21. Adil kah?
Denok muak! Lebih tepatnya kesal karena tahu bahwa tubuhnya semalam sudah di eksploitasi oleh Luki Bajingan Amidjaja! Oh Tuhan... memikirkannya saja sepanjang lamanya penerbangan Bali Jakarta saja sudah membuat Denok emosi.
Di sisinya, belum lagi Abby mengamuk dan tidak terima karena harus pulang ke Jakarta sementara liburannya belum selesai. Padahal, Denok sudah menawarkan pada Abby agar Abby stay di Bali bersama Martha, Adjie dan Luki. Biarkan dirinya pulang sendirian, tapi Abby kukuh ingin ikut dasar buntut!
Setelah sampai di rumah, Denok bahkan menerima pesan dari Luki. Hah, nyatanya mental lelaki itu hanya mental yupi! Tidak berani meneleponnya dan hanya bermodalkan ketikan jari!
Sogokan dinner? Tidak mempan. Malam ini Denok harus menegaskan bahwa dia tidak suka skinship berlebihan apa lagi di saat keadaan dimana dia tidak sadar atau mabuk seperti semalam.
Bukan apa-apa, Denok hanya tidak mau membiasakan kebiasaan yang mungkin terdengar wajar oleh banyak orang, apa lagi jika pasangan sudah biasa mencium satu sama lain, atau mungkin saling memberi kenikmatan satu sama lain.
Denok tidak bodoh kok, di usianya seperti ini, seks menjadi kebutuhan biologis, apa lagi jika keduanya sama-sama suka. Tapi Denok merasa dia juga berhak untuk mempertahankan prinsip yang dia miliki.
Sejak pertama Luki berani menciumnya, Denok tahu akan ada ciuman-ciuman lain yang bisa membuat Denok kecanduan. Belum lagi, sentuhan-sentuhan lain yang Luki berikan padanya sebagai pasangan, entah itu memegang tangan, memeluk, mencium, bahkan memberikan sentuhan intim untuk menggoda satu sama lain.
No, Denok tidak akan memberikan akses itu karena apa? Belum tentu Luki menjadi suaminya kelak!
Denok hanya ingin menjaga dirinya dari hal-hal yang bisa merugikan dirinya, perjalanan hidupnya itu masih panjang bahkan status pertunangannya saja patut diragukan.
Rajasa Amidjaja bahkan tidak memaksanya untuk terus bertahan dengan cucunya sendiri kok, dan lagi pula apa yang harus Denok harapkan dari pria yang mencintai perempuan lain?
Denok rasa dia tidak akan pernah bisa menggeser nama kekasih Luki dalam hati Luki. Yang ada, Denok ini adalah orang ketiga, dan sebagai perempuan Denok hanya bisa mencegah agar dirinya tidak terlalu jauh mengharapkan Luki Amidjaja terlalu banyak untuk dia miliki.
Jadi, jika ada orang yang berpikiran bahwa apa yang Luki lakukan padanya hingga membuat tanda di lehernya itu benar, maka Denok tidak tahu lagi seperti apa hal yang salah dan hal yang benar untuk diwajarkan dalam suatu hubungan.
Jika Luki menjadi suaminya, maka Denok pun akan menyerahkan dirinya secara rela dengan bahagia, karena dengan begitu dia pun punya kewajiban sebagai istri untuk membuat suaminya senang. Tapi tunangan? Apa tugas dari menyenangkan tunangan akan mendapatkan kebaikan untuk dirinya? Denok rasa tidak.
Persetan lah bagi yang menganggapnya lebai ataupun berlebihan, sok-sok'an karena menolak pria seperti Luki. Tapi, selagi Denok mampu menjaga dirnya dari hal-hal candu seperti itu, maka Denok akan berusaha melindunginya, dan malam ini, Denok rasa dia perlu memberikan pengertian pada pria dewasa seperti Luki Amidjaja agar tidak berlaku kurang ajar padanya.
***
"Kalau gue menikah gimana?"
Pertanyaan yang baru saja Adjie lontarkan itu berhasil memecah keheningan kediaman Opanya yang kini hanya berisikan Luki dan Laskmana saja. Martha masih stay di Bali karena dia mempunyai janji dengan temannya.
Luki menatap Adjie dengan horor begitu pun dengan yang Laksmana lakukan.
"Lo mau menikah sama siapa tolol?" tanya Luki dengan kesal.
Setelah membuat kekacauan hingga liburan yang dia rencanakan untuk Denok gagal, sepupunya yang kurang waras dari bayi ini mengatakan ingin menikah? Apa salah Tante Penelope sampai harus punya anak seperti Adjie?
"Ariel,"
Laksmana tak bisa menahan dirinya hingga merasa jantungnya baru saja terkena aritmia. "Jangan bercanda, Djie. Lo suka sama Ariel? Cinta? Setahu gue lo nggak punya perasaan seperti itu buat perempuan."
Kata-kata Laksmana memang berhasil menampar ulu hati Adjie. "Gue nggak sebrengsek itu, Laskmana! Gue juga pernah jatuh cinta!"
"Tapi kenapa harus Ariel?" tanya Luki penasaran.
Luki tahu siapa Ariel yang Adjie maksud. Dia adalah Ariel Tjahjawulan, artis turunan Belanda dan wajahnya memiliki garis wajah blasteran campuran Indonesia, cantik memang, dan orangnya ceria—maka dari itu acara di TV pun seringkali menjadikan dia host karena Ariel pandai menghidupkan suasana.
Tapi siapa sangka, sepupunya malah berencana menikahi Ariel? Out of his ideal type, pikir Luki. Bukan berarti Luki merendahkan tipe ideal Adjie, hanya saja Luki sangat mengenal apa yang Adjie sukai sampai berpikir bahwa rasanya tidak mungkin untuk Adjie menyukai Ariel.
"Lo berdua pernah nggak sih, merasa klik sama seseorang dan kalian yakin sama orang itu?" tanya Adjie pada kedua sepupu lelakinya yang sebenarnya brengsek juga.
Laksmana menggeleng dengan wajah datar. "Sejauh ini, gue lebih klik sama pasien yang mau nurut dengan saran gue agar mau merubah pola hidupnya agar sehat."
"Bangke!" umpat Adjie dengan sebal.
Bisa-bisanya manusia seperti Laksmana tidak diberikan hati yang mudah untuk jatuh cinta. Luki dan Adjie berharap, Laksmana diberikan perempuan yang bisa merusak mental dingin Laksmana, biar tahu rasa dia!
Sedangkan Luki berpikir keras dengan pertanyaan yang Adjie tanyakan tadi. Merasa klik atau yakin? Luki merasakannya ketika bersama Kezia, namun entah kenapa yang ada di otaknya saat ini membayangkan jika dia sendiri klik pada Denok.
Padahal belum beberapa jam dia dimarahi oleh gadis itu lewat pesan, rasanya menakutkan, Luki belum pernah merasa setakut ini pada perempuan jika itu selain Mamanya.
Heran, kekuatan apa yang Denok miliki hingga berhasil mengusik jiwanya yang biasanya memiliki rasa dendam dan tidak terima disalahkan.
"Gue merasa gue yakin dengan Ariel, cewek itu nggak ribet dan terlalu waras untuk gue. Lagian, gue suka cewek yang rasional dibandingkan cewek menye-menye yang kadang nggak bisa mengutarakan apa yang dia inginkan." kata Adjie kepada dua sepupunya.
"Memang Ariel mengutarakan apa yang dia inginkan sama lo?" tanya Luki.
Dan Adjie pun mengangguk. "Iya, Ariel bilang meskipun dia pengabdi romantis, dia tetap suka lelaki yang bertanggung jawab dan berani memilih. Dia bertahun-tahun menghabiskan hubungan beda keyakinan yang ujung-ujungnya keduanya nggak ada yang mau mengalah."
"Ah sulit," timpal Laksmana dengan entengnya.
Namun Luki pun akan melakukan hal yang sama jika memang keyakinan berbeda. "Soal keyakinan itu sangat krusial, mungkin sebuah hubungan masih bisa di toleransi, tapi tetap saja... keyakinan yang sudah lo anut sejak lahir, tiba-tiba tergoyahkan karena cinta tetap aja, ujung-ujungnya bakal ribut."
"Itu makanya, dia bilang dia sama gue satu keyakinan dan dengan entengnya dia bilang, andaikan lo dan gue saling jatuh cinta."
Luki tersenyum simpul. "Oh, jadi lo merasa mendapatkan ide begitu?"
Sialnya Adjie mengangguk jujur. "Iya, not bad lah! Gue juga nggak bisa mikir cewek mana lagi yang harus gue nikahi kalau itu bukan Ariel?"
"Gila..." gumam Luki memaki pemikiran Adjie yang begitu simpel.
Sementara dirinya?
"Kalau lo benar mau menikahi Ariel, coba lo minta izin sama Opa." ujar Laskmana memberikan saran.
Adjie menganggguk setuju. "I will,"
"Jangan jadi suami yang gagal ingat." kata Laksmana lagi memperingatkan Adjie.
Adjie melengos dan membalas tatapan Laksmana dengan sombong. "Sana deh, lo jatuh cinta dulu biar ngerasain patah hati!"
"Sialan lo."
Dengan obrolan ini, Luki berpikir keras. Memang, ada wanita yang benar-benar ingin Luki nikahi sekarang?
Apa wanita itu Kezia?
Tidak, rasanya tidak sesenang dulu, dan bahkan aneh.
Jika Denok?
Gadis itu baru saja marah karena Luki menyentuhnya sembarangan tanpa izin ketika dia mabuk, dan Luki berpikiran untuk menikahi gadis itu? Tidak mungkin... itu sebuah kekonyolan.
Ya, kekonyolan, Luki tidak mungkin menikahi Denok.
***
Denok turun dari kamarnya dan melihat Luki Amidjaja sudah duduk dengan tenang di sofa ruang tamu dengan kemeja putih yang terbuka tiga kancing hingga memperlihatkan dadanya yang sedikit berbulu, lalu black trouser yang dipakainya begitu rapi, jam tangan Audemars Piguet favorit Luki yang sering dipakai oleh pria itu.
Sebenarnya, Denok tidak se-excited itu untuk dinner date bersama Luki. Itu kenapa, Denok hanya memakai crop top sleeveless tee yang memperlihatkan sedikit kulit perut dan pinggangnya dipadukan dengan boots cut denim pants dan tak lupa schott bomber jacket berwarna hitam yang dipakainya.
Tak kurang ataupun tak lebih, Denok tetap menjadi cewek mamba malam ini, tidak ada penampilan manis bahkan untuk rambut pun Denok hanya mengenangnya tanpa mau memberikan effort memperindah rambut panjangnya.
Untung saja Denok memakai White sneakers from Amiri yang memanusiawikan penampilannya.
"Jalan sekarang?"
Suara Denok berhasil membuat Luki mengangkat wajahnya dari ponsel dan memerhatikan penampilannya dari atas hingga bawah secara seksama.
Apa Luki kaget? Atau pria itu akan mengomentari penampilannya?
"Wah..." decak Luki menatap Denok sekali lagi.
Denok memasukkan ponselnya ke dalam saku bomber jacket-nya. "Kenapa?"
"So pretty," puji Luki.
Denok menoleh dengan lehernya yang terasa kebas sekarang. Tidak salah kah? "Nggak usah pencitraan," kilah Denok dengan sebal.
Luki bangkit dan tersenyum lebar kepadanya. "Bekas kissmarknya sudah hilang?" tanyanya dengan tanpa dosa.
Denok lantas menggelengkan kepalanya dengan tidak suka. "Aku tutup pakai concealer."
"Oh..." kata Luki dengan nada bicara yang terdengar kecewa. "Shall we go now?"
Denok mengangguk. Sepanjang perjalanan, Luki terus membahas bahwa dia sudah menyiapkan rencana untuk Denok di Bali, dan menyayangkan kepulangannya yang cepat.
Tapi Denok tidak menggubrisnya sampai mereka berdua sampai di Distrik 8, The Langham Jakarta. Pria itu sudah reservasi di Tom's by Tom Aikens, restoran yang berada di lantai 62 itu menyuguhkan pemandangan kota Jakarta pada malam hari.
Denok membuka bomber jaketnya dan membuat Luki langsung membantunya dari belakang. "Thanks," kata Denok setelah melihat Luki menyampirkan jaket bombernya dengan baik.
Luki mengangguk kecil dan menggeser kursi ke belakang agar Denok bisa duduk, setelahnya pria itu membungkuk di belakangnya, aroma parfum Luki yang gentle perpaduan amber, bergamout dan aroma pepper yang mencirikan parfum khas seorang pria dewasa itu memenuhi Indra penciumannya.
"Aku boleh cium kepala kamu?" bisik Luki di telinga kirinya meminta izin.
Denok mendongak ke belakang dan kedua matanya saling bertatapan dengan mata hitam Luki. Lantas dia mengangguk pelan, setelahnya Luki mencium puncak kepalanya cukup lama dan gerakan yang lembut.
"Thank you," ujarnya.
Setelah memastikan Denok duduk dengan nyaman, Luki duduk di hadapan Denok dan memandangi betapa menariknya gadis yang ada di hadapannya ini. Kulit pinggang Denok dan dan perutnya bisa terlihat begitu kontras dengan crop top hitam yang dipakai gadis itu.
Sejak tadi, Luki tidak bisa berhenti mengagumi penampilan tomboi Denok. Mungkin, ini istilah yang tepat untuk mengatakan bahwa Denok punya aura girl crush yang kuat.
"Kamu mau makan apa, Sayang?" tanya Luki pada Denok.
"Lemon grilled chicken," jawab Denok tanpa mau mengangkat wajahnya dari menu. "Prime angus cheese burger, spaghetti alle vongole, pineapple juice."
Luki tersenyum mendengar pesanan Denok yang cukup unik, biarkan saja pikirnya dia ingin melihat seberapa lahapnya gadis itu.
Sedangkan Luki memesan wet aged striploin serta mashed potato bone marrow.
Setelah pelayan pergi, Denok menatap Luki secara lurus dan berani. Luki menggenggam tangan Denok yang ada di atas meja dan mengusap punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya.
"Aku mau bicara," kata Denok.
Lantas Luki mengangguk. "Aku tahu,"
"Soal yang kamu lakukan malam kemarin, dan apa yang aku lakukan saat aku nggak sadar." Denok menghela napasnya dan memandang Luki dengan cara yang tidak biasa. "Maaf, aku nggak suka dan aku nggak akan membiarkan hal itu terulang lagi."
"D, aku minta maaf. Oke, itu pun sama di luar kontrolku, aku yang nggak bisa menahan diri."
Itu jawaban lebih tepat, dan Denok setuju. "Tapi kamu adalah pihak yang paling sadar dibandingkan aku."
"I'm sorry," kata Luki dengan penuh penyesalan. "Aku janji nggak akan melakukannya sebelum aku bertanya dan meminta izin kamu."
Denok mengangguk setuju. "Izin memang diperlukan, seperti tadi. Kamu meminta izin kepadaku sebelum mencium kepalaku, itu adalah sebuah consent—agar aku nggak kaget. And I think its fine biar nggak ada yang merasa jadi korban atau pelaku dalam hubungan yang krisis ini."
Luki tertawa pelan dan mengangguk, pria itu mengangkat tangan Denok dan mencium punggung tangan Denok. "Kalau ini namanya inisiatif, aku nggak bisa tahan untuk nggak cium tangan kamu."
"Untuk hal yang lain, aku tahu kamu pria dewasa. Dan sepertinya..."
Denok menunduk dengan lesu. "Sepertinya kenapa?"
"Aku nggak bisa memberikan apa yang kamu butuhkan, not lie—kita berdua cuman manusia biasa dan punya kebutuhan biologis, dan asal kamu tahu aku nggak akan bisa memberikan hal itu kepada kamu. Aku nggak akan menyinggung bagaimana gaya berhubungan kamu sebelumnya, tapi aku tetap nggak bisa melakukannya dengan kamu."
"Aku nggak minta itu sama kamu, D." tekan Luki dengan serius kali ini.
Denok percaya, ya dia percaya Luki tidak akan memintanya karena apa? Ya karena tidak mungkin juga pria yang jelas tidak menyukainya mengajaknya berhubungan lebih intim. "Aku cuman kasih warning untuk kita berdua. Kita berdua belum tentu menikah, dan jika hal itu terjadi aku hanya akan melakukannya dengan suamiku kelak."
Luki tidak melepaskan tatapannya dan Denok dan Denok memutuskan untuk menarik genggaman tangannya dari tangan Luki. "Sex after marriage, itu prinsipku. Dan soal sentuhan, kissing yang kamu dan aku lakukan kemarin tetap nggak bisa aku benarkan. Apa pun itu alasannya. Maafkan aku."
Luki merasa dia seperti pria kurang ajar sekarang. "Kamu nggak perlu minta maaf, D."
"..."
"Tenang saja, aku akan menghormati keputusan kamu."
Apa kata-kata pria itu bisa dipegang? "Benarkah?" tanya Denok dengan ragu.
Luki mengangguk. "Ya, aku nggak akan menyentuhmu tanpa izin ataupun memaksa kamu, jika ingin kita berdua akan melakukannya dalam keadaan mau sama mau, bagaimana? Adil?"
Adil kah? Bagi dirinya yang sudah pernah merasakan ciuman Luki secara sadar, adil kah?
"Ya, terima kasih atas pengertiannya." ujar Denok pelan dan malu.
Sumpah demi Tuhan, pada saat itu juga, Luki bisa melihat semburat merah yang muncul di kedua pipi Denok.
Denok yang malu-malu adalah Denok yang menggoda iman lelakinya. Luki sadar betul kalau dia sudah terjatuh dalam pesona Denok Kanara Djatiwibowo.
***
a/n:
Capek lah, nggak kelar-kelar lo berdua.
Yang baca juga kayaknya ikut capek wkwk, kapan nggak denial nya haha. Oh ya, Denok ini termasuk cewek pick me bukan? Kalau iya, kenapa dan kasih tau alasannya yaaa😂
p.s: baru nemu waktu santai nih, pagi-pagi di hari weekdays bisa rebahan itu ajaib. Tapi si aku kudu kelarin cerita Denok dan Luki, dan kudu tamat ya pemirsahhh wkwkwk.
6, Desember 2022.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro