Love Between Two World
Tidak ada yang spesial dari cermin tua yang diletakan di istana terbuang ini. Meskipun bingkainya retak dan kacanya kotor, ada sesuatu yang terus membuat lelaki itu memperhatikannya. Cermin tua tersebut tidak memantulkan refleksi si lelaki dan ruangan, melainkan sebuah ruangan berbeda dan seorang perempuan.
Lelaki itu penasaran pada perempuan yang ada di dalam pantulan cermin. Namun, tidak setiap saat perempuan itu berada di sana. Hampir setiap hari si lelaki duduk di depan cermin, memperhatikan perempuan misterius yang tidak bisa mendnegar suara maupun melihatnya. Tatkala matahari terbenam, cermin kembali memantulkan refleksi si lelaki dan ruangannya. Jadi, ia pun memutuskan untuk memanggil Archmage untuk menyelidiki tentang cermin tersebut.
Hasilnya, cermin tersebut ternyata memantulkan dunia lain. Akan tetapi, hanya akan terjadi setiap matahari terbit hingga terbenam. Awalnya, Archmage ingin meneliti tentang sihir kuno yang terkandung dalam cermin, tetapi si lelaki menolaknya. Ia ingin memiliki cermin itu karena telanjur jatuh hati pada perempuan dalam cermin.
Si lelaki pada akhirnya memutuskan untuk memindahkan cermin tua ke istananya. Kemudian, ia menyuruh pelayan untuk membersihkannya. Dengan begitu ia bisa melihat wajah si perempuan secara jelas.
Perempuan itu berambut cokelat tua pendek sebahu. Matanya cokelat, hidung mancung, wajah bundar, bibir merah muda yang dipoles lipstick, dan rona pipi yang membuatnya makin cantik di mata lelaki tersebut. Ingin sekali ia menyapa si perempuan, menanyakan nama, hingga mengobrol. Perempuan dalam cermin sering terlihat berkutat dengan buku-buku atau benda aneh sambil mendengarkan permainan piano dari sebuah benda persegi panjang aneh.
Hingga suatu hari, untuk pertama kalinya si lelaki bisa mendengar suara perempuan itu. Ia bernyanyi dengan suara indah yang mampu menghipnotis si lelaki. Kadang, perempuan itu juga berbicara pada benda hitam persegi panjang aneh. Namun, ia sedih. Bahasa yang diucapkan perempuan dalam cermin justru terdengar asing di telinga lelaki itu. Tentu saja karena mereka berasal dari dunia yang berbeda.
Tiba-tiba saja muncul ide gila di kepala si lelaki, lantas ia segera menemui Archmage. Ia rela menguras hartanya demi sebuah benda untuk menerjemahkan bahasa asing, termasuk bahasa dari dunia lain. Lebih gilanya lagi, Archmage menanggapi ide gila tersebut dengan antusias.
[]
Sudah lebih dari satu minggu si lelaki meninggalkan istananya. Ketika ia kembali, tempat pertama yang dituju adalah ruang kerjanya di mana cermin tua itu berada. Ia merindukan perempuan dalam cermin, ia merindukan nyanyian merdu yang bisa menenangkan hati.
Tatkala ia memasuki ruangan, cermin di depannya sudah memantulkan dunia lain. Perempuan itu ada di sana, sedang menatap ke arah cermin. Cepat-cepat si lelaki menghampiri cermin, menyapa perempuan yang bahkan tidak bisa melihat dan mendengarnya.
“Oh, andai kita bisa berbincang. Aku ingin mengenalmu.”
Tak lama setelahnya, perempuan itu menoleh ke belakang. Kemudian pergi meninggalkan ruangannya. Tentu saja hal itu membuat si lelaki sedih. Ia masih tidak bisa berbicara dengan perempuan dalam cermin. Dalam lubuk hati terdalamnya ia menyesal tidak menyetujui ide Archmage untuk menyelidiki lebih lanjut soal cermin tersebut. Mungkin jika dulu ia setuju, Archmage bisa tahu caranya berkomunikasi dengan si perempuan. Akan tetapi, ia pastinya tidak akan bisa memperhatikan perempuan itu lagi.
Si lelaki tidak bersemangat, ia berjalan pelan ke sofa panjang. Dalam sekejap merebahkan tubuh di sana hingga tertidur pulas.
[]
Langit di luar sudah gelap, lelaki yang tertidur di atas sofa terbangun gara-gara sebuah suara memanggilnya. Wajah si lelaki berubah masam, ia tidak suka dibangunkan. Ditambah lagi kepalanya terasa pusing.
“Yang Mulia, akhirnya Anda bangun. Saya kira Anda sudah mati disihir Archmage,” kata asistennya.
“Kau berisik.”
“Ya ampun, Yang Mulia. Saya mengkhawatirkan Anda.” Asisten berambut merah itu terdiam sejenak. “Oh, saya lupa memberi tahu Anda kalau tadi Archmage datang ke sini. Karena tidak tega membangunkan Anda, beliau hanya duduk-duduk saja menonton Anda tidur.”
“Apa? Kenapa tidak membangunkanku?” pekik si lelaki.
“Archmage bilang, ‘Jangan dibangunkan. Tontonan seperti ini langka. Kapan lagi melihat Pangeran Mahkota kelihatan mudah dibunuh begini.’ Hubungan pertemanan kalian memang aneh.” Si Asisten menggeleng. Kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dari saku. Benda itu berbentuk seperti bola, warnanya hijau, dan di dalamnya aliran mana bergerak teratur. “Ini dari Archmage.”
Ia sudah tahu kegunaan benda tersebut, sebab selama ini ialah yang menyuruh Archmage untuk membuatkannya. Benda sihir untuk menerjemahkan bahasa asing. “Bagaimana cara kerjanya, Solar? Dia memberi tahumu tidak?”
Asisten bernama Solar itu mengangguk. “Anda cukup meletakannya di hadapan Anda dan lawan bicara. Kalau warnanya berubah jadi merah, berarti sihirnya aktif. Anda dan lawan bicara jadi paham satu sama lain, meskipun bicara menggunakan bahasa masing-masing.”
Si lelaki senang. Ia akhirnya bisa mengerti yang diucapkan perempuan dalam cermin. Tanpa pikir panjang, ia meletakan benda itu di depan meja cermin. Karena malam sudah makin larut, mereka berdua meninggalkan ruangan. Sementara itu, benda sihir tiba-tiba saja berubah warna jadi merah.
[]
Semenjak ada benda sihir, si lelaki jadi tahu arti dari nyanyian perempuan dalam cermin. Ia juga tahu apa saja yang selama ini diucapkan si perempuan, meski sebetulnya itu adalah keluhan tentang pekerjaan.
Suatu hari, lelaki yang sudah berada di ruangan sejak pagi jadi sedih. Perempuan dalam cermin tidak datang. Gara-gara ini juga suasana hatinya buruk, sehingga Solar jadi kerepotan gara-gara atasannya malas-malasan bekerja. Si lelaki bahkan menolak untuk tidur malam itu, ia lebih memilih berdiam di ruangan kerja. Membaca buku atau minum wine sambil melantur.
“Oh, andai aku bisa bertemu denganmu. Kau adalah cinta pertamaku, Perempuan Dalam Cermin,” ujar si lelaki sebelum akhirnya tertidur di sofa panjang.
Tiba-tiba saja bingkai cermin itu menyala selama beberapa menit. Setelah meredup kembali, muncul banyak retakan di bingkainya.
[]
Samar-samar si lelaki mendengar suara, tetapi bukan suaranya Solar. Jadi, ia segera bangun untuk melihat siapa yang ada di ruangannya. Namun, karena tiba-tiba beranjak, kepalanya terasa pusing.
“Oh, Anda baik-baik saja?” tanya seorang perempuan yang cepat-cepat menghampirinya.
Ketika si lelaki mendongak, matanya membelalak. Perempuan yang ada di depannya persis sekali seperti perempuan dalam cermin. Dari pakaian yang dipakainya saja terlihat aneh untuk gaya pakaian kerajaan si lelaki. Perempuan itu memakai celana bahan hitam, kemeja merah marun, sepatu bertali warna putih, di tangannya melingkar benda yang diduga jam saku versi mini.
“A-anu ... maaf. Saya tidak bermaksud apa-apa. Sebetulnya saya tersesat. Saya tidak ada niatan apa pun pada Anda,” kata si perempuan karena lelaki itu tidak kunjung menjawab.
Si lelaki tersenyum. Ia tidak peduli apakah ini mimpi atau bukan, yang penting kerinduannya terbayar. “Siapa namamu?”
“Oh, Namaku Kate. Anda?”
“Areus. Bagaimana kau bisa tersesat?”
Kate terdiam, tampak ragu untuk menjelaskan. Akan tetapi, mau tidak mau ia harus memberi tahu orang di hadapannya. Kalau tidak, ia bisa saja berakhir tidak bisa kembali ke rumah.
“Mungkin ini terdengar gila. Apa Tuan Areus akan percaya?”
“Aku akan coba mendengarkan dulu.”
Kate mengangguk. “Sebetulnya saya tidak sengaja masuk ke sini melalui cermin itu. Namun, ketika saya hendak kembali ke tempat asal, cerminnya tidak bisa ditembus lagi.”
Areus membelalak, rupanya cermin yang sekarang sedang memantulkan ruangan dari dunia lain bisa dilewati. “Kau sudah mencobanya lagi?”
“Sudah, dan tetap tidak bisa dilewati.”
“Itu ruanganmu?” Areus menunjuk ke arah cermin.
“Benar, Tuan. Sebetulnya, saya sering melihat ruangan Tuan setiap malam.”
Areus langsung menoleh, ia kemudian memegang kedua lengan Kate dengan wajah terkejut. “Tunggu dulu. Jadi, cermin di tempatmu memantulkan ruanganku setiap malam?”
Kate mengangguk. “Saya sering melihat Anda setiap kali cermin saya memantulkan ruangan Anda.”
“Astaga, ternyata cermin itu sama-sama memantulkan dunia kita di waktu yang berbeda,” tukas Areus sembari menatap lembut ke mata Kate. “Siang hari menunjukkan duniamu, dan malam hari duniaku. Sungguh cermin tua yang misterius.”
Kate kembali terkejut mendengar ucapan Areus. “Berarti, Tuan sering melihat saya?”
“Benar. Aku pernah memanggilmu, tetapi tidak ada respons. Archmage bilang hanya aku yang bisa melihat dan mendengar suaramu sampai matahari terbenam. Sejujurnya, aku sangat ingin mengobrol denganmu.”
Kate mengalihkan pandangan, semburat merah muncul di pipinya. “Saya juga ... ingin mengobrol dengan Anda. Saya selalu bertanya-tanya kenapa kejadian tidak masuk akal ini terjadi, dan selalu ingin mencari tahu alasannya.”
“Di duniamu tidak ada sihir? Setahuku hal seperti ini bisa saja terjadi.”
Kate menggeleng. “Tidak ada. Di dunia saya, sihir hanya ada di dalam fiksi. Saya tidak menyangka ternyata sihir dari dunia Anda membuktikan bahwa keberadaannya ada.”
“Sepertinya begitu. Maaf, gara-gara cermin itu kau jadi tidak bisa kembali ke duniamu.”
Wajah Kate tiba-tiba berubah sedih, tetapi ia memaksakan untuk tersenyum tanpa mengatakan sepatah kata pun. Melihat itu, Areus jadi merasa tidak enak.
“Aku akan mencari caranya, jangan khawatir.”
“Terima kasih, Tuan Areus. Saya jadi merepotkan Anda,” imbuh Kate.
“Eh, tidak apa-apa. Lagi pula aku ingin membantumu dan emm ... apa kau juga mau menjadi temanku?”
Kate menatap Areus sejenak, kemudian seulas senyuman muncul di wajahnya. “Tentu. Saya selalu berharap bisa berteman dengan Anda.”
[]
Note:
Saya bingung nulis apaan ini. Jadi, semoga juri tidak sakit mata bacanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro