12. Doa Ibu
Sisca Moestopo baru saja mengeluarkan kartu ATMnya ketika suara perempuan di sebelahnya membuat dia menoleh.
Tidak ada lagi hal yang bisa Sisca jabarkan rasanya ketika mengetahui siapa yang ada di sisinya kali ini, gadis yang sering dia ikuti diam-diam, gadis yang sering dia perhatikan diam-diam, tengah kesusahan karena satu dompetnya entah mencari apa yang membuat gadis itu terkesan panik.
"Denok?" sapa Sisca hati-hati.
Hatinya begitu senang, bagaimana bisa Sisca diam saja di tempatnya ketika perasaannya menggebu-gebu ingin memeluk si gadis cantik ini?
Denok menoleh menyampirkan rambutnya di sisi telinga dan terkejut melihat keberadaan Sisca. "Ya? Oh—hai, Tante?" Sapanya tak kalah terkejut seperti Sisca.
"Sendirian?" tanya Sisca pada Denok.
"Iya, Te.. aku sendirian, soalnya temanku lagi sibuk bikin paspor," Denok tersenyum manis kepada Sisca dan membuat hati Sisca menghangat.
Putrinya ada di sebelahnya tapi Sisca tidak bisa memeluknya sama sekali, bahkan dia ingin melakukan banyak hal, ingin memberi makan anaknya, ingin menyuapi anaknya, ingin memberikan apa pun yang dia punya untuk anaknya.
"Kamu cari apa?" tanya Sisca melihat kebingungan Denok.
"Aku... cari ATMku, tapi nggak ada, ini ATM tunanganku dan aku nggak mau bayar tas ini dengan ATM tunanganku, Te." keluh Denok.
Sisca melihat Denok memilih salah satu Dior saddle bag berwarna hitam. "Mau pakai uang Tante dulu?"
Para pekerja di Store itu tak kuasa menahan senyuman. Artis papan atas, seperti Sisca Moestopo menawarkan untuk membayarkan kenalannya, sungguh hati yang dermawan.
"Oh, nggak usah Tante... aku pakai ATM tunanganku dulu saja, nanti aku yang bayar sama dia." jawab Denok tak enak.
Inginnya Sisca melawan dan mengatakan bahwa dia mampu membelikan tas untuk gadis itu, tapi sungguh akan menjadi kecurigaan yang besar.
Setelah membayarnya, Denok menganggukkan kepalanya dan izin pamit. "Te, aku duluan ya—"
"Sebentar, Denok." cegah Sisca.
Sisca berdiri dengan kebingungan, tapi tolong... untuk kali ini saja dia ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan putrinya.
"Kamu sudah makan siang? Tante belum, hari ini Tante jalan sendirian tanpa manajer. Kalau kamu ada waktu, mau makan siang dengan Tante?" tawar Sisca dengan suara yang ragu.
Sisca sudah mempersiapkan dirinya kalau Denok akan menolak, tapi keberuntungannya tengah berpihak padanya hari ini dan gadis cantik itu mengangguk. "Boleh, Te. Kebetulan aku juga belum makan siang, mau makan dimana?"
Sisca tak kuasa menahan rasa senangnya dan berjalan mendekati Denok. "Kamu maunya dimana? Gimana kamu deh..."
"Mm..." Denok terlihat berpikir, ini adalah pertama kalinya Sisca melihat ekspresi gemas putrinya sendiri. "Tante suka ramen nggak?" tanyanya.
Sisca terkekeh pelan. "Suka, kamu mau ramen?"
"Mau... Tante mau? Atau mau pilih yang lain, di PI kan ada Ikkudo Ichi, aku penasaran sama ramen es krimnya sih." ujarnya dengan senyuman.
Sisca mengangguk senang melihat binar antusias pada Denok. "Oke, let's go Tante juga penasaran."
Restoran ramen itu terbilang tidak cukup ramai. Ada beberapa fans yang meminta foto pada Sisca dan Denok mewajarkan orang-orang yang ingin berfoto dengan artis besar itu.
Seperti apa yang Denok inginkan sejak awal ramen eskrim. Awalnya, Denok pun sangsi apakah rasanya akan aneh? Atau malah jadi unik?
"How?" tanya Sisca Moestopo yang ragu setelah mencampurkan es krim dengan kuah ramennya.
Denok mencobanya perlahan dan mulai merasai kuah Tori Aka Ramen itu. "Enak... sama nagih," jawabnya polos.
Sisca tak bisa menahan tawanya dan mulai mencobanya. "Enak juga,"
"Oh ya, Tante aku mau tanya maaf sebelumnya kalau nggak sopan. Tapi, anjing kecil yang warnanya putih itu punya Tante, kan?"
"Ah, ya... si Rubi. Kenapa?"
Denok menggelengkan kepalanya tak nyaman tapi ini semua demi si Abby manusia menyusahkan itu. "Beberapa hari lalu, anjing Tante yang namanya Rubi itu masuk ke dalam rumahku, Te. Aku sebenarnya nggak apa-apa terima Rubi ke dalam rumah, tapi masalahnya temanku itu alergi bulu anjing. Duh..." Denok memejamkan matanya. "Temanku itu sudah numpang banyak pula masalahnya."
Sisca merasa bersalah mendengarnya. "Oh ya? Maaf ya... Tante memang jarang kurung dia karena kalau dimasukin ke kamarnya juga dia nggak betah, ternyata suka kabur ke luar rumah juga, ya."
"Iya, Te.. maaf ya sebelumnya, tapi memang kayaknya si Rubi demen main ke rumahku, Te."
Jelas saja... batin Sisca. Sial, kalau begini caranya tidak ada cara lain. Anjing itu adalah jenis anjing Cihuahua yang di adopsi olehnya, Bagas menyimpan satu alat perekam di lehernya sebagai kalung yang bisa merekam ketika Rubi masuk ke dalam rumah Djatiwibowo.
Kalau begini caranya Sisca harus beritahu Alfa dan Bagas kalau anjing adalah opsi yang bahaya karena teman Denok yang selalu menemaninya tiap hari itu alergi bulu anjing.
"Tante bakal kasih tahu Bibi di rumah buat jaga Rubi biar nggak main ke rumah kamu, maaf ya, Denok.."
"Nah it's okay, Te."
Denok membuka ponselnya dan melihat pesan masuk dari Luki—pacarnya.
Gara-gara dia sudah berpacaran dengan Luki, pria itu sedikit memperhatikan dirinya. Kalau kata Abby memang begitu lah gaya pacaran, dan sepertinya Luki juga mengajarkan dirinya dari hal terkecil yang lambat laun Denok ikuti. Tapi entah kenapa apa yang orang lain katakan wajar, tapi Denok tidak bisa merasakan kewajaran di dalamnya sama sekali.
Mengesalkan, setelah ciuman itu tadinya Denok mau membatalkan acara pacaran mendadak itu, tapi Luki bilang bahwa pria itu tidak merasa menyesal sama sekali setelah menciumnya habis-habisan.
Mungkin, sebagian perempuan memang menyukai gaya pacaran yang berbeda-beda, dan termasuk apa yang terjadi kepada dirinya. Apa tidak ada cara lain yang bisa membuktikan bahwa dia worth it untuk berpacaran dengan Luki? Ah, entahlah.
Dan ya, Denok memiliki pengalaman ciuman pertama sekarang.
"Kenapa? Apa ada urusan mendadak?" tanya Sisca ketika Denok menghentikan makanannya.
"Nggak kok, Te. Tunanganku bilang dia bakal jemput aku."
"Oh ya?" kedua mata Sisca berbinar senang mendengarnya. "Baguslah.. biar kamu nggak pulang sendirian. Ngomong-ngomong, tunangan kamu baik, kan?"
Denok mengangguk dengan senyuman. "Baik, Te. Cuman ya kami berdua masih ada rasa canggung saja."
"Wajar," Sisca memberikan senyuman maklum. "Kalau pasangan baru memang seperti itu, by the way, Tante datang lho waktu kamu tunangan."
Kedua mata Denok membulat terkejut. "Oh ya? Kok aku nggak tahu?"
"Tante datang sebagai pihak tamu kamu kok, kalian kelihatan seperti pasangan yang serasi."
Kedua mata Sisca menatap Denok dengan sendu, siapa yang tidak sedih? Memikirkan putrinya sepanjang hari saja sudah membuat Sisca pening dan sekarang? Kenapa putrinya terlihat semakin dekat dengan Luki? Apa yang salah? Dan kenapa Sisca tidak tahu perkembangan selanjutnya?
Apa yang sebenarnya Luki Amidjaja rencanakan pada putrinya?
"Denok,"
"Iya, Te?"
Sisca berdeham dan tersenyum lembut penuh keibuan. "Tante cuman mau kasih saran, ya selebihnya sharing saja, sekalian sesama perempuan gitu kan. Tante berharap kamu terus bahagia bersama Luki Amidjaja; kalau memang jodohnya."
Kedua mata Denok mengerjap perlahan, tidak menyangka bahwa Sisca Moestopo akan mengajaknya diskusi soal hubungan?
"... mencintai orang secukupnya, jangan berlebihan. Kalau bisa sih, kamu yang dicintai dan semoga saja perkiraan Tante soal Luki Amidjaja nggak salah. Ada baiknya, kamu juga menjaga hati, sebelum benar-benar ada orang yang siap memberikan hidupnya untuk kamu, sebaiknya kamu jangan percaya pada siapa pun."
Denok masih diam, dia tidak mau menyangkal karena apa yang Sisca katakan adalah sesuatu hal yang baru untuknya. "Kadang, orang yang lagi cinta memang bakal banyak menyangkal, tapi Tante lihat kayaknya kamu nggak akan begitu."
Senyuman penuh arti yang Sisca berikan mampu membuat Denok berpikir ulang. "Aku mengerti maksud Tante, manusia memang sering denial kalau menyangkut sesuatu hal yang nggak disukai."
"Ya, itu maksud Tante. Senang dengarnya kalau kamu mengerti,"
"Doakan yang terbaik untuk kami berdua ya, Te." ujar Denok penuh ketulusan.
Sisca menahan air matanya yang ingin turun dan tersenyum penuh keibuan. "Selalu, Sayang, Tante pasti akan selalu doakan kamu."
***
a/n:
Kalo rame mau double update wkwkwk. Senyap mulu nih ah cerita si Denok&Luki, kayaknya memang ceritanya nggak seru ya? Wkwkwk.
Btw, aku pernah dapat teguran—mungkin, nggak sedikit dari pembaca yang muak sama cerita yang ujung-ujung latar belakangnya di Jakarta, kaya-raya, benci jadi cinta, ataupun fiksi romansa yang biasanya buat pembaca kesal apa lagi kalau karakter ceweknya kayak Denok begini.
Ini kita open sharing aja ya, karena aku juga nggak mau buat kalian para pembaca nggak nyaman. Di awal sebelum aku upload cerita ini, aku berpikir ulang, ini cerita bakal bisa buat pembaca ikut ngefeel atau nggak. Mungkin, kalian bakal berpikir kalau cerita ini terlalu mainstream wkwkwk.
Namanya manusia pasti punya rasa insecure, termasuk aku. Makanya, dalam satu tahun ini aku berhasil publish cerita Bumerang, Restore Me, dan yang ketiga adalah ini. Belum lagi, cerita yang masih on going kayak Tied the Knot, sama To Sir With Love, oh ya hampir lupa, Antologi Rasa (ceritanya Kenang sama Airlangga) yang aku take lagi karena itu tadi; insecure.
Aku belum merasa puas sama tulisanku, apa lagi cerita Denok dan Luki ini yang terlalu biasa. Dan mereka bilang; tidak berkembangnya kreativitas penulis. Jujur nyesek wkwk, tapi behave... karena rasanya kalau mau menjelaskan satu persatu juga percuma kali yah.
Pertama; aku selalu menulis sesuatu yang dekat dengan aku, sesuatu yang familiar untuk aku, dan sesuatu yang bisa aku jabarkan dengan sederhana ke dalam sebuah cerita agar pembaca mengerti.
Kedua; riset setiap penulisan yang aku lakukan beragam, dan perlu kalian tahu kalau Wattpad itu sarana untuk mengembangkan kemampuan menulis. Aku bukan penulis profesional, itu kenapa aku masih banyak salah dan kayaknya pembaca yang sudah suhu pasti akan malas datang membaca cerita aku. Contoh; ceritanya terlalu bertele-tele, pengembangan tokohnya bla bla bla, alurnya ketebak, ceritanya receh dan pasaran. ITS okay, GUYS karena itu semua namanya sebuah komentar. Dan bagaimana caranya penulis agar bisa berubah menjadi lebih baik? Ya dengan mengasah dan terus menulis sampai akhirnya bisa melahirkan karya yang lebih baik daripada sebelumnya.
Ketiga; aku sadar bahwa setiap cerita pasti akan bertemu dengan pembaca yang cocok, setiap genre di Wattpad itu sangat banyak, dan itu kenapa pembaca cerita itu pasti memiliki selera yang beragam. Pertanyaannya, apa penulis harus merubah sesuai keinginan pembaca, atau pembaca yang harus menyesuaikan genre?
Nah, cuap-cuapnya ternyata cukup panjang yah, janji deh bakal double update. Aku cuman mau menyampaikan apa yang aku rasakan aja, maaf ya kalau selama ini tulisanku masih kurang dan mungkin, ke depannya... akan ada beberapa ekpektasi yang bakal dikurangi ke depannya.
Tanpa mengurangi rasa hormat, aku sayang pembacaku:).
27 November 2022.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro