Chapter 8
Warning!
Gaje, Ooc, Typo, yang gak suka gak usah baca?!
Happy reading minna?!
.
.
.
Flashback
2 tahun yang lalu.
Kyoto awal musim semi disaat bunga sakura bermekaran dengan indahnya terlihat seorang gadis cantik yang tengah menunggu sesorang di bawah pohon sakura, sesekali ia terkikik geli karena melihat anak kecil yang sedang bermain di sekitarnya.
Dahinya berkerut saat melihat jam tangannya, ia sudah menunggu selama dua jam disini dan orang yang ia tunggu belum juga datang.
Kakinya terasa kebas karena terlalu lama berdiri, ia ingin sekali duduk tapi semua bangku disana terisi penuh.
Hatinya resah saat beberapa pikiran negative mampir di otaknya, kenapa dia belum datang? Tanyanya dalam hati.
Tenten menautkan alisnya ketika melihat seorang pemuda yang sangat mirip dengan seseorang yang tengah di tunggunya, namun pemuda tersebut menggandeng seorang gadis yang tampak seumuran dengannya.
Mereka tampak bahagia, terlihat jelas di raut mereka. Jemari mereka pun tampak bertautan dan saling menggenggam satu sama lain. Senyum manis si pemuda tampak hadir di wajahnya yang selalu tampak pucat dan dingin. Mereka dengan santainya menikmati kebersamaan seolah tak ada pihak yang tersakiti.
Hatinya berdenyut sakit saat mengetahui apa yang dilakukan pemuda tersebut, kini ia tau mengapa pemuda itu tak menepati janjinya.
Meskipun ini bukan yang pertama kali kekasihnya ingkar janji, ya Tenten menunggu kekasihnya datang walau kedatangannya salah karena membawa orang ketiga.
Rasa sakit mampir begitu saja tanpa permisi, orang yang di tunngu malah ingkar janji dan Tenten pikir kehadirannya disinipun percuma hingga berakhir kecewa. Kecewa? Tentu saja, bayangakan bila kau berada di posisinya, bagaimana perasaanmu ketika menunggu seseorang yang kau cintai selama dua jam berdiri dibawah pohon bagaikan orang bodoh dan berakhir dengan melihat kekasihmu sedang berjalan dengan orang lain?
Tenten pun segera melangkah untuk meninggalkan tempat tersebut dan menjatuhkan sebuah gelang yang menjadi perantara pengikat hubungan mereka.
Ia berlari, lari secepat yang ia bisa agar segera meninggalkan tempat yang membuat hatinya sakit. Tetes demi tetes air matanya jatuh membasahi pipinya yang bulat, dalam hati ia bertanya. 'Apa salahku kami? Apa salahku?' jeritnya pilu.
"Mengapa? Mengapa rasanya sakit sekali disini?!" tangisnya pun pecah saat ia tak bisa lagi menahannya, tangannya meremas dada sebelah kirinya yang mendadak sesak. Tenten tidak tahu rasanya dikhianati sakitnya sebegini hebat, ia memang pernah ditinggalkan namun sangat berbeda dengan dikhianati.
Kini ia melangkah dengan pelan, Tenten sudah tenang karena posisinya saat ini jauh dari tempat tadi. Disini juga sepi, tak banyak yang tahu tempat ini, hanya orang-orang tertentu yang bisa datang kemari.
Tenten merasa lututnya lemas, ia tidak bisa menahan beban tubuhnya sendiri. Pandangan Tenten jatuh kedepan, menatap sendu pada nama yang tertera dengan indahnya di batu nisan yang ada didepannya.
Ya tujuannya untuk menenangkan diri dirumah malah berbelok ke arah makam tou-san dan kaa-sannya, hanya di tempat ini ia bisa mengadu. Berbagi keluh kesahnya kepada sang ibunda, entah mengapa Tenten sangat nyaman berada disini.
Isakannya berhenti saat seseorang memberinya sapu tangan berwarna merah, Tenten mendongak untuk menatap siapa orang tersebut.
"Karin" ucapnya pelan setengah tak percaya, sedangkan sosok yang di panggilnya hanya tersenyum untuk menanggapi.
Tiba-tiba pandangannya memburam dan gelap.
Flasback off
Tenten tersentak dari lamunannya, bisa-bisanya ia melamun di tengah rapat. Tenten melirik ke sebelah kirinya tepat dimana seharusnya Karin berada, namun Tenten tak menemukan sang sahabat merahnya.
'Bodoh, dia kan sedang dirumah sakit' gumamnya pelan.
Tenten melirik para koleganya dengan tatapan datar, ia bisa melihat dengan jelas di raut mereka.
'Tamak, egois, dan ambisi menjadi satu. Tak ada yang lebih baik disini, semuanya bermuka dua' batinnya geram.
Selang beberapa menit rapatpun selesai, Tenten segera beranjak untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Tunggu Uchiha-san" langkah Tenten berhenti ketika seseorang memanggilnya, Tenten pun berbalik dan menatap orang tersebut. Tenten menaikan sebelah alisnya bingung, ia berpikir bagaimana bisa dia itu ada disini?
Toneri tersenyum hangat pada Tenten ia tak menyangka bisa bertemu dengan Tenten disini, ya orang yang memanggil Tenten adalah dia Toneri Otsutsuki. Senyum yang sempat hadir diwajah tampannya seketika hilang begitu saja, pandangan matanya tak lepas dari sang pujaan hati meski senyum itu luntur saat melihat raut datar itu.
"Ada apa?" tanya Tenten datar dan tak bersahabat.
"Whoa, santailah sedikit cantik. Kita bisa mengobrol dengan santai di sebelah sana" ucapnya sambil menunjuk kearah cafetaria.
"Aku tak punya banyak waktu" balas Tenten sambil memutar bola matanya jengah.
"Sebentar saja" Ucapnya lagi.
"Tidak, sekali tidak tetap tidak" Balas Tenten dingin sambil berlalu meninggalkan Toneri yang memandangnya sendu.
"Padahal aku ingin menjelaskan semuanya, kesalah pahaman kita" ucapnya lirih.
"Andai kau tau tidak andai saja kau mau mendengarkan penjelasanku, pasti masalahnya tak serumit ini" sambungnya, ia masih menatap sendu sosok Tenten yang masih terlihat di koridor.
Masih sangat jelas dibenaknya, bayangan Tenten yang menunggunya di bawah pohon sakura dan berlari ketika ia akan menghampirinya.
Dua tahun Toneri hidup dengan rasa bersalah, meskipun ia telah mencari kebahagiaan dari sudut negeri dan ke negeri lainnya.
Rasa bersalah itu tak mampu ia hapus, setiap malam ia selalu di hantui oleh mimpi-nimpi itu.
Dimana ia melihat Tenten menangis sambil berlari, dengan dirinya yang hanya melihat dari kejauhan.
Flashback
Toneri mengejar Tenten yang berlari sambil menangis, ia mencoba mengejar namun Tenten berlari sangat cepat.
Seketika ia lupa dengan apa pun termasuk adiknya.
Ya Toneri datang kemari dengan adiknya, bodohnya ia melupakan janjinya dengan Tenten. Pasti gadis itu sangat kecewa padanya, karena bukan hanya sekali ia tak menepati janji. Toneri menghentikan laju larinya saat Tenten hilang dari pandangannya.
'Cepat sekali' batinnya risau.
"Nii-sa-n! Uhuk! Uhuk!"
Toneri sadar dan segera berbalik menghampiri adiknya, ia panik karena melihat keadaan sang adik yang tampak kacau.
"Maaf Ryu, nii-san minta maaf karena meninggalkanmu" ucapnya lirih tanpa sadar air matanya menetes.
"Lebih baik kita kembali kerumah sakit ya? Kau sudah melihat bunga sakuranya bukan?" ucapnya sambil tersenyum manis.
"Hmm, nii-sa-n uhuk! Aku masih ingin disini" ucapnya disertai senyuman tipis, Toneri ingin sekali menolak namun saat melihat tatapan memelas dari adiknya ia hanya mengangguk mengiyakan, karena terlalu riskan bila menolak.
Perasaan takut pun mulai muncul ketika melihat wajah adiknya yang kian memucat, ia sangat takut sudah cukup ia merasa kehilangan.
'Tidak! Jangan lagi kumohon. Kumohon jangan ambil dia dariku kami' batinnya memohon pada sang kuasa.
Ryu tersenyum manis pada Toneri, seakan tahu perasaan sang kakak.
"Ne nii-san, kalau aku tidak lagi bersamamu nii-san harus berjanji padaku" ucapnya sambil tersenyum.
"Tidak, kau tidak akan pergi kemanapun. Kau akan tetap bersamaku Ryu" ucapnya tegas dan tak terbantahkan.
Adiknya hanya mengukir senyum kecil saat mendengar ucapannya.
"Gomene nii-san, aku sudah tidak kuat" ujarnya lirih, setetes air mata jatuh kepipinya yang tirus.
Toneri menggelengkan kepalanya, dalam hati ia memohon pada kami-sama untuk tidak mengambil nyawa sang adik.
"Tidak, Ryu ak-" ucapannya terpotong.
"Kumohon nii-san, jangan halangi aku. Satu pesan ku nii, berbahagialah meskipun aku tak lagi bersamamu dan jangan menjadi orang yang pendendam, sayonara nii-san aku selalu menyayangimu" ucapnya lirih, senyum manis terukir diwajahnya yang cantik. Kepergiannya di iringi bunga sakura yang berguguran.
Isak tangispun terdengar dari sang pemuda, Toneri memang tak menangis dengan keras namun menangis pilu. Hanya air mata yang keluar dari bola matanya yang indah, rasa kehilangan kembali muncul.
Dari awal Toneri memang sudah diberi tahu oleh dokter yang menangani adiknya, bahwa Ryu tidak berumur panjang. Karena kanker yang dideritanya sudah stadium lanjut dan karena Ryu juga memiliki fisik yang lemah seolah mendukung penyakitnya yang memang sudah parah.
Takdir memang berkehendak lain, disaat ia memohon pada kami-sama untuk tidak mengambil adiknya namun malah sebaliknya, sang kami-sama sangat menyayanginya.
Tatapannya kini terpaku pada jasad adiknya, ia melihat raut bahagia disana.
Ia pun menghapus air matanya dan tersenyum manis.
"Lihat Ryu, aku tersenyum itu tandanya aku bahagia" ucapnya sambil menatap lembut sosok adiknya yang telah tiada.
Toneri pun melangkah dengan Ryu yang berada di gendongannya.
Pemakaman pun dengan segera ia siapkan untuk segera memakamkan jasad adiknya.
Teman-temannya datang untuk menghadiri pemakaman sang adik, namun ia tak melihat sang pujaan hati dimanapun.
"Apa dia tidak datang?" ujarnya lirih, ia merutuki kesalahan yang diperbuatnya kemarin, andai saja ia memberi tahu Tenten lebih dulu. Pasti hubungannya akan baik-baik saja, andai saja ia tak menuruti kemauan Ryu, pasti adiknya itu masih bersamanya.
"Andai saja waktu bisa kuputar kembali, akan ku perbaiki semuanya" ucapnya penuh sesal.
Keesokan harinya, Toneri masih mengurung dirinya dikamar. Ia menolak ajakan makan ataupun sarapan dari maidnya.
Hatinya masih menagisi kepergian Ryu, walau pun air matanya tak lagi menetes namun tak bisa dipungkiri raut kesedihan masih tercetak jelas di wajah tampannya.
Ia tersadar saat ada keributan di bawah, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya menuju lantai bawah.
Sayup-sayup ia mendengar suara-suara itu, semakin ia mendekati lantai bawah semakin jelas pula suara yang terdengar.
"Sasuke aku yakin si brengsek itu ada di kamarnya! Kita dobrak saja pintu nya agar dia keluar!" ujar Kiba menggebu.
"Bisakah kau tenang sedikit huh?!"balas Sasuke kesal.
"Tenang huh?! Bagaimana aku bisa tenang setelah melihat keponakanku yang hancur" ujarnya sedikit memelan.
"Diam dan jangan berisik" ucap Sasuke dingin dan tajam.
"Ada apa ini?" tanyanya dengan nada datar.
Kiba dan Sasuke langsung menoleh kearahnya, ia masih tenang saat melihat tamu tak diundangnya mengatupkan rahangnya.
"Kau!" ucap Kiba langsung menerjang Toneri.
Toneri tersungkur saat menerima pukulan telak dari Kiba.
"Tunggu dulu, ada apa ini? Kenapa anda langsung memukul saya?!" tanya Toneri tak mengerti.
"Aku tak bisa menunggu sialan!" setelah mengatakan kalimat tersebut Kiba kembali menerjangnya dengan membabi buta.
Sedang Sasuke hanya menatap mereka datar, tak berniat untuk memisahkan mereka.
Para maid perempuan memekik histeris saat sang tuan dipukuli oleh orang tak dikenal.
"Itu balasanmu karena telah membuatnya menangis sialan!" ucap Kiba dengan nada mencemooh.
"Hn, ayo pergi"
Mereka pergi tanpa pamit dan tanpa rasa bersalahpun pada Toneri yang kini tergolek tak berdaya setelah mendapat pukulan bertubi-tubi dari Kiba.
Termenung sesaat, memikirkan kata-kata yang didengarnya tadi.
"Seingatku, aku tak pernah membuat seseorang menangis" gumamnya pelan.
Tersentak pelan, ia ingat sekarang. Kemarin ia membuat kekasihnya menangis, sekilas ia juga melihat kemiripan pada dua orang tadi apakah?
"Begitu ya" seringai hadir dibibirnya yang sedikit terkoyak.
"Aku memang pantas mendapatkan semua ini, luka ini tak sebanding dengan luka hatinya"
Flashback off
Toneri masih mematung di depan pintu rapat, semua pandangan mata tertuju padanya.
"Tidak baik melamun disini sobat" ucap Sasori lirih namun terdengar jelas di telinga Toneri.
Tersentak pelan, kemudian ia tersenyum simpul.
"Senpai, sejak kapan kau disini?" tanya Toneri penasaran.
"Sejak kau memanggil gadis tadi" jawab Sasori datar, sebenarnya ia penasaran dengan hubungan mereka namun ia tetap diam karena Sasori sangat menjujung privasi.
"Hmm"
"Jam makan malam akan berakhir, aku mengajakmu secara pribadi bagaimana?" tanya Sasori sambil memandang kouhainya.
"Baiklah senpai"
Mereka pun beranjak menuju cafe, tempatnya tak terlalu jauh dari gedung yang mereka pijaki sekarang.
Sambil melangkah, mereka mengobrol untuk mengisi waktu luang.
Bersambung....
Marhaban ya ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Mohon maaf lahir bathin, dan mohon kritik serta saranya dari readers sekalian.
Sampai jumpa😊😊
Salam Nisadiyanisa 280517
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro