2. 1x Masam 🥴
"Sam, Maghrib Sam!"
Riani menggedor pintu tanpa ampun. Brutal banget sampai-sampai kalau si pintu bisa main sodmes, statusnya bakalan begini, 'Gue diem doang dikasarin. Ditinju, ditendang dan dibanting. Kagak tau lagi deh ama elu yang banyak polah. Kesian asli sama lu. Barbar malah masuknya dosa. Gue diem masuknya sorga kali.'
Sam menguap. Dia menggeliatkan seluruh tubuh yang berlapis sehelai karung. Betapa nyamannya bisa tidur sore yang kebablasan itu. Toh Sam sudah bekerja keras. Dia selama seharian penuh panen sayuran dan mengemasnya sedemikian rupa untuk dibawa ke Mojokerto.
Namun, telinga dan hatinya tidak tuli. Peringatan mamanya itu mengandung marabahaya. Kalau Riani bisa masuk kamar Sam, sapu lidi pasti mencium bokongnya secara keras dan dalam. Duh, bokongnya trauma dapat tanda keunguan. Soalnya Riani itu sekeras batang lidi. Sekali patah, ya patah beneran karena mamanya mudah meledak.
Sam menggerutu. Dia belum tuntas menanti pembacaan kode kupon judi. Dari delapan kode kombinasi angka dan huruf, kode Sam sama persis tujuh. Terlalu tanggung dan menggantung. Sam ketap-ketip menyadari kenyataan kalau dia nyaris menang undian 1 M di dalam mimpi. Dengan langkah gontai, Sam membuka pintu. Dia menuju ke arah meja makan. Tangannya mengais seiris tempe goreng krispi yang melempem. Kendati masih mengantuk, perutnya protes minta diisi. Malang nian. Pandangan kurang fokus mengakibatkan Sam terjungkal sebelum menggapai kursi yang mengelilingi meja besar. Suara keras itu berasa dari benturan bokong dan lantai granite kuning gading yang bersih mengkilat dan licin bekas dipel beberapa jam lalu. Namun, bukan karena itu penyebabnya. Melainkan sebuah plastik bening bekas keripik sale yang dibuang sembarangan oleh Putra, anaknya Mentari.
"Rame aja. Cepetan sembahyang!" tegur ibunya dari ruang tengah, tidak tahu bahwa anak sulungnya nyaris mengalami kelumpuhan syaraf tulang belakang.
Sam tidak merespon. Dia berdiri sambil menggosok bokong yang berdenyut. Nanti, kalau ketemu Putra, Sam bakal perhitungan. Anaknya Mentari itu nakalnya tidak bisa dikira-kira. Anehnya, ibu Sam sangat bahagia dengan cucu pertamanya itu.
Ups.... nasib si Sam. Dilangkahi Mentari enam tahun lalu gara-gara kebobolan. Sudahlah perkara masa lalu. Intinya Putra jadi musuh bebuyutan Sam dalam hal rebutan potongan tempe goreng terakhir di meja makan. Kali ini Sam yang menang, tapi kenapa harus terjungkal segala dari sini.
"Kapok, kapok, kapok!" Putra bertepuk tangan. Raut wajah penuh ejekan itu menyulut emosi Sam. Dia hendak memburu Putra dengan menabok bokong bocah lima tahun, tetapi Putra berlari ke ruang tengah, di mana Riani selaku malaikat pelindung Putra sedang tadarusan. Salah-salah, Sam yang kena tamparan sapu ijuk di bokong.
Entahlah, Riani lebih sayang cucu dibandingkan anak sendiri. Riani ikut arus alam dalam menyeleksi setiap makhluk yang bernapas di dalamnya.
Cucu adalah segalanya, anak adalah perantara.
"Adek, sini ngaji sama Eyang Uti biar disayang Allah," ajak Riani.
Sam melayangkan tinju udara ke Putra. Geregetan sekali. Namun, prioritasnya sekarang adalah melaksanakan kewajibannya lebih dahulu. Namanya masih remaja jadi-jadian, salat jadi ritual. Sekadar dibaca tanpa makna dalam hati. Sam selesai salat secepat cahaya meluncur dari Bulan. Tepat pada salam kiri, ketukan pintu terdengar dari ruang tamu. Sam tidak peduli dengan suara itu. Dia berdoa semoga menang lotre seperti mimpinya barusan. Soalnya terlalu indah jadi kenyataan dan terlalu disesalkan bila cuma ada dalam angan.
Masih mengenakan mukena, Riani menyambut tamu yang berkunjung. Peluang itu sangatlah besar buat melakukan aksi balas dendam ke Putra mumpung Riani ke ruang tamu. Sam bergegas menghampiri Putra yang sibuk membuka lembaran Iqro secara acak.
Kesempatan di tengah kesempitan itu tidak bisa dilewatkan begitu saja. Sam menangkap Putra dan mengepitnya dengan sepenuh tenaga. Putra megap-megap terjebak di ketiak Sam sambil cekikikan. Balas dendam akibat kepeleset itu tersalurkan dengan Putra menepuk lengan Sam, minta pengampunan.
Hobi utama Sam sesungguhnya adalah menjahili Putra dengan sepenuh jiwa dan raga. Dia tidak akan terima bahwa bocah bergigi busuk itu merampok seluruh atensi Riani. Semua kasih sayang ibunya harus dicurahkan pada Sam, mumpung dia belum berbagi hati dengan perempuan lain. Namun, kenyataannya Riani tidak peduli dan fokus kepada Putra.
Putra, putra, putra.
Hilih......
Kalau saja Sam punya anak laki-laki ganteng, pinter, saleh dan kalem buat Riani, akankah semua perhatian yang Sam rindukan bakalan kembali lagi? Jangan-jangan dia diabaikan karena saingan sama anaknya sendiri kelak?
Embuh. Mama nggak peduli sama aku, embuh! Kawin ora kawin, podo ae!
Sam menghela napas kecewa.
"Sam, kamu tidur di kamar Putra, ya. Ada tamu nginep soalnya." Riani melintas terburu-buru. Wanita paruh baya itu segera ke kamar untuk ganti pakaian.
Sam melotot ke Putra. Wajahnya semakin masam. Tidur di kamar Putra mana enak. Bocah itu bakalan mengajaknya main kuda-kudaan nonstop.
Pinggangku, Sam mengerang dalam hati. Prediksi satu ini sangat mengerikan sekali. Sam enggan menjadi mainan Putra. Bocah pret ini tidak layak dijadikan raja. Sebagai Om Terjahat se-Bumi, Sam yang harusnya bisa menyuruh Putra. Seperti membelikan rokok, membuatkan kopi dan mi goreng, serta jadi pengawas di luar pintu kalau Sam tidur. Soalnya paling menjengkelkan sedunia adalah perkara dibangunkan Riani demi solat.
Solat, astaga demi Tuhan. Sam ingin punya avatar. Satunya buat solat, satunya buat kerja. Sam asli sebagai pengendali otak akan main sepuas-puasnya menyelesaikan PUBG. Bagaimana tidak enak kalau begini, ha?
Namun, ini mimpi buruk. Sam terhempas oleh kenyataan begitu melihat wajah tengil Putra.
"Cepetan benahi kamarmu. Salaman dulu sama Bu Widya, penolong kamu pas lahir itu! Awas tidak ingat sama dia!"
Was wos was wos, ngerti Mamak! Tiap ada nama Widya, Mamak cerita mulu sampek aku bosen. Ngerti!
Sam membatin penuh kebosanan.
"Malah bengong ini anak!" Riani yang tidak sabaran, berhasil menampar punggung Sam. Dia takut anaknya kena angin duduk.
"Sakit Mama!" Sam mengerang.
"Bangun! Sana ke ruang tamu!"
"Bu Widya nginep berapa lama, Ma?"
Sam paling khawatir harus menumpang tidur di kamar Putra. Kalau kelamaan, dia bisa terdampar entah kemana. Soalnya Mentari dan suaminya suka datang di luar prediksi BMKG. Tahu-tahu muncul saja.
Lantas dia mengikuti Riani ke ruang tamu. Matanya terpaku pada sepasang mata aduhai berlapis bulu mata lentik alami. Selain itu dua lesung pipi yang dalam menambah manis senyum. Gula darah Sam melonjak tinggi akibat senyuman salah satu tamu.
Dua perempuan, satunya berkacamata dan agak tua, serta satunya lagi sangat muda, sekiranya masih sepantaran sama Sam usianya.
Eloknyaaaaaa, tapi..... nginep di kamarku? Alamak, bantalnya basah akibat ngiler barusan!
Sam menarik napas.
Tanpa salaman dulu, Sam bertransformasi sebagai puting beliung yang membereskan kekacauan kamarnya agar layak ditiduri bidadari itu.
Haeeeeeeeee update again for this part. Nyiders sampek ga ngasih bintang itu sungguh terlalu. Padahal bacanya gratis juga. Heuuuuuu~~~~~~
Dahlah, happy reading. Semoga si Sam menghibur kamu yang berkenan mampir baca.
Banyuwangi, 12 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro