6. Tamparan.
JENG JENG JENG JENG
QUADRUPLE UPDATE!!!!
GILS aku mau tepuk tangan buat aku sendiri 😂😂😂
Jangan lupa LIKE DAN COMMENT di chapter sebelum sebelum dan sebelumnya ya. Nanti aku rajin" update deh hahahahah
Share juga cerita ini kalau kalian menikmati. Berbagi itu indah hahahaha 😂
Happy reading, kesayangan ❤
Seminggu berlalu dimana Austin sama sekali tidak melihat Gio berkeliaran di kantornya lagi.
Sejujurnya ia sempat curiga pada kepala cabang berkepala plontos itu sudah melakukan hal-hal seenaknya mengingat ia tidak begitu senang saat melihat Gio dulu.
Tetapi tentu saja Austin tidak menanyakan hal ini pada kepala cabang karena ia akan sama saja menuduh tanpa bukti.
Austin mengangguk dan membalas dengan senyuman ramah setiap kali ada karyawan yang berjalan melewatinya. Ia saat ini sedang menunggu supirnya di depan lobby kantor untuk makan siang.
Ia bisa saja menghabiskan makan siang dengan kopi di kafe perusahaan seperti biasanya. Tetapi seminggu ini melakukan hal itu seorang diri, membuatnya terlihat menyedihkan.
Jadi setidaknya Austin ingin makan siang di luar dan mungkin nanti ia akan mengajak supirnya ikut makan bersamanya agar ia tidak terlihat tambah menyedihkan.
Range rover hitam miliknya selama di Indonesia berhenti di depan. Supirnya keluar dan langsung membukakan pintu untuk Austin tanpa membuang waktu.
Austinpun segera masuk melalui pintu yang dibukakan itu dan menunggu hingga supirnya kembali masuk ke dalam mobil.
"Kemana, Sir?" Supirnya berbalik ke belakang bertanya pada Austin yang nampak sibuk dengan tablet di tangannya.
"Ehm... apa kau memiliki rekomendasi?" Tanya Austin.
Ditanyai begitu, supirnya terlihat kebingungan. Pasalnya, ia tidak tahu apa selera atasannya. Bagaimana jika ia salah bawa, dan atasannya tidak suka dengan rekomendasinya? Bukankah itu malah mengancam pekerjaannya?
Disaat supirnya sibuk berpikir, Austin tidak sengaja menoleh ke pintu masuk perusahaan dan menemukan sosok yang belakangan ditunggunya.
Ia meletakkan tabletnya dan langsung keluar sebelum sosok itu menghilang.
"GIO!" Teriak Austin sambil melambaikan tangan kearah bocah laki-laki yang langsung tersenyum lebar begitu melihatnya.
"Uncle tampan!!!" Teriak Gio sambil berlari kearah Austin yang dengan sigap berjongkok dan memeluk tubuh kecil Gio.
Mereka terlihat seperti ayah dan anak yang sudah terpisah selama 10 tahun lamanya.
Tanpa kesusahan, Austin mengangkat tubuh Gio dalam gendongannya ketika karyawannya menghampiri setelah berlari kecil.
"Gio!" Tegur Risa sambil menatap Austin dengan tatapan segan.
"Kita makan siang sama uncle tampan saja, Bibi," pinta Gio menatap Risa dengan memelas.
"Mr.Tyler sibuk, Gio. Jangan mengganggu." Risa menatap Austin ragu. Kernyitan laki-laki itu cukup menjelaskan kalau ia sedang kebingungan.
"Kalian ingin makan siang, bukan? Ayo, kita pergi bersama," ajak Austin membuat Gio berteriak kegirangan.
"Yey!!! Uncle tampan is the best!" Austin terkekeh dibuatnya.
"B-but Mister..."
"Please. Aku sudah lama tidak melihat Gio. Aku hanya ingin berbincang dengannya. Kau tidak keberatan, kan?" Pinta Austin dengan sorot mata hangat yang sangat sulit untuk Risa tolak.
Dengan susah payah Risa mengangguk dan berdoa dalam hati kalau hal ini tidak akan menimbulkan masalah padanya nanti. Misalnya, rekan kerjanya salah paham karena ia bisa satu mobil dengan CEO tampan yang menjadi bahan gosip terpanas sepanjang tahun ini?
Risa masuk di kursi penumpang di samping pengemudi, sedangkan Gio sudah bercerita panjang lebar mengenai hari sekolahnya di bangku belakang bersama Austin.
Mereka terlihat sangat akrab dan jika ada yang melihat, mereka mungkin tidak akan menyangka jika keakraban itu timbul hanya berkat interaksi beberapa hari mereka.
Setelah melalui perjalanan yang sedikit padat, mereka sampai di sebuah restoran keluarga yang cukup mewah.
Risa sendiri bahkan ragu untuk ikut turun bersama Gio dan Austin, atau ikut dengan supir untuk mencari makan yang lebih pas dengan jumlah uangnya.
Namun saat Gio melambai-lambai di pintu masuk, Risa terpaksa ikut turun. Ia tidak mungkin membiarkan anak orang yang dititipkan kepadanya sendirian meskipun anak itu sedang bersama atasannya.
Ponsel di tas kecil Risa berbunyi sebelum Risa menghampiri kedua orang yang sudah lebih dulu masuk kedalam. Risa memutuskan untuk menjawab panggilan itu sebelum menyusul Gio dan Austin begitu melihat nama peneleponnya.
***
Gio begitu menikmati makanan juga kebersamaannya dengan Austin. Ia tidak berhenti bercerita mengenai teman sekolahnya yang mengompol lalu menangis. Atau mengenai guru sekolahnya yang memujinya setelah mendapat nilai sempurna dari pelajaran berhitung.
Gio sangat bahagia dan Risa menatap maklum. Mungkin ini karena Gio kehilangan sosok ayah yang ia temukan pada diri Austin.
Risa kadang merasa simpatik pada Gio namun juga kagum. Anak sekecilnya sudah mengalami banyak hal, tetapi ia masih bisa tertawa ceria. Tidak salah jika Shannon mengatakan Gio adalah sumber kehidupannya.
"Bibi, kami ingin melihat eskrim di konter, kau ingin ikut?" Tanya Gio pada bibinya yang sedang melamun.
"T-tidak. Kalian saja." Jawab Risa segan sambil melirik kecil kearah atasannya yang masih tersenyum menggandeng Gio.
"Baiklah. Gio akan ambilkan untuk bibi nanti." Gio tersenyum lebar lalu ia menarik Austin untuk segera mengikutinya melihat rasa eskrim yang memang sengaja disediakan di salah satu sudut restoran tersebut.
"Uncle tampan, kau ingin rasa apa?" Tanya Gio. Gio berada dalam gendongan Austin agar ia bisa dapat melihat kelas rasa-rasa yang ditawarkan.
"Ehm... Kacang merah saja," jawab Austin setelah berpikir sejenak.
"Mama dan aku juga suka kacang merah!" Seru Gio girang. Ia lalu memesan dua es krim rasa kacang merah, dan satu es krim rasa mangga.
Awalnya Austin sempat mengernyit dan merasa sedikit bingung. Namun sebelum ia sempat mencerna kebingungannya, sebuah rangan kecil sudah menarik lengannya hingga ia berbalik dan dengan cepat juga Gio berpindah tangan kemudian disembunyikan dibalik tubuh kecil seorang wanita yang sejenak membuat Austin terkejut, namun kemudian ia merasa lega.
"Shan-"
Plakkkk
Tamparan tidak terduga yang Shannon berikan pada Austin mengejutkan bukan hanya Austin, tapi juga seluruh pengunjung yang berada di sekitar sana termasuk Gio dan Risa yang baru akan menghampiri Shannon ketika melihatnya berlari masuk tadi.
"Keparat! Jangan pernah kau menyentuh anakku! Dia anakku bukan anak laki-laki sialan itu!!! Sampai matipun aku tidak akan menyerahkan anak ini!" Teriak Shannon di depan wajah Austin dengan airmata yang mengancam akan segera turun.
Austin terkejut dan bertambah terkejut mendengar fakta baru dari bibir Shannon.
"Anakmu?" Ulang Austin.
Gio menangis akibat takut melihat ibunya yang lembut dan baik hati tiba-tiba terlihat menakutkan. Gio ingin berlari kearah Austin, tetapi Shannon lebih cepat menahan lengan Gio.
Shannon kemudian menatap Gio sambil membungkuk.
"Mama jahat! Kenapa mama memukul uncle tampan?!" Protes Gio sambil menangis meraung.
"Dengar, Gio! Mulai sekarang, tidak ada lagi uncle tampan atau siapapun kalau Gio ingin tinggal disini. Gio mengerti?!"
"Mama jahat! Mama jahat!!!"
Kepingan-kepingan pertanyaan dan jawaban mulai tersusun di kepala Austin. Pantas ia merasa aneh ketika Gio memesan 2 es krim kacang merah saja disaat ia berkata mamanya menyukai rasa yang sama.
Selama ini ia mengira karyawan yang selalu bersama Gio adalah ibunya.
Ini juga menjelaskan kehadiran Shannon beberapa kali di kantornya. Karena ingin menjemput Gio.
Austin menarik lengan Shannon yang dengan cepat Shannon tepis.
"Gio anakmu?" Ulang Austin masih tidak percaya.
"Kenapa? Ini tujuanmu, kan? Ingin mengambil Gio untuk laki-laki sialan itu? Kau suruhannya bukan?!" Tuduh Shannon.
Risa menyeruak dan langsung menengahi. "Shannon, laki-laki ini-" Risa tidak jadi berbicara begitu melihat sinyal dari Austin yang memintanya untuk diam.
Shannon kemudian menatap curiga kearah Risa dan Austin. "Apa jangan-jangan kamu juga sekongkol sama mereka, Ris? Kamu mau nyerahin Gio?"
Risa langsung menggeleng. "Gak, Shan. Aku-"
Shannon langsung menarik Gio pergi tanpa mendengar ucapan Risa. Tidak peduli seberapa kencang Gio meraung untuk dilepaskan karena ia ingin bersama uncle tampannya, Shannon tetap melangkah.
Ia tidak ingin kehilangan satu-satunya alasan ia ingin melanjutkan hidup. Setidaknya, sebaiknya ia mati dulu daripada melihat anaknya direbut didepan matanya sendiri.
Sementara itu Austin masih dengan posisinya, menatap kepergian Shannon dengan penuh pertanyaan.
Ketika Risa berdiri di depannya dan meminta maaf, Austin hanya bisa tersenyum tipis. Toh ini bukan salah Risa. Ini hanya kesalahpahaman yang sama sekali tidak Austin mengerti.
Siapa yang ingin merebut Gio?
Setelah meminta Risa untuk tidak membertitahu Shannon mengenai identitasnya, Austin kembali ke ruangannya. Ia kembali lupa memberikan hadiah robot-robotan yang ia beli untuk Gio, padahal ia berencana untuk memberikannya setelah makan siang.
Ia duduk dan mengistirahatkan kepalanya di kursi kebesarannya lalu menatap jendela besar di belakangnya.
Shannon... Gio...
Austin merasa dirinya benar. Ada sesuatu yang membuat Shannon membentengi dirinya sendiri dan bersikap sekeras itu.
Dengan cepat ia berbalik dan nyaris memekan tombol interkom, namun ia urung.
Berhenti mencampuri urusan orang lain, Austin, pintanya pada diri sendiri. Ia menarik kembali tangannya dan mengerang kecil.
Ia ingat, terakhir kali ia mencampuri urusan orang lain, perasaanya ikut menjadi korban. Ia bukannya bodoh, tapi ia merasakan ada suatu hal berbeda tentang Shannon. Jika ia melanjutkan rasa penasarannya, ia takut sejarah akan kembali terulang.
Pada akhirnya ia akan kembali menjadi penyelamat yang menyedihkan.
Ketika akal sehat dan perasaannya sedang bergelut, tubuhnya lebih dulu mengeluarkan reaksi. Tangannya kembali menggapai interkom dan menghubungi sekretarisnya di luar.
"Panggil Risa ke ruanganku." Ia bisa mendengar suaranya sendiri ketika ia masih setengah sadar atas apa yang sedang ia lakukan dan pertaruhkan.
TBC
TANGGAPAN TANGGAPAN. THANKYOU 😛😛😛
Mau ngapain ya si Tintin? Awww ❤ hero on his way 🙈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro