Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Kemana Perginya?

Triple update!!!!

Jangan lupa Like dan Comment juga di lapak sebelah dan sebelahnya lagi ya 😉😉

Happy Reading, kesayangan ❤

Shannon menatap was-was ke sekelilingnya setiap kali tatapan menusuk ia rasakan. Namun ia tidak menemukan siapapun, -atau sebenarnya, ia tidak menemukan bule hidung belang itu.

Sudah seminggu sejak terakhir kali ia melihatnya di kelab malam. Laki-laki itu tidak pernah kembali lagi keesokan harinya.

Shannon mengira ia sudah berhasil mengusirnya, tapi rasa lain mulai menghantui Shannon. Ia takut jika kenekatannya akan menimbulkan masalah jika laki-laki itu mengadukan perbuatannya pada atasannya.

Meski ia tidak menyukai pekerjaan ini, tetapi ia tidak bisa kehilangan begitu saja sumber penghasilannya ini.

Shannon berharap laki-laki itu tidak akan mempersulit posisinya nanti. Meski ia juga tidak berharap laki-laki itu akan kembali karena Shannon tidak berencana meminta maaf.

"Waitress..."

Shannon menoleh kearah meja dengan sekumpukan pria berbadan besar dan berpakaian rapi sedang berkumpul.

Shannon sempat mengernyit melihat mereka mengenakan kacamata hitam.

Yang benar saja! Kacamata hitam di kelab malam? Mereka sakit mata atau bagaimana?

Shannon menghampiri dengan wajah datarnya sambil berkata, "Selamat malam dan selamat datang di Empire. Saya Shannon, anda ingin memesan sesuatu?"

Salah satu pria di hadapannya mengangguk dan menarik lengan Shannon. Shannon terperanjak kaget ketika ia sedikit membungkuk mendekat kearah mereka.

Laki-laki itu menyeringai dan berkata, "ya, nona. Kami ingin mengambil sesuatu milik bos kami yang anda sembunyikan."

Shannon terbelalak dan tubuhnya menegang seketika. Satu hal yang ada di kepala Shannon sebelum ia melakukan apapun yang bisa ia perbuat dengan tubuh kecilnya hanyalah putranya yang berada di rumah.

Gio.

***

Austin menatap jalanan yang padat di sekitarnya dengan sedikit senyuman.

Dua minggu setelah kembali ke LA, ia tidak pernah mengira jika ia akan seantusias ini untuk kembali ke Indonesia.

Dua minggu lalu ia memang kembali ke LA karena perasaannya sedikit tidak nyaman dan seakan ada bisikan setiap malamnya, ia memutuskan untuk kembali ke LA hanya untuk sekedar mengunjungi orang tua yang sudah lama tidak ia kunjungi, dan melegakan rasa resahnya.

Dan benar saja perasaannya. Kembaran tertuanya membuat masalah yang besar sehingga ia terpaksa harus memback-up posisinya sebagai CEO di perusahaan ayahnya, sekaligus menemani calon, -entahlah apa Austin bisa menyebutnya calon atau tidak,- kakak iparnya.

Begitu sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta, hal pertama yang melintas di kepalanya adalah kelab malam.

Jangan berasumsi. Di LA banyak kelab malam yang lebih bergengsi. Bahkan keluarganya memiliki beberapa kelab malam di penjuru Amerika. Namun ia juga bukan anak nakal yang selalu menghabiskan malamnya dengan alkohol dan gadis cantik. Ia hanya ingin bertemu dengan seseorang disana.

Gadis menarik yang membuat Austin penasaran karena sikap dinginnya.

Maka tanpa berganti pakaian, masih dengan setelan kemeja dan jasnya, Austin langsung meluncur ke Kelab malam dimana Shannon bekerja.

Begitu sampai disana, Austin langsung mencari keberadaan gadis itu dengan cermat. Setiap pelayan yang melewatinya ia teliti satu persatu namun. Sampai 30 menit kemudian, ia tidak menemukan yang ia cari.

Apa hari ini dia libur?

"Ah, permisi..." Austin langsung mencegat laki-laki yang barusan melewatinya begitu mengenalinya sebagai manager yang pernah menengahi percakapannya dengan Shannon tempo lalu.

"What can i help you, Sir?" Tanya laki-laki itu ramah.

"Tidak, hanya aku ingin mencari seseorang." Austin tersenyum kecil dan berpikir sejenak. "Apa kau ingat perempuan yang berbicara denganku beberapa minggu yang lalu? Dia bekerja disini sebagai pelayan."

Laki-laki itu mengernyit dan menggeleng. "Ada banyak pelayan disini, Tuan. Saya takut jika saya tidak tahu siapa yang anda maksud."

"Shannon. Namanya Shannon," desak Austin. Ia berharap tidak ada nama Shannon yang lain disini selain perempuan yang ia cari.

"Ah, Shannon."

Austin menghela nafas lega saat laki-laki itu mengerti siapa yang maksud.

"Dia sudah dikeluarkan dari sini satu minggu yang lalu," ucap Manager itu membuat Austin terkejut.

"Apa? Kenapa?"

"Sebenarnya sudah banyak keluhan mengenai Shannon tentang sikap tidak bersahabatnya pada pelanggan. Kami masih mempertahankannya karena kami akui ia cukup cantik dan menarik pelanggan baru untuk datang." Manager itu menatap Austin sambil tersenyum tipis. "Tetapi minggu lalu ia membuat masalah dengan salah satu pelanggan kami."

"Membuat masalah?" Austin mengernyit. Meski ia tidak begitu mengenal Shannon, tapi ia yakin Shannon bukan tipe perempuan yang akan membuat masalah tanpa alasan.

Manager itu mengangguk membenarkan. "Benar, Tuan. Ia memukuli kepala salah satu pelanggan kami dengan asbak hingga kepalanya terluka. Kami bisa menoleransi sikap dinginnya, tetapi jika itu sampai merugikan pelanggan kami, maka kami harus meng-cutnya."

Austin benar-benar bingung sekarang. Ia kemudian bertanya, "apa kau tahu dimana tempat tinggal Shannon?"

Laki-laki itu menggeleng dan berkata, "meski dia dikeluarkan secara tidak hormat, tetapi kami masih melindungi privasinya. Kami tidak bisa memberi informasi pribadinya pada orang lain."

Austin terdiam. Ia mengerti maksud baik prosedur kelab malam ini. Maka ia tidak mendesak.

Mungkin mereka takut jika karyawan atau mantan karyawannya celaka jika ada yang dendam atau bermaksud tidak baik pada mereka di luar jam kerja.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih." Austin tersenyum sekilas pada manager itu dan berlalu keluar dari kelab malam.

Ia menatap ke sekitar yang ramai dan penuh dengan kendaraan terparkir, namun pikirannya hanya mengarah ke satu orang.

Kemana perginya dia? Apa dia baik-baik saja?

***

Keesokan harinya, Austin kembali ke kantor. Ia membawa sebuah kantong kertas besar bersamanya yang sama sekali tidak ia biarkan siapapun membawa benda itu untuknya.

Kepala cabang berkepala plontos yang sudah menunggu kedatangan Austi  langsung menghampiri sambil mendikte hal-hal apa saja yang terjadi selama 2 minggu terakhir ini.

Austin mendengarkan dengan seksama sambil mengedarkan pandangannya mencari seseorang.

Begitu sampai di pintu lift khusus untuknya, ia menghela nafas kecil. Masih terlalu pagi untuk bertemu Gio.

Austin tersenyum samar dan menatap kotak robot-robotan yang sengaja ia beli saat di LA untuk Gio.

Membayangkan wajah gembira Gio membuat Austin semakin tidak sabar untuk memberikannya saat jam makan siang nanti.

Gio pasti kebingungan karena ia tiba-tiba menghilang kemarin. Jadi ini sebagai tanda maaf sekaligus oleh-oleh untuk bocah pintar itu.

Begitu jam makan siang, Austin langsung menempati meja di kafe lantai dua tidak lupa membawa hadiah Robot dan juga memesan kue cokelat dan Susu untuk Gio, juga segelas Kopi hitam untuknya.

Satu jam berlalu, namun Gio tidak sama sekali terlihat berkeliaran seperti biasanya.

Austin mengernyit dan menatap arlojinya yang sudah menunjukan jam makan siang berakhir.

Apa Gio tidak datang hari ini? Austin membatin sambil menatap kantong kertas di atas meja dan menatap jendela yang mengarah ke jalanan juga bagian depan perusahaannya.

Ia menyipitkan mata menatap karyawannya baru kembali bersama rekan kerjanya sambil berbincang dan tertawa. Ia tidak melihat Gio bersamanya dan itu semakin meyakinkan Austin kalau Gio tidak ada.

Austin menghela nafas kecewa saat kembali menatap kantong kertas itu.

Kenapa sejak kemarin, orang-orang yang ia ingin temui menghilang semua?

Kemarin Shannon, sekarang Gio.

Apa selama dua minggu di LA, ia sudah melewati banyak hal disini?

Tbc

Tanggapan tanggapan? Hehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro