Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 7



“Cepat bawa dia masuk ke ruang medis dan obati lukanya!” Vanilla berseru panik pada pengawal.

“Tapi, Nona—“

“Berapa kali harus kukatakan, bertindak cepatlah jika sudah menyangkut nyawa seseorang. Dia sedang bertaruh antara hidup dan mati, tetapi kalian masih sempat-sempatnya berdebat dan tidak menghiraukan seseorang yang membutuhkan pertolongan?” Suara Vanilla terdengar gemetar, memikirkan seberapa parah luka di tubuh orang asing itu. Apa lelaki itu masih sanggup bertahan?

“Dia tidak terluka lagi, Nona.”

“Tidak … terluka?” 

Vanilla menelan salivanya, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Astaga, betapa memalukannya ketika beberapa saat yang lalu dia mencemaskan seseorang yang baik-baik saja. Saat ini pasti semua mata sedang tertuju padanya.

“Dia memaksa masuk hanya untuk memberikan seplastik buah gooseberry dari hutan, katanya kau yang memintanya,” jelas pengawal. “Aku yakin dia berbohong, Nona. Sudah jelas mereka pasti penjahat yang mencari berbagai upaya untuk masuk ke villa ini. Atau bisa jadi mereka sudah memberikan racun pada buah yang mereka bawa.”

“Biarkan mereka masuk. Mereka tidak berbohong, aku memang meminta mereka memetikkan buah gooseberry untukku.”

Usai mengucapkan kalimatnya, gadis itu membalikkan tubuh dan berjalan kembali ke villa. Kali ini langkahnya lebih lambat, tangan kanannya memegang tongkat untuk memastikan tidak ada sesuatu yang akan membuatnya tersandung dan terjatuh.

 Pintu gerbang terbuka, Diego masuk dengan percaya diri. Tangannya menenteng sebuah kantong plastik kecil berisi buah gooseberry. Para pengawal menggeledah tubuh Diego dan Pedro, memastikan tidak ada pistol atau senjata tajam yang mereka sembunyikan. Dan seperti biasa, Pedro akan tetap berada di pos security. Hanya Diego yang diperbolehkan masuk.

Diego melanjutkan langkah sembari menatap villa megah dengan pilar-pilar kokoh menyangga yang menyangga bangunan. Jika dilihat dari dekat, nampak banyak ukiran-ukiran pada kusen jendela dan pintu. Sepertinya pemilik villa sangatlah menyukai sesuatu yang berbau seni.

Diego ingin cepat-cepat menyusul Vanilla yang sudah terlebih dulu masuk ke villa, tetapi seorang pengawal berusia sekitar 50 tahun, mencegat langkahnya. 

“Aku ingin bicara denganmu,” kata pengawal itu.

“Silakan.”

“Namaku Ramon, orang kepercayaan ayah Nona Vanilla. Sebelum meninggal, beliau memberi kepercayaan padaku untuk melindungi putrinya. Jadi, 1 hal yang kau harus ingat baik-baik.” Mata lelaki bernama Ramon itu menatap Diego penuh ancaman. “Berani melukai Nona Vanilla meski hanya segores kuku, maka kupastikan sebuah peluru akan menembus kepalamu detik itu juga.”

Diego tertawa tanpa rasa takut. “Dan kupastikan hal itu tidak akan terjadi. Melukai atau menyakiti seorang gadis polos tidak pernah ada dalam kamus hidupku.”

“Seperti yang kau bilang, Nona Vanilla seorang gadis polos. Dia tidak pernah berinteraksi dengan seorang lelaki kecuali sekadar berbicara dengan para pengawal. Sedangkan kau, seorang lelaki dewasa yang bisa dengan mudah tergiur oleh kecantikan Nona Vanilla. Jangan sekalipun kau bertindak melewati batasan. Ingat, aku akan selalu mengawasimu.”

“Aku mengerti. Tenang saja, aku sama sekali tidak tertarik secara fisik pada nonamu. Jika aku mau, ada banyak gadis-gadis di luar sana yang menginginkan kehangatanku.” Diego tersenyum sinis. “Gadis polos seperti nonamu tidak mungkin membangkitkan naluriku sebagai seorang lelaki dewasa. Aku hanya menyukai permainan biolanya, itu saja. Dan mungkin … merasa iba karena melihat dia kesepian di dalam sangkar emasnya.”

“Nona Vanilla sudah kuanggap seperti putriku sendiri, aku sangat menyayanginya. Jadi, tidak akan kubiarkan lelaki brengsek sepertimu mengusik hidupnya.”

“Menyayanginya?” Diego tertawa lagi. “Jika kau menyayanginya, kenapa membiarkannya tetap terkurung di tempat ini? Kenapa tidak membawanya pergi?”

Emosi Ramon tersulut, ia mencengkeram kerah jaket kulit yang dikenakan Diego. “Kau hanya orang asing yang baru sehari mengenal Nona Vanilla, jadi jangan berlagak seolah kau tahu yang terbaik untuknya.”

“Yang aku tahu, Vanilla diasingkan ibu tirinya. Dan apa pun alasannya, dia tidak sepantasnya dikurung di tempat ini. Meskipun dia memiliki keterbatasan, dia berhak mendapatkan kebebasan layaknya orang-orang normal di luar sana.”

“Kau sama sekali tidak tahu tentang masa lalu dan kehidupan Nona Vanilla,” desis Ramon. “Dan sebaiknya, setelah ini kau jangan pernah menemui Nona Vanilla lagi. Aku tidak ingin kau memberikan pengaruh buruk pada gadis polos itu.”

“Kita lihat saja nanti, apa gadis itu masih menginginkan kehadiranku atau tidak. Kau lihat bagaimana dia datang ke pintu gerbang dengan panik karena mencemaskanku? Bukankah itu sudah cukup menjadi bukti bahwa gadis itu merasa kehilangan ketika tadi pagi aku pergi dari sini? Dia kesepian, dia membutuhkan seorang teman yang menjadi tempat berbagi suka dan duka.”

Diego menepis tangan kekar Ramon, kemudian melanjutkan langkahnya. Melewati pintu kokoh yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran-ukiran indah di setiap sisinya. Sangat artistic. Begitu pula dengan design interior di dalam villa, mengusung konsep klasik dengan benda-benda antik yang terpajang di dinding. 

“Selamat datang kembali, Tuan.” Andesta menyambutnya dengan ramah. “Kau tahu, Nona Vanilla terlihat gelisah sepanjang hari. Berkali-kali ia datang ke ruang medis dan bertanya padaku apakah ada barangmu yang tertinggal.”

“Oh ya?”

“Ya. Sepertinya dia memang sangat mengharapkanmu kembali. Cepatlah, temui dia di perpustakaan. Dia pasti sedang menunggumu.”

“Oke.”

Seperti yang dikatakan Andesta, Vanilla sedang duduk di perpustakaan. Sebuah buku Braille terbuka di hadapannya, dan jari-jari lentiknya meraba tulisan berupa titik-titik timbul yang tersusun sedemikian rupa.

“Terima kasih sudah mencemaskanku,” ucap Diego sembari duduk di hadapan gadis itu.

“Mencemaskanmu? Aku tidak pernah mengatakan itu,” sahut Vanilla dengan dingin.

“Tidak mau mengakuinya? Oke, tidak masalah. Setidaknya sekarang aku tahu kau mengharapkanku kembali ke tempat ini.”

“Kau terlalu percaya diri.”

“Bukankah itu fakta? Jika kau tidak menginginkan kedatanganku, untuk apa kau membenarkan ucapanku tentang buah gooseberry? Kita berdua tahu, kau tidak pernah memintaku memetik buah itu. Kau … mengikuti skenario yang aku buat.”

Vanilla menutup buku di hadapannya. “Alasannya cukup simple. Karena aku memang ingin memakannya. Aku ingin tahu seperti apa rasanya buah gooseberry.”

Diego tersenyum lebar. “Aku menangkap makna tersirat dari ucapanmu, Nona. Kau menginginkanku kembali, karena kau ingin aku mengenalkanmu tentang seperti apa dunia luar.”

“Terserah kau ingin menyimpulkan seperti apa.” Gadis itu mengangkat bahu. “Aku harap tidak ada racun yang kau campurkan di buah itu.”

“Tentu tidak.” Diego membuka kantong plastik dan meletakkannya di atas meja. “Para pengawalmu sudah terlebih dulu mencicipinya. Kau tidak perlu cemas, mereka para pengawal hebat. Salah 1 di antaranya bahkan mengancam akan menembak kepalaku jika aku berani melukaimu.”

“Itulah mengapa kau tidak akan bisa berbuat macam-macam di sini. Jadi, boleh aku makan gooseberry-nya sekarang?”

“Wait. Tidak ada yang gratis di dunia ini, Nona. Kau harus membayarnya untuk ini. Aku mendapatkannya dengan tidak mudah. Aku memanjat pohonnya yang berada di tepi tebing. Tergelincir sedikit saja, aku akan jatuh ke jurang.”

Tentu saja Diego berbohong. Pohon itu tidak berada di tepi tebing. Lagipula bukan dia yang memetiknya, melainkan Pedro. 

“Berapa yang harus aku bayar? Kau bisa memintanya pada Tuan Ramon nanti.”

“Salah 1 yang harus kau pelajari di dunia luar, tidak semuanya bisa dibeli dengan uang. Begitu pula dengan gooseberry yang aku tawarkan padamu.”

“Lalu dengan apa aku harus membayarnya?”

“Bermain biola untukku.”

“Bagaimana jika aku menolaknya?”

“Tidak masalah. Aku tidak akan memberikannya padamu. Aku anggap kau tidak ingin mengenal dunia luar. Aku akan pergi dari tempat ini dan … tidak akan pernah kembali. Satu lagi yang bisa kau pelajari, kesempatan emas belum tentu akan datang 2 kali. Karena itu kau harus menurunkan sedikit egomu.”

“Baiklah, aku akan bermain biola untukmu.”

Diego menjentikkan jari. “Kau mengambil keputusan yang tepat, Nona. Kau akan mendapatkan gooseberry ini, satu paket dengan kesepakatan yang akan kita buat.”

“Kita tidak pernah membicarakan kesepakatan apa pun.”

“Friend with benefit. Kau mengizinkanku datang ke sini kapan pun untuk menikmati permainan biolamu. Dan sebagai gantinya, aku akan membawakan sesuatu yang tidak pernah kau temukan di sini. Entah itu berupa barang-barang ataupun makanan. Aku juga akan bercerita tentang dunia luar yang mungkin selama 17 tahun ini tidak pernah kau tahu. Bagaimana? Kau menyetujui kesepakatan kita?

Gadis itu terdiam sejenak, mungkin sedang berpikir apakah kesepakatan yang ditawarkan lelaki di hadapannya akan menguntungkan atau justru merugikan. Satu detik yang lain, gadis itu mengangguk.

Diego tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya, dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Meski sampai detik ini dia tidak mengerti kenapa dia begitu terobsesi ingin menyelami kehidupan gadis itu. Yang jelas, yang ia rasakan bukanlah ketertarikan fisik. Entahlah, mungkin karena Diego merasa senasib dengan Vanilla. Kehilangan kedua orang tua mereka.

Yang tidak Diego sadari, dua sisi benang merah mulai saling terhubung, untuk kemudian mengikat satu sama lain. Entah yang akan menjadi penyebab mereka saling mencintai, atau justru menjadi alasan mereka untuk saling membenci dan saling … melukai. 

🎻🎻🎻

To be Continued
10 Februari 2023

Di KaryaKarsa udah sampai Part 10 ya


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro