-sungguh, untuk pertama kalinya Laksmana tidak bisa tinggal diam melihat ketegaran yang Denok tunjukkan tadi pada semua orang.

"Saya akan menikahi kamu. Dan saya akan memberikan kamu tempat di sisi saya untuk selamanya, Denok."

Dan pada saat itu juga, Laksmana berhasil membuat pria tua seperti Rajasa diserang ketakutan dan rasa haru secara bersamaan, dan untuk pertama kalinya juga Rajasa melihat kehancuran pada diri Luki. Entah apa yang sebenarnya Luki inginkan.

Namun Denok menggelengkan kepalanya dan berusaha mundur, tapi lagi-lagi Laksmana menahan lengannya dengan lembut, tanpa menyakiti dirinya. "Saya yang akan datang pada kamu, cukup diam dan percaya pada saya, Denok. Apa kamu bersedia?"

Adjie hanya paham satu hal yang dia lihat dari apa yang Laksmana lakukan pada Denok. Intinya adalah; Laksmana pun menyimpan rasa kepada Denok tanpa sepengetahuan semua orang selama ini.

Mampus, sepupu tertuanya sekarang sudah terancam oleh saudaranya sendiri.

Dan Adjie tidak menyangka bahwa perang saudara itu akan benar-benar terjadi karena gadis cantik dan lugu ini.

Tidak. Semua ini. Gila.

Gila.

***

a/n:

Eaaaaa. Laksmana Raja di Laut~ panik nggak? Panik lah ya, memang kayaknya harusnya Denok sama Laksmana aja dari awal.

Laksmana to Denok.

p.s: plot twist, Denok menikah sama Laksmana. Setuju?

9, Desember 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro