Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Pertemuan

Luki Amidjaja tidak bisa menahan keterkejutannya ketika Sagar, asistennya mengatakan bahwa Sisca Moestopo mengajak janji temu dengannya di salah satu lounge bar di Jakarta Selatan milik Desmond Winarta suaminya.

Sisca Moestopo. Mendengar nama itu hanya ada beberapa kata yang Luki ingat, dia adalah wanita yang memancing gairah perfilman Indonesia lewat layar lebar—saat dulu. Luki mungkin masih remaja ketika mengetahui Sisca Moestopo, penampilannya di film Perhatian Sang Tuan Tanah menyabet banyak pujian di masa itu,

Karier Sisca Moestopo juga bukan main-main, kecantikannya saja sudah dikenal sebagai kecantikan legendaris Indonesia. Dengan wajah oriental yang kental, serta garis halus turunan Jawa yang manis membuat Luki sadar darimana gen yang didapatkan oleh Denok Kanara Djatiwibowo.

Kehidupannya bersinar, setiap film yang dibintangi oleh Sisca Moestopo pasti akan melejit, sayang saja hidupnya agak skandal setelah mengenal pria Djatiwibowo dan akhirnya memiliki Denok. Lalu, apakah Luki akan menolak tawaran pertemuan itu? Jelas tidak, karena bagi Luki dia adalah orang tua Denok, dan sudah seharusnya Luki menghormatinya sebagai orang tua dari tunangannya.

Meskipun dia akan belajar pura-pura tidak tahu di depan Sisca Moestopo nanti.

Lounge bar itu sudah ditutup untuk sementara waktu ketika Luki datang bersama Sagar. Wanita berusia lima puluhan awal itu menyambutnya dengan senyuman dingin, dan wajahnya begitu tegas mengingatkan Luki pada Denok.

Anak dan ibu itu memang bak pinang yang dibelah, hanya saja Denok memiliki kulit yang lebih cerah dibandingkan Ibunya. Bukan Luki body shamming, tapi Luki memang sejujur itu setelah tahu betapa pucatnya kulit Denok ketika bersampingan dengannya.

"Selamat datang, Luki? Can I call you just by your name?" sapa Sisca lebih dulu kepadanya.

Luki mengangguk. "Silakan, ngomong-ngomong apa saya harus memanggil Anda dengan sebutan Ibu? Atau Tante?"

"Tante is fine, sama seperti Denok ketika memanggil saya." balas Sisca menegaskan bahwa pertemuan ini memang ditujukan untuk membahas Denok.

Luki membuka kancing jasnya dan tersenyum jumawa. "Baik, Tante."

"Silakan duduk, Luki. Mau minum apa?"

"Iced americano saja."

"Baik," Sisca memanggil salah satu pelayan dan memesan dua minuman untuk Luki dan untuk dirinya sendiri.

Luki menunggu hal apa yang akan Sisca katakan kepadanya perihal Denok, tapi sepertinya setelah ini Luki akan mendengarkan pengakuan.

"Saya harap kamu sudah tahu siapa saya dari Kakekmu,"

Kedua alis Luki terangkat, jadi Opa dan Sisca Moestopo sudah melakukan pertemuan lebih dulu? "Ya, Sisca Moestopo, ibu kandung Denok." balas Luki.

Sisca mengangguk dan membenarkan pernyataan Luki. "Benar, saya akan mengenalkan diri saya secara bangga pada kamu bahwa saya adalah ibu Denok, tapi Denok jelas belum tahu siapa saya."

See? Luki jadi penasaran bagaimana respon Denok jika gadis itu tahu bahwa Sisca Moestopo adalah ibu kandungnya.

"Kamu sepertinya senang memainkan peran hubungan penuh kebohongan dan tipu daya dengan anak saya ya, Luki." ujar Sisca tanpa tedeng aling-aling.

Luki terkekeh pelan dan mengusap keningnya. "Maaf? Maksud Tante?"

"Saya paham," Sisca mengangguk dengan senyuman keibuan. "Gadis seperti Denok sebenarnya bukan lawan kamu, dibandingkan jadi pasangan—Denok akan terlalu menyusahkan kamu dan membuat kamu kelelahan."

"Ucapan Tante adalah apa yang saya pikirkan sejak awal." Luki mengakui apa yang Sisca katakan ada benarnya. "Tapi ekspektasi saya dipatahkan setelah berbicara dengan Denok."

"Kenapa dengan putri saya?" tanya Sisca penasaran.

"Denok seperti kejutan, anggap saja Denok adalah sebuah kotak yang isinya tidak saya ketahui. Di awal pertemuan Denok memberikan kejutan pada saya, bahkan hingga hari ini pun dia selalu membuat kejutan untuk saya."

"Kamu jangan aneh-aneh dalam menilai anak saya." tekan Sisca dengan halus, tapi dari setiap kata-katanya Luki bisa menangkap ancaman. "Kamu memiliki kekasih, untuk apa kamu membicarakan Denok seserius itu?"

Luki tertawa mendengarnya, itu artinya dia memang sedang diremehkan di sini. "Harusnya Tante mengerti, kalau saya memang penasaran dan tertarik pada Denok."

"Luki... Luki..." Sisca menggelengkan kepalanya dengan tatapan takjub. "Andaikan kamu tahu kekhawatiran saya,"

"Apa itu, Tante?"

"Saya takut Denok jatuh cinta pada kamu."

Luki merasakan kelegaan menjalari dadanya, berarti bukan hanya dirinya yang takut di sini, tapi Luki memang mengharapkan Denok jatuh cinta kepadanya.

Luki mengikuti arah pandang Sisca yang tengah memandangi sebuah lukisan abstrak yang menurut Luki tak menarik.

"Saya pernah dikecewakan karena cinta, rasanya begitu acak-acakan dan hancur. Dan saya tahu bahwa semua manusia memang harus merasakan rasanya patah hati agar tahu apa yang salah dari diri kita, dari diri pasangan, dan dari sebuah hubungan yang salah," lalu Sisca kembali menatap Luki dan melanjutkan perkataannya. "Saya percaya Denok akan baik-baik saja meskipun dia patah hati nantinya, tapi... apa sebaiknya saya memberitahu Denok, atau kamu yang memberitahu Denok agar kalian berdua tidak mengulang kesalahan yang akan terjadi nantinya."

Sejauh ini, Luki merasa tidak berbuat salah apa pun dan dia belum mengecewakan Denok. "Saya belum bahkan tidak berpikiran akan membuat Denok patah hati." balas Luki terang-terangan.

"Kamu hanya tidak sadar,"

"Apa yang Tante maksud?" Luki rasanya tidak mau berbasa-basi.

Sisca menyatukan kedua tangannya di atas meja dan tersenyum dengan begitu menawan. "Malam dimana dia celaka karena jambret, malam itu—tidak, hari itu—adalah hari dimana Denok mencari tahu dan mengikuti kamu seharian."

Jantung Luki rasanya baru terkena serangan dan dia tidak bisa berkata-kata, Denok mengikutinya? Itu artinya Denok tahu bahwa dia bersama dengan Kezia?

"Dia memastikan bahwa kamu memang akan bersama kekasih kamu, karena apa? Dia ingin tahu sejauh mana kamu peduli padanya atau pada Kezia. Mungkin, kamu tidak bisa melihatnya karena ya... saya tahu Denok terlalu dingin dan tidak berekspresi."

Sisca menjelaskan seorang Denok Kanara Djatiwibowo layaknya seorang ibu yang benar-benar memahami karakter serta sifat anaknya.

"... Itu kenapa, saya bilang bahwa dia sudah menyiksa dirinya secara tidak langsung. Mungkin kelihatannya dia tidak peduli soal kamu, tapi ternyata dia peduli sampai mengikuti kamu." Sisca senang melihat Luki yang terkejut hingga tidak bisa bersuara. "Kalau kamu memang menyukainya, coba kamu gali perasaan dia, kamu dapatkan dia hingga dia bisa terbuka pada kamu. Setelah itu, rasakan apa yang terjadi jika dia sudah mempercayai kamu, Luki."

Selama ini, dia selalu berusaha mengikuti apa kata hatinya ketika Denok berkata; jika Luki memang ingin melindunginya, cukup dengan menjadi lelaki yang bisa bersikap baik kepadanya. Dan selama ini juga Luki telah menyalahgunakan kekuasaan yang dia miliki sebagai lelaki dan tunangan gadis itu agar bisa menguasai Denok.

"Terima kasih atas perhatian Tante, saya cukup terkejut karena ternyata Denok memiliki interest yang sama dengan saya," jawabnya lega, jujur Luki belum pernah merasa selega ini. Ternyata, Denok memedulikannya.

Sisca membuang napasnya dengan kasar dan menyandarkan tubuhnya di kursi. "Saya minta kamu untuk menjaga putri saya, kalau kamu memang sudah tidak menyukainya, bilang pada saya dan saat itu juga saya akan membawanya dari kamu, Luki."

"Tenang, Tante. Kalau Tante lupa saya adalah tunangan Denok."

"Baru tunangan, kan?" balas Sisca senang. "Kalian belum jadi suami istri, dan saya harap akan banyak waktu yang harus kalian lewati ke depannya."

"Apa maksud Tante saya tidak boleh memiliki Denok dengan cara cepat?"

Sisca mengangkat bahunya. "Hanya Tuhan yang tahu, Luki."

***

"By,"

Abby menoleh dengan mulut yang penuh dengan keripik kentang. "Kenapa?"

"Besok kita ke Bali, packing gih."

"Hah?" Abby cengo. "Kok tiba-tiba Bali? Gue kan belum di kirim duit sama Papa gue bisa-bisanya lo ajak gue ke Bali?"

Denok bangkit dari sofa dengan kesal. "Luki yang ajak, lo mau ikut apa kagak? Gratis soalnya."

"Gratis?" terang saja kedua mata Abby berbinar mendengarkan kalimat itu. "Serius dibayarin sama Mas Luki? Naik apa? Tiketnya gimana?"

"Nggak usah banyak tanya," Denok jalan menuju kamarnya sementara Abby mengikutinya dari belakang. "Lebih baik lo ikut daripada gue terjebak sama keluarga Amidjaja di sana."

"Memang siapa aja yang ikut?"

"Katanya ada Mas Adjie sama Martha, tapi ya... tetap aja gue bakalan canggung kalau nggak ada lo."

"Sialan, jadi gue cuman bahan untuk menemani lo ya?" Abby menyipitkan matanya. "Tapi nggak apa-apa soalnya gue bakalan holiday gratis, makanya... gue bilang apa, lo tuh beruntung bisa balikan sama Mas Luki."

"Gue..." tangan Denok yang tengah melipat bajunya terhenti membayangkan bahwa sejauh ini dia belum menemukan hal yang menyenangkan ketika bersama Luki. "Lo tahu gue freak banget, Luki juga kelihatannya nggak begitu senang sama gue meskipun dia bilang suka sama gue. Mustahil tahu nggak? Ketika lo bilang suka sama orang lain tapi di hati lo ada nama cewek lain di dalamnya."

"De..." Abby menghela napasnya dengan berat, segitu parahnya ketidakpercayaan Denok. Memang terdengar masuk akal sih, tapi bukannya Luki Amidjaja ini tidak mudah dilewatkan? "Coba buka hati lo, kata lo biar bisa berjalan artinya lo dan Luki harus membuka gerbang tinggi itu secara bersama. Kalau Luki sudah mencobanya kenapa lo nggak mencoba?"

Denok mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. "Apa gue harus jadi cewek centil? Cewek perayu? Lo tahu gue nggak bisa merayu, By!"

"Kok merayu?" tanya Abby dengan kening yang berkerut. "Yang suruh lo jadi cewek perayu itu siapa?"

"Ya habis... gue tuh kayak bukan tipe si Luki banget nggak sih?!"

"Ya kalau soal itu gue nggak tahu!" balas Abby dengan tawanya. "Lo itu aneh banget deh, De... kenapa lo sibuk memikirkan tipe Mas Luki?"

"Ya soalnya..." Denok menggigit bibirnya.

Denok mengingat bagaimana penampilan Kezia, perempuan yang menjadi kekasih Luki. Dia cantik, tinggi, terlihat dewasa, menarik, dan tipikal cewek pintar yang bisa membawa bahasa tubuh dengan baik.

Jadi jelas saja Denok minder karena jelas perbedaan antara Kezia dan Denok itu sangat jauh. Lihat dirinya sekarang? Tanpa polesan makeup, wajah standar, Denok merasa tidak memiliki apa-apa dibandingkan cewek Luki.

"Jangan terlalu banyak mikir!" Abby menyikut lengan Denok. "Lo itu sama Mas Luki baru baikan, kan? Gunakan waktu liburan nanti buat pendekatan, jangan gengsian, jangan terlalu jutek juga."

Apa benar dia sejutek itu?

Tapi kalau dipikir-pikir Denok memang mengakui bahwa dia terlalu bersikap dingin kepada Luki karena Denok tadinya harus membangun benteng untuk menjaga dirinya sendiri.

Untuk pertama kalinya Denok merasa dia harus melindungi dirinya sendiri dari pria macam Luki. Pria dewasa yang bisa melakukan apa pun, termasuk menghancurkan hatinya.

Duh....

Denok berdecak. "Gue harus mencoba dengan Luki ya, By?"

Abby mengangguk dengan senyuman. "Iya, lo coba perhatikan dia. Kalau dia bersikap hangat sama lo, artinya lo juga harus bersikap hangat dan manis sama dia."

Belum apa-apa Denok sudah bergidik duluan. "Gimana nanti deh!!"

Dia? Bersikap hangat kepada Luki?

Jangan mimpi!

***

a/n:

Sebelum masuk jam dinas, biar nggak keteteran wkwkwk.

3, Desember 2022.

p.s: menuju akhir tahun, semoga hal-hal baik datang kepada kita ya, aamiin.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro