Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LBA 11

YEY DOUBLE!!!

Jangan lupa Vote dan comment juga di chapter sebelumnya ya ^^

*Natalie nebar hati

***

Coba dipikirkan, sudah berapa kali kesialan Natalie terjadi hari ini? Sudah 3 kali bahkan lebih. Seharusnya ia tidak akan lagi mengalami kesialan lainnya setidaknya sampai besok.

Itu yang wanita itu harapkan ketika semua mata kini sedang menatap kearahnya dan Alexis bergantian.

Dalam hati, Natalie menyalahkan Alexis akan posisinya saat ini. Setidaknya ia tidak perlu sesial ini dan juga di tatapi seperti tersangka kalau saja laki-laki itu tidak memaksa untuk bertanggung jawab.

Tapi kembali lagi, perkataan Alexis ada benarnya. Ini simbiosis mutualisme. Anak di kandungannya berhak mendapat yang terbaik karena ayahnyapun orang yang sama sekali tidak bisa dikatakan berasal dari keluarga biasa sepertinya yang makan mie instant sehari sekali saja juga sudah cukup.

Tapi Natalie jelas tidak pernah berpikir sejauh ini kalau keluarga laki-laki itu bisa saja menolak kehadirannya. Apalagi setelah melihat kecerobohannya tadi sebagai kesan pertama.

Hidupnya tidak pernah berjalan lancar. Bahkan disaat masalah sudah cukup pelik sekalipun.

"Jadi maksudmu, nona Natalie ini... Hamil? Dan anak di kandungannya adalah anakmu, begitu?" Tanya ayah Alexis setelah keheningan melanda cukup lama.

Mereka sudah pindah ke ruang keluarga kali ini. Mereka tidak lagi duduk di ruang tamu karena Ibunya masih sedikit syok akan kenyataan putra kesayangan dan satu-satunya itu akan, bahkan mampu menghamili wanita padahal yang selama ini ia kira, putranya hanya tertarik pada anak dari sahabat mereka.

Alexis mengangguk membenarkan.

Anggukan kecil itu membuahkan efek lumayan besar bagi keempat orang dewasa disana, terutama Ibunya.

"Oh God," serunya tertahan. "Yang barusan kau tidak apa-apa, Natalie? Kau mau periksa ke dokter? Oh god..."

"Ah, bibi tenang saja. Saya sudah terbiasa. Little mr.Handsome ini cukup kuat kok." Natalie menepuk pelan permukaan perutnya. Ibunya dan ayahnya yang melihat gerak serampangan Natalir barusan bergidik ngeri sendiri.

"Little Mr.Handsome?" Ulang Alexis sambil berbisik. "Apa tidak ada sebutan yang lebih menjijikan lagi?"

Natalie balas berbisik tanpa mengalihkan tatapannya dari kedua orang tua Alexis, "Tadinya aku mau memanggilnya Little handsome Mafia. Apa itu terdengar lebih baik?"

Alexia kembali bergidik dan menatap tajam Natalie.

"Oke, berhenti berbisik!" perintah ayahnya. "Lexy, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi."

Alexis menghela nafas dan menunduk. "Sebenarnya..."

Natalie melirik kearah Alexis, apa yang mau laki-laki ini katakan?

"Sebenarnya aku dan Natalie sudah lama berpacaran."

"Serius?" Natalie spontan bertanya dan ia tidak bisa sama sekali menyembunyikan keterkejutannya.

Alexis mempelototi Natalie yang sama sekali tidak bisa di ajak kerja sama, kemudian ia melanjutkan ucapannya sambil terus mempelototi Natalie. "Ya, kan, Babe? Kau lupa kita sudah 3 tahun berpacaran?"

Natalie mengernyit, tidak terpengaruh dengan tatapan ancaman Alexis. Ia berpikir sejenak dan kembali bergumam, "bukankah kita... AH! Tuan Mafia, tidak baik untuk memboho-/×^=%#="

Alexis tidak memiliki pilihan lain selain membekap mulut Natalie dan memiting wanita itu agar berhenti berbicara.

"Pokoknya, Mom, Dad. Kami sudah cukup lama berpacaran. Everybody make mistakes, so do we. Jadi aku ingin mempertanggung jawabkannya sekarang dengan menikahi Natalie secepatnya." Alexis memutuskan melanjutkan kebohongannya sendiri karena Natalie tidak bisa di ajak kerja sama lagi.

Ia terpaksa berbohong karena ia gengsi kalau sampai keluarganya tahu ia frustasi akibat Kelly hingga menghamili Natalie.

"She's the best for me, Mom, Dad. And i love her." Kebohongan terbesar Alexis malam itu, mungkin.

"!=×%=#×€($£" Natalie berusaha memberontak dan melepaskan dirinya, tapi sia-sia. Bagaimana bisa ia berbohong dengan sangat tenang?

Ibu dan ayah Alexis menatap bingung juga penasaran ke arah Natalie.

"Sepertinya Natalie ingin bicara sesuatu, Lex," ujar Ibunya.

"Tidak ada, dia sangat setuju dengan semua keputusanku. Pikirannya sedang sedikit terganggu akibat benturan tadi," jawab Alexis tanpa ragu.

Natalie melotot dan kembali memberontak, "%×/$_÷^%#=" otak siapa yang terganggu?! Ia membatin tidak terima.

"Lepaskan Natalie, Lex." Ayahnya berdecak melihat bagaimana cara anak lelakinya memperlakukan Natalie. "Kau mau menikahinya atau membunuhnya?"

Natalie dan Alexis saling bertatapan dan mereka serempak memisahkan diri. Natalie mengusap kasar mulutnya yang tadi di bekap Alexis.

"Kalian ini benar-benar pacaran tidak sih?" Tanya laki-laki yang duduk di sebelah Alleira dengan mata menyipit.

"Tidak."

"Iya."

Perbedaan jawaban yang keluar dari bibir kedua orang itu membuat mereka kembali bertatapan dan saling melotot dan mengancam tanpa kata.

"Sebenarnya apa yang terjadi disini?" Tanya ayahnya memecahkan perseteruan mereka.

"Sepertinya aku mengerti," gumam Alleira. Ia kemudian menatap Natalie dengan tatapan lembutnya dan tangannya meraih tangan Natalie yang terperban, "Apa adikku yang memaksamu menikah karena dia sudah menghamilimu?" Tebaknya tepat sasaran.

"Be-%÷/_" Alexis kembali membekap mulut Natalie dengan cepat sebelum wanita itu menjawab dengan polosnya.

"Alexis! Kau bisa membunuh Natalie kalau membekapnya seperti itu terus!" Omel Ibunya sambil berdecak dan membantu Natalie lepas dari bekapan Alexis kemudian membawanya duduk di sampingnya. "Kau tidak apa-apa, Natalie?"

Natalie yang memang rindu akan kasih sayang juga kelembutan orang tua, mendadak melembut dan mengangguk kecil.

Alexis meringis melihatnya.

"Apa benar apa yang dikatakan Alleira tadi?" Tanya Ibunya lagi.

Mata Natalie bertemu dengan mata penuh ancaman Alexis yang duduk di seberang sana, Natalie meringis dan melengos kearah lainnya. "Tidak, bibi. Kami memang saling mencintai. Amat sangat mencintai sampai kami..." Natalie kembali menatap Alexis dengan balasan tatapan yang sama mengancamnya dengan Alexis, "tidak tahu lagi bagaimana cara menyalurkan rasa cinta kami. Benarkan, Alexis?" Natalie sengaja menekankan nama Alexis karena lidahnya gatal sekali ingin memanggilnya dengan sebutan mafia.

"Benar sekali." Alexis tertawa renyah, "tadi itu adalah caraku mencintai Natalie." Ia mempertegas seakan menjawab tantangan Natalie.

Ibunya kemudian berdecak, "sudahlah. Kalau kalian saling mencintai ya kami juga akan ikut bahagia. Tapi pernikahan bukan hal main-main. Kalian yakin untuk menjalankannya? Kalian masih sangat muda. Berapa umur Natalie, Lexy?" Tanya ibunya kepada Alexis.

Alexis terdiam, ah benar. Umur berapa wanita itu? "Ah... itu..." kenapa tidak tanyakan langsung saja pada orangnya? Ringis Alexis.

"Jangan bilang kau tidak tahu umur Natalie?" Ledek kakak iparnya dengan senyum miring.

"Tahu! Tentu saja tahu!" Sambar Alexis cepat. Ia menatap Natalie yang terlihat sama sekali tidak berniat membantunya. "Mungkin... 22?"

"Apa aku terlihat setua itu?!" Protes Natalie secara langsung tanpa ia tahan.

"21." Ralat Alexis.

Natalie kembali melotot memprotes jawabannya.

Alexis semakin mengernyit, dia tidak mungkin di bawah umur, kan? "20?" Bukan lagi sebuah jawaban, melainkan sebuah pertanyaan ragu.

Natalie mengangguk dan melipat kedua tangannya di depan dada, "apa aku terlihat seperti berumur 22 tahun?!" Protesnya lagi.

Perdebatan mereka diperhatikan oleh ke empat orang dewasa yang sekarang sedang menatap mereka dengan bingung.

"Mana aku tahu. Apa aku pernah bertanya padamu?" Tanya Alexis tidak menerima di salahkan.

"Setidaknya kau bisa menebak hanya dengan sekali lirik, Tuan Mafia!" Balas Natalie.

Alexis melotot, hendak kembali membalas ucapan Natalie, tapi ia lebih dulu menyadari tatapan kedua orang tua juga kakak dan kakak ipar yang mengarah kepadanya. Mau tidak mau ia tertawa renyah dan melupakan niatannya membalas ucapan Natalie.

"Kalian... benar-benar berpacaran?" Kali ini pertanyaan itu terlontar dari ayahnya.

Natalie tersadar, dan ia hanya bisa menciut saat Alexis menatapnya.

"Pokoknya, Mom, Dad, aku harus tetap menikahi Natalie. Aku harus bertanggung jawab. Itu juga yang kau ajarkan, kan? Untuk bertanggung jawab?" Tanya Alexis mengabaikan Natalie.

"Tapi kenapa Mommy tidak yakin kalau kau mencintai Natalie, Lex?" Tanya ibunya menyuarakan keraguannya.

"Mom..." lirih Alexis.

"Begini saja," kakak iparnya mengintrupsi. "Bagaimana kau membuktikannya pada kami?"

"Baik." Sanggupnya, "apa yang harus aku lakukan agar kalian percaya kalau kami saling mencintai?" Tidak ada jalan lain pikirnya, terima atau tidak ada pernikahan dan ia kembali menjadi laki-laki tidak bertanggung jawab yang mengorbankan anaknya.

"Cium Natalie di hadapan kami."

Tantangan kakak iparnya barusan membuat semua orang tercengang, tapi tidak dengan Natalie yang malah tertawa kencang.

"Itu tidak mungkin bisa dia lakukan." Ia terbahak sambil memegangi perutnya, tidak menyadari kalau ia sudah menjadi objek perhatian semua orang, "dia harus berpikir berkali-kali dulu sebelum menciu-hmpf"

Alexis tanpa berpikir panjang langsung berdiri dan menarik lengan Natalie, mendaratkan ciumannya di bibir wanita itu untuk menghentikan segala bom yang ingin wanita itu lemparkan lagi. Sudah cukup kekacauan hari ini, Alexis tidak memerlukannya lagi.

"Sudah?" Tanya Alexis datar.

Natalie mematung di posisinya yang sudah berada di samping Alexis.

"Kalau tidak ada lagi, aku mau mengantar Natalie ke dokter untuk memeriksakan kandungannya dan juga agar ia bisa istirahat. Pernikahan akan tetap aku laksanakan, Mom, Dad, Kak. Aku tetap harus bertanggung jawab atas anakku," ujarnya final kemudian menarik tubuh kaku Natalie bersamanya, meninggalkan keluarganya dalam keadaan syok juga terkesima akan perubahan Alexis yang tidak pernah mereka kira akan bisa berbuat senekat itu di depan mereka.

Sesampainya di lift, Natalie masih terdiam. Alexis juga memilih tidak membahas masalah tadi karena ia benar-benar tidak ingin membahas hal memalukan itu.

Selama ini keluarganya hanya mengenal Alexis yang penurut. Alexis yang barusan dengan terang-terangan mencium wanita, berdebat dengan wanita, dan terlihat tidak tenang juga santai saat berhadapan dengan wanita, itu sangat bukan Alexis.

"Hei, Tuan mafia..." Natalie bergumam antara sadar dan tidak sadar.

"Jangan membahas atau mengatakan apapun mengenai tadi. Kepalaku sudah pusing," Ujar Alexis tidak ingin dibantah lagi.

Seperti biasa, bukan Natalie namanya kalau mengindahkan ancaman Alexis. Ia menatap Alexis, bibirnya berkedut kemudian tertarik ke samping. Kepalanya dimiringkan agar ia bisa melihat ekspresi Alexis dengan leluasa ketika ia bertanya, "kau sudah berpikir berapa kali tadi sebelum menciumku?"

Alexis mengerang. Kalau ada sumur di depannya, ia mungkin akan menenggelamkan diri kedalam, atau menceburkan Natalie kedalam sana.

Wanita itu benar-benar kebal ancaman.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro