Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Bertemu lagi.

Austin menatap kaca jendela yang mengarah ke jalan raya dan lobby kantornya dengan tatapan kosong. Setiap kali ia melamun, setiap kali itu juga perempuan itu terus menerus mengisi pikirannya.

Kata-kata dan senyum menyesalnya ketika mengatakan jika ia akan menikah dengan laki-laki pilihannya. Bagaimana pandangan mengasihani yang tertuju padanya dari keluarganya. Dan bagaimana ia masih bisa waras datang ke pernikahan perempuan yang ia cintai dan memberkati pernikahan mereka tanpa membuat kekacauan.

Ia mungkin terlihat baik-baik saja. Cinta pertamanya dirasa hanya perasaan semu semata bagi orang-orang. Tapi di dalamnya, ia hancur, tidak terdeskripsikan.

Ia bukan laki-laki brengsek yang gemar memainkan perempuan seperti kembaran tertuanya. Atau juga bukan laki-laki yang memikirkan sebab dan akibat sebelum bertindak seperti Ayah dan kakak angkatnya. Ia hanya Austin, laki-laki yang bersumpah akan ikut berbahagia jika melihat wanita yang dicintainya bahagia. Laki-laki pengecut yang tidak berani memaksakan kehendaknya.

Pengecut yang memilih melarikan diri.

Austin tertawa miring dan menghela nafas kasar.

Ketika ia menoleh, ia dikejutkan oleh kehadiran anak kecil di kursi kosong di hadapannya. Entah sejak kapan ia berada disana memperhatikan Austin.

"Uncle, kau tahu? Mamaku juga mempunyai hobby yang sama denganmu. Apa semua orang dewasa gemar melamun?" Tanya Gio dengan wajah innocentnya.

Austin tergelak. Ia cukup takjub dengan kelancaran berbahasa inggris Gio di usianya yang masih terlampau muda. "Hai Gio, sejak kapan kau berada disini?" Sapa Austin sambil membenarkan posisi duduknya. "Kau mau minum sesuatu?"

Gio menggeleng. "Mama bilang, aku tidak boleh menerima tawaran apapun dari orang yang tidak ku kenal."

Austin kembali tergelak. "Bukankah kita sudah berkenalan kemarin?" Tanyanya. Ia terlihat tertarik pada bocah di hadapannya sejak terakhir kali bertemu. Dan setelah mengetahui kecerdasan bocah itu, Austin semakin tertarik lagi.

"Uh... benar juga." Gio nampak berpikir keras sampai dahinya berkerut.

Austin tidak ingin membuat Gio semakin bingung. Maka ia kembali membawa topik pertama yang Gio tanyakan. "Kau bilang ibumu juga suka melamun, kenapa ibumu melamun?"

"Memikirkan Papa." Gio menjawab dengan senyum yang terpatri lebar.

"Memangnya, ada apa dengan ayahmu?" Tanya Austin bingung.

Gio menggeleng. "Mama bilang Papa sedang pergi jauh," jawab Gio. "Mama tidak pernah bilang Papa pergi kemana atau papa akan kembali," sambungnya membuat Austin bungkam.

Anak sekecil Gio bisa terlihat tegar membicarakan hal ini. Ia bisa membayangkan laki-laki dewasa seperti apa yang akan tumbuh dari pria kecil di hadapannya nanti.

"Gio, aku bilang jangan kabur! Aku hanya ke toilet sebent-" perempuan muda itu terkesiap dan langsung mengecilkan suaranya saat melihat siapa yang sedang bersama Gio saat ini. "G-good afternoon, Mr.Tyler. M-maaf kalau Gio mengganggu anda lagi..." cicitnya tanpa berani menatap wajah Austin. Perempuan itu kemudian melambai kearah Gio, mengkodenya untuk menghampirinya. "Gio, sini!"

"Tidak mengganggu sama sekali. Saya senang bisa bicara dengan Gio. Dia anak yang pandai," ujar Austin sambil mengedipkan sebelah matanya pada Gio yang tersenyum lebar.

Perempuan itu tersenyum salah tingkah dan mengangguk kecil. "Gio, ayo. Sudah waktunya," ajak perempuan itu berbisik kearah Gio.

Gio mengangguk dan melambai kearah Austin, " Bye uncle tampan. Kita bicara lagi lain waktu ya!"

Austin tergelak dan mengangguk sambil melambai melihat Gio menghilang dari kafe yang terletak di lantai dua perusahaannya.

Sepeninggalannya Gio, Austin kembali melamun. Jika ibunya Gio melamun memikirkan ayahnya Gio, maka ia memikirkan siapa? Mantan calon wanita idaman? Bahkan wanita idaman Austin masih wanita yang sama. Bodoh.

Matanya kemudian tidak sengaja melihat sosok wanita yang berwajah murung. Ia berdiri ragu di depan pintu masuk perusahaan.

Sebenarnya Austin penasaran. Pertama kali ia bertemu perempuan itu juga saat perempuan itu terburu-buru menuju ke kantornya. Lalu sekarang, perempuan itu berdiri murung di bawah sana. Terlihat melamun dan sedih.

Ada perlu apa perempuan itu ke kantornya dan menatap gedung di depannya dengan tatapan kosong seperti itu?

Austin baru saja berdiri dan bertekad menghampiri perempuan itu untuk mengenyahkan rasa penasarannya. Tetapi ponselnya terlebih dahulu berbunyi sebelum ia melangkah.

"Ada apa menghubungiku?" Tanya Austin tanpa melepaskan pandangan dari perempuan dibawah sana yang masih bergeming.

"Kau tidak merindukanku? Itu kalimat pertama setelah 2 bulan tidak menghubungi kami? Yang benar saja," gerutuan terdengar dari seberang teleponnya membuat Austin mau tidak mau terkekeh kecil.

"Apa kau sudah melupakan kami sekarang? Tidak membutuhkan kami lagi? Baik. Aku akan memberitahu Mommy dan Daddy. Warisan bagianmu bisa aku bagi dua dengan Marvel nanti," ancam suara nyaring itu yang semakin membuat Austin tersenyum lebar.

Itu adalah Auryn Marvella Tyler, kembaran urutan ke 3 dari Tyler bersaudara. Sedangkan Marvel, atau yang bernama lengkap Alceo Marvello Tyler adalah kembaran urutan pertama. Sedangkan Austin, atau yang bernama lengkap Austin Marvello Tyler, adalah kembar urutan ke dua. Ia dan Alceo kembar identik. Seringkali mereka memanfaatkan kesamaan mereka untuk saling berganti peran.

"Aku merindukan kalian, Auryn. Bagaimana dengan Mommy dan Daddy?" Tanya Austin. Ketika ia menoleh kearah pintu masuk, Perempuan itu sudah tidak ada. Ia menghela nafas kecil tanpa sadar.

"Kau anak durhaka. Apa tidak pernah kau menelepon menanyakan kabar mereka?" Cecar Auryn.

"Mereka sib-"

"Mereka atau dirimu yang sibuk terus melarikan diri? Bagaimana? Sudah berhasil melupakan Sophie?" Tanya Auryn tanpa mengerem ucapannya.

Austin terkekeh kecil. Mendengar nama itu saja sudah bisa membuatnya sesak.

"Aku akan meneleponmu lagi lain waktu. Aku sedikit sibuk sekarang. Bye, adik kecil." Austin mematikan panggilan tepat saat Auryn ingin memprotes. Austin mengulang lagi keahliannya, melarikan diri.

Ia menatap kembali keluar jendela, atau lebih tepatnya kearah tempat terakhir perempuan itu berdiri. Ia menghela nafas dan menggeleng. Ia lalu beranjak dari kursinya dan memutuskan untuk mengalihkan pikirannya dengan bekerja. Dan mungkin sedikit alkohol malam nanti.

***

Austin kembali ke kelab itu. Sebenarnya ia tidak memiliki tujuan lain selain mengalihkan pikirannya sejenak dengan bantuan alkohol.

Kelab mana saja itu sama menurut Austin. Tapi dari sekian banyak kelab yang bisa ia kunjungi, ia memilih Kelab yang membuatnya bertemu dengan perempuan itu.

Pertama kali ia datang, ia langsung mencari keberadaannya. Begitu menemukan, ia mengambil tempat duduk tidak jauh darinya dan mengangkat tangannya hingga perempuan itu datang menghampiri.

"Selamat malam dan selamat datang di Empire. Saya Shannon, anda ingin memesan sesuatu?" Tanya Perempuan bernama Shannon itu lancar, seakan seperti kaset yang terus berulang setiap bertemu dengan pelanggan yang memanggilnya.

Mata perempuan itu kosong ketika berbicara. Ia tidak menatap mata Austin, melainkan sisi di kepalanya.

"Ya, aku ingin bertanya, apa kau baik-baik saja?" Tanya Austin berhasil menarik perhatian Shannon. Shannon mengerjap, memicing menatap Austin. Lalu Austin kembali bertanya, "aku lihat kau sedikit melamun sejak tadi. Apa ada yang mengganggumu?"

Shannon memutar bola matanya. Ia tidak mengenali Austin. Ia hanya mengira Austin salah satu dari bule-bule hidung belang yang gemar menggodanya.

"Jika anda tidak mau memesan, saya permisi," pamit Shannon langsung berlalu tanpa peduli tatapan mata Austin yang masih menusuk kulitnya.

"Apa dia tidak mengingatku?" Tanya Austin lebih kepada dirinya sendiri. Ia terkekeh lalu memesan minum pada pelayan lain yang kebetulan lewat. Ia terus memperhatikan Shannon yang terlihat Absen di beberapa waktu dan sepertinya jika di banding pelayan lain, ia yang paling sering dirayu oleh konsumen.

Austin mungkin gila saat tanpa sadar menetap disana hingga shift Shannon berakhir.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro