PART 39
"Anda yakin Nona Vanilla baik-baik saja, Tuan Muda? Perlu saya kirimkan dokter untuk memeriksa kondisi kesehatannya?" tanya Pedro ketika Diego masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang.
Diego sengaja meminta Pedro menjemputnya karena tidak sedang ingin menyetir karena semalaman ia tidak bisa tidur dan pagi ini terasa mengantuk. Ah, tidak. Lebih tepatnya, pikiran Diego sedang kacau.
"Tidak usah. Aku sudah membuatkan teh hangat dan memesan sup untuknya. Dia akan baik-baik saja."
"Maaf karena Nona Vanilla lepas dari pengawasanku."
"Bukan salahmu. Aku memang pernah menjanjikan Vanilla untuk pergi ke club, dan dia memilih Ariel untuk menggantikanku."
"Syukurlah Anda menjemput Nona Vanilla tepat waktu."
"Semalam dia meracau tentang lelaki masa lalunya."
"Maksudnya meracau tentang Anda?"
"Dia mencintai lelaki itu."
Pedro terkekeh. "Sejak awal menemani Anda ke villa itu, aku yakin kalian memang saling mencintai, bahkan sampai detik ini. Sayangnya kalian justru menyamarkan cinta itu dengan kebencian."
Diego menghela napas, ia memijit keningnya. "Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan itu lagi. Kita pulang sekarang."
"Baik, Tuan Muda."
Mobil meluncur meninggalkan apartemen. Diego menyandarkan punggungnya ke kursi, berusaha memejamkan mata. Tentu saja, pengakuan cinta dari Vanilla membuat perasaan Diego menjadi kacau. Diego tidak pernah menduga bahwa kata cinta itu akan muncul begitu saja dari bibir Vanilla.
***
Vanilla menghirup aroma melati dari teh hangat di dalam cangkir, kemudian menyesapnya perlahan. Manis. Semanis perhatian yang diberikan Diego pagi ini.
Aish! Ternyata meski sikapnya dingin, tetapi diam-diam Tuan Wilson sangat mempedulikan Vanilla. Lihatlah bagaimana lelaki itu menjemput Vanilla dari club karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu dia juga berada di ruang tamu untuk menjaga Vanilla semalam.
Perhatian Tuan Wilson tidak berhenti sampai di situ. Lelaki itu membuatkan teh hangat khusus untuk Vanilla, dan memesankan sup ayam yang kini masih mengepul hangat di dalam mangkok. Oh, jadi begini rasanya diperhatikan? Oke, Vanilla harus mengakui, sebenarnya Tuan Wilson seorang lelaki yang baik. Dia sangat menghargai dan menjaga kehormatan seorang wanita.
"Alangkah beruntungnya wanita yang dicintai oleh Tuan Wilson. Dia pasti akan selalu memperlakukan wanitanya seperti seorang ratu." Vanilla mengambil sendok di sisi kanan mangkok, lalu mulai menikmati sup ayam.
Makanan yang tepat untuk mengurangi rasa pusing. Sungguh, Vanilla berjanji tidak akan lagi meminum alkohol lagi. Ia bersyukur karena Diego menjemputnya. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi ketika dia kehilangan kewarasannya.
Tepat ketika Vanilla selesai menyantap sup, bel pintu berbunyi. Vanilla mengernyitkan dahi, menerka siapa tamu yang datang. Apa Tuan Wilson kembali lagi?
Vanilla berlari dan cepat-cepat membuka pintu. Tapi, ia kecewa karena yang muncul di hadapannya bukan Diego, melainkan Ariel.
"Tuan Ariel, bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Vanilla.
"Semalaman aku tidak bisa tidur karena mencemaskanmu. Kau baik-baik saja? Si Brengsek itu melakukan sesuatu padamu?"
"Aku baik-baik saja. Semalam aku tidur di kamar, dan Tuan Wilson menjagaku di sofa ruang tamu. Dia baru saja pulang setelah membuatkan teh hangat dan memesan sup ayam untukku."
"Syukurlah, aku lega sekarang. Boleh aku masuk? Aku ingin menumpang istirahat sebentar."
"Eh? Tapi Tuan Wilson akan marah kalau sampai tahu kau berada di sini."
"Aku yang bertanggung jawab kalau dia marah."
"Tapi dia sedang memberikanku hukuman tidak boleh pergi ke manapun selama seminggu."
"Dia menghukummu?" Ariel berdecak. "Aku akan berbicara padanya, bukan kau yang pantas dihukum. Aku yang salah karena membawamu ke tempat itu."
"Kau tidak salah, aku yang memintamu mengajakku ke sana. Tidak apa-apa. Hukuman seminggu ini tidak akan memberatkan, aku malah bisa beristirahat dengan nyaman."
"Tapi itu pasti sangat membosankan."
"Tak apa, aku baik-baik saja."
"Kalau begitu biarkan aku masuk sebentar saja." Ariel masuk ke apartemen dan duduk di sofa sembari memijit kepalanya. "Kau punya obat sakit kepala?"
"Kau sakit? Sayangnya aku tidak memiliki stok obat."
"Bisa tolong belikan di minimarket? Kepalaku sakit dan rasanya sudah tidak kuat lagi untuk turun ke bawah."
"Oke, aku akan membelinya untukmu. Tunggu aku di sini."
Sebutlah Ariel si pembohong pintar. Tentu saja dia tidak benar-benar sakit kepala. Dia hanya ingin memancing Vanilla pergi, lalu menyelinap masuk ke kamar Vanilla untuk mencaritahu latar belakang gadis itu. Dan lelaki itu tersenyum bahagia ketika menemukan pigura berisi foto seorang gadis kecil berkepang dua yang sedang duduk di pangkuan ibunya.
Ariel menemukan apa yang diinginkan Nyonya Mawar. Ia mengarahkan kamera ponsel ke pigura untuk memotretnya dan mengirimkan file-nya pada wanita itu. Tak berselang lama setelah file terkirim, Nyonya Mawar memberikan balasan.
Atur pertemuanku dengan gadis itu. Dia putri dari Catherine, teman baikku.
***
"Oh, Vanilla Sayang, come to me. Akhirnya aku menemukanmu." Nyonya Mawar menghampiri Vanilla dan memeluknya erat-erat. "Dua puluh tahun yang lalu, aku tidak percaya ketika mendengar kabar kematian Catherine. Aku berusaha mencarimu ke mana-mana, tetapi akhirnya terdengar kabar kalau putri Catherine sudah meninggal. Ternyata kabar itu bohong. Kau berada di sini sekarang."
Vanilla hanya terdiam, membiarkan wanita asing itu memeluk dan membelai rambutnya dengan lembut, penuh kasih sayang. Beberapa menit yang lalu, Vanilla tidak percaya ketika Ariel berkata akan mengajaknya bertemu dengan teman ibunya di club.
Sewaktu kecil Vanilla memang hidup di Jakarta, tetapi ia sama sekali tidak pernah mengenal teman-teman ibunya. Wajar jika Vanilla menolak ajakan Ariel ke club lagi dengan alasan teman ibunya ingin bertemu. Namun, ketika Ariel menyebutkan nama Catherine, Vanilla berubah pikiran. Selama ini dia tidak pernah memberitahu nama ibunya, bagaimana Ariel bisa menyebutkan nama itu dengan benar?
"Kau selamat dari kecelakaan yang menewaskan ibumu?" Nyonya Mawar menangkup kedua pipi Vanilla. "Kau sangat mirip dengan Catherine, dan aku langsung mengenalimu saat pertama kali melihatmu. Kau sangat cantik, Sayang."
Vanilla tersenyum, dalam hati bersyukur karena bisa bertemu dengan salah satu teman ibunya. Mungkin dengan cara ini dia bisa lepas dari cengkeraman Tuan Wilson. Dilihat dari style berpakaiannya yang modis, Nyonya Mawar berasal dari kalangan atas. Gaun sutera berwarna membalut tubuhnya dengan indah, lipstik merah menyala semakin menambah kesan mewah dan elegan. Wanita itu pasti bisa membantunya mendapatkan pekerjaan lain di kota ini.
Tidak perlu meragukan Nyonya Mawar lagi. Dia tahu semua masa lalu Vanilla dengan detail, artinya wanita itu tidak berbohong. Dan pelukannya juga sangat tulus, membuat Vanilla seperti kembali menemukan sosok seorang ibu.
"Terima kasih sudah mengenaliku, Nyonya. Senang bisa bertemu denganmu."
"Tentu saja, Sayang. Kau putri kesayangan ibumu. Dulu Catherine sering membanggakan gadis kecilnya yang sangat senang bermain biola. Kau pasti seorang pemain biola yang hebat, Sayang."
Vanilla menggigit bibir bawahnya, matanya terasa panas. Benarkah Mama selalu membanggakan Vanilla di hadapan teman-temannya? Ah, Vanilla yang justru pernah membenci Mama karena telah melahirkan Vanilla. Vanilla yang selalu menganggap Mama menjadi penyebab segala penderitaan dalam hidup putrinya. Ternyata, Mama sangat menyayanginya.
"Kita akan bercerita tentang banyak hal. Tenang saja, tidak ada alkohol untuk malam ini." Nyonya Mawar menunjuk sofa hitam di sisi kanan ruangan. "Jangan takut. Ini ruangan VIP, tidak akan ada yang bisa mendengar percakapan kita. Hanya ada Ariel dan orang-orang kepercayaanku."
Vanilla mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dua orang lelaki berbadan kekar berdiri tegak dengan sikap waspada, mereka pasti bodyguard Nyonya Mawar. Vanilla baru akan melangkah ke sofa, ketika tiba-tiba ruangan terbuka dan lelaki berkemeja putih masuk dengan emosi yang meluap-luap.
"Kau kabur lagi, Gadis Nakal!" serunya.
Vanilla menoleh, dan hampir terlonjak kaget melihat Diego menemukan dirinya lagi. Kedua bodyguard Nyonya Mawar bersiap menghajar Diego, tetapi Nyonya Mawar mencegahnya.
"Aku hanya ingin bertemu dengan teman ibuku, apa salahnya? Kau tidak berhak melarangku," protes Vanilla.
"Sudah kuperingatkan jangan pernah menginjakkan kaki di tempat ini lagi! Pulang!" Diego menarik pergelangan tangan Vanilla dan membawa gadis itu keluar dari ruangan. Di ambang pintu, dia menoleh ke belakang dan memberikan tatapan tajam pada Nyonya Mawar. "Tunggu aku di sini, setelah membawa gadis ini keluar, aku akan berbicara denganmu."
***
To be Continued
21 Oktober 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro