Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Para Suporter Papi 👥👤🗣

Kerumunan di depan mata itu jelas wajah yang tidak asing bagi Sam. Mereka tidak lain dan tidak bukan adalah para pendukung setia Indra. Semenjak Indra didaulat sebagai bakal calon kepala desa, tentunya pengawalan ketat menyertai keluarga Sam. Termasuk soal isu kumpul kebo yang menerpa Sam.

"Bentar deh. Ini siapa bilang ada kumpul kebo?" tanya Sam. Sangat penasaran bagaimana awal mula kronologis dia bisa dituduh melakukan perbuatan terlarang.

Sam saja tidak punya kebo yang harus dirawat kok.

"Masam, kenapa ada perempuan tidur di rumahmu?" tuntut wanita bersanggul acak-acakan. Wanita itu pasti baru bangun tidur. Pasalnya pakaian yang dikenakan hanyalah daster dengan belahan dada rendah. Mukanya sembab menahan tangis. Wanita itu jelas pendukung nomor satu papinya Sam. Soalnya sangat menginginkan Sam sebagai suami idaman. Reputasi Sam dan keluarga wajib bersih!

Lidah Sam kelu menjawab. Urusan Dara biarlah maminya yang melakukannya. Sam malas menjelaskan.

"Masam, posisi Pak Indra sangat berbahaya. Periode berikutnya bisa gagal kalo perempuan itu belum sah sebagai istri kamu."

"Gak boleh nikah sama dia. Nikah sama aku aja!" Si daster protes.

"Usir dia!" Yang lain menyahut.

"Nikahin!"

"Gak cocok!"

Suara-suara saling bersahutan menyampaikan keresahannya. Sam tidak berkutik karena kalah jumlah. Dia paham posisi papinya. Perang politik masih terjadi di antara bakal-bakal calon yang ingin menggeser jabatan Indra. Namun, Sam lebih suka bersikap netral. Cuma, mengusir Dara itu bukan bagiannya. Riani yang harus melakukannya.

"Saya no coment selain dagang lele, ya. Kalo mau pesen sekitaran lima kiloan, ready!"

Tidak ada pilihan buat main petak umpet. Reaksi keras dari ucapannya barusan membuat Sam kena julid. Selain lapar, Sam harus tahu tindak lanjut orang tuanya terkait Dara. Karena itu Sam mengenyahkan gengsi campur malu di depan Dara.

Cuma karena sempak saja, masa Sam kabur? Dia kan, bukan anak puber. Wajar kalau sempaknya bolong. Secara umum saja, sempak atau katok, punya tiga lubang. Bukan salahnya, ye kan? Bukan Sam yang menciptakan sempak. Dia cuma beli jadi karena tahunya ya buat daleman yang kudu dipake.

"Tolong bubar, bubar. Soal. Yang mau lele, diskon 10% buat tiga kilo. Free ongkir sekecamatan. Nanti diantar Eros.

Masa bubar disertai gerutuan panjang. Belum puas dengan tanggapan tersebut. Rumah kaca kembali sepi. Tidak ada yang mau memesan sayuran. Rumor memang membahayakan, khususnya para pengusaha seperti Sam.

Tanpa buang waktu, Sam pulang ke rumah. Dia terpaksa menebalkan kulitnya seperti badak di ambang pintu jati dengan ukiran Jepara. Sam kira, massa yang berkumpul di rumah kacanya pulang ke rumah masing-masing, tetapi di halaman rumahnya yang luas, banyak yang berjubel dari segala umur.

Indra lagi kelabakan. Dengan senyum pencitraan, padahal jantungnya jumpalitan tidak karuan, Indra pasang fake smile. Sebagai pemengaruh tingkat desa, Indra diharuskan tenang.

"Bapak-Ibu Warga, tenang saja. Tamu saya baik-baik saja orangnya. Kebetulan sedang studi kasus dari universitasnya. Di sini cuma sebentar saja. Mohon bantuannya."

Ucapan tersebut rupanya belum cukup membujuk para pendukung. Terlihat dari raut wajah kusut yang belum puas menerima sang tamu.

"Mbak Dara adalah tamu keluarga kami, yang mana kami tidak bisa menolak kehadirannya. Beliau orang penting bagi keluarga. Toh, Mbak Dara dan Sam tidak tinggal satu kamar."

"Tapi kan, tamunya tidur di kasurnya Masam."

"Benar. Kamar Samudra dipakai oleh tamu kami. Sam sendiri juga tidur di kamar mbaknya. Jadi aman, ya Bapak Ibu."

"Pak Indra, saya tidak percaya. Semalam kok sampai kejadian Sam menerobos di kamarnya sendiri?"

"Bukan begitu." Indra sampai angkat tangan.

Semakin pusing menjawab pertanyaan yang terus berulang dari orang yang berbeda. "Sam belum paham kamarnya dipakai tamu. Dia hendak mengambil barang dan mamanya mengira ada maling karena tamunya takut. Sudah itu saja. Tidak ada bumbu-bumbu gosip lainnya, ya. Kebetulan ini, tamunya orang baik-baik, keluarga kami baik-baik. Saya pastikan tidak ada tindakan di luar batas di rumah kami."

Janji yang menyentuh, karena Sam yang paling dirugikan. Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah kena gusur, kena gosip lagi.

Kemudian para pendukung pulang setelah mendapatkan janji seorang pimpinan. Indra balik masuk ke ruang tamu sambil mengurut kening. Sam pun berderap menyusul papinya, minta bantuan agar kamarnya dikembalikan. Meski Sam bisa tidur di mana saja, tetapi tidak dengan barang-barangnya. Mau disimpan kemana semua atribut pribadinya?

"Pi, Papi. Kenapa sih turuti maunya Mami?" tanya Sam. Wajahnya semakin mengerut seperti jeruk kusut.

"Ya memang seharusnya kita menjaga keponakannya Bu Dita, Samudra," tekan Indra penuh kebapakan.

"Apa nggak ada pilihan di rumah lain gitu?"

"Kamu aja yang pindah sana. Aman."

"Lho kok aku, Pi? Aku anak siapa aslinya, malah diusir?" Sudah kusut, raut Sam semakin cemberut. Persis namanya. Rupa serba masam. Tidak enak dilihat.

"Kamu laki-laki. Sepantasnya mengalah. Lagian Mbak Dara itu perempuan muda yang harus dijaga oleh kita. Kalau dia pindah di rumah kosong, terus ada laki-laki lain yang kurang ajar, gimana? Mau ditaruh dimana muka ini? Sudah, cari aman saja. Kita layani dan hormati tamu kita di rumah. Aman!"

"Tapi, Pi...."

"Satu-satunya orang paling bahaya di rumah ini ya, kamu itu, Sam!"

"Aku?!" Sam semakin terperangah. Bisa-bisanya bapaknya sendiri menyalahkan. Apakah dia punya muka sebagai penjahat yang tertangkap langsung di TKP?

"Awas cinlok. Papi colok mata kamu, Sam."

"Sadis amat sih, Papi."

"Sudah, makan sana. Mamimu stres kamu belum mau makan. Udah gede malah ngambek."

"Hadeh. Ribet amat sih cuma gara-gara tamunya cewek."

Indra mencengkeram bahu Sam. Sengaja ditahan agar Sam mengerti.

"Kita mestinya berterima kasih kepada bibinya Mbak Dara. Berkat beliau, kamu sama Mami selamat. Papi nggak peduli sama kamu, Sam. Papi lebih ingin mamimu selamat. Kalo mami nggak ada, Papi capek ngurus kamu sendirian. Papi not ready jadi bapak tunggal."

"Dih, Papi. Kelakuannya gini. Kalo bocor di kuping warga, gak bahaya ta?" semprot Sam makin gondok.

"Sayang, mami kamu lebih cinta anaknya daripada Papi. Papi nggak ada pilihan selain ikut mencintai kamu."

"Lah, kan papi yang bikin aku. Ya tanggung jawab dong dengan kasih sayang tulus. Bukan enaknya aja main tusuk-tusuk terus ditinggalin.

Nasib, punya papi gini amat. Sam membatin penuh derita. Papinya meledek Sam habis-habisan.

"Makanya kami bersyukur ada penyelamat yang bisa mengurus proses persalinan kamu. Tanpa beliau, Papi terancam jadi duda yang nggak keren karena harus gantiin popok, mandiin anak, nenenin pake dot. Papi nggak bisa banting tulang cari nafkah karena anaknya cerewet menempel di kaki papi. Nggak, papi lebih suka di luar. Kerja cari duit. Begitu sampe, Papi ikut ngemong sebentar biar Mami healing. Papi nggak kuat 24 jam ngurus badungnya kamu, Sam. Jangan lupa, level nakalmu 2x lipat daripada Putra. Ngerti?"

"Aku sekarang baik-baik saja, Pi. Nggak neko-neko."

"Tantrum kamu sudah habis, Sam. Pubernya juga lewat. Sudah, sana makan terus mandi. Habis itu ikut papi."

"Jasa sopirnya dibayar dimuka dulu."

"Hadeh, punya anak perhitungan sekali."

"Waktu Sam berharga, Pi. Ada pengorbanan yang harus dilakukan dengan menunggu orang selesai ngobrol."

Sam mengeluarkan dompet yang tepos.

Indra setuju. Selembar uang cukup membuat bibir Sam melengkung lebar. Lumayan buat ditabung di bank daripada beli slot.

****
Hai, balik lagi menulis bab terbaru. Semoga suka.
17.02 WIB
Banyuwangi, 08 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro