Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 38

Diego hampir kehilangan akal sehatnya. Bahkan seandainya saat ini Vanilla tidak sedang berada dalam pengaruh alkohol, Diego tidak akan peduli! Ia hanya ingin memeluk erat gadisnya dan menciumnya dengan lembut. Diego hanya ingin menyalurkan setiap kerinduan yang membelenggu dirinya.

Kau pikir mudah melupakan seseorang ketika kau sudah terlanjur mengukir kenangan indah bersamanya? Kau pikir tidak sulit mengendalikan diri ketika seseorang yang sudah kau lupakan bertahun-tahun pada akhirnya muncul di hadapanmu untuk kedua kalinya? Seolah Tuhan memang sudah mentakdirkan pertemuan itu.

Takdir yang membawa mereka pada sebuah titik-titik yang saling terhubung satu sama lain. Seolah kisah hidup mereka memang sudah dilukiskan dalam berbagai warna. Hitam pekat serupa kebencian yang menyelimuti mereka, putih serupa cinta yang tersimpan dalam diri mereka, dan berbagai macam warna lain serupa bunga-bunga kerinduan yang mekar di hati mereka.

Gadis itu hanya terdiam ketika Diego berbaring di sisinya dan kedua tangan kekar itu mendekapnya erat-erat. Bahkan saat Diego melumat bibirnya pun, Vanilla hanya membeku. Antara sadar dan tidak, gadis itu menikmati setiap cumbuan itu.

Anggaplah Diego sudah gila karena berani mendekap dan mencumbu gadis polos yang dibenci sekaligus dicintainya. Diego ingin berhenti, tetapi sialnya tubuh gemetar di dalam dekapannya justru semakin memancing sisi liar Diego. Diego ingin berlari, tetapi mata yang terpejam itu seolah meminta Diego agar tidak beranjak dari tempatnya.

Vanilla sama sekali tidak membalas ciuman Diego, tetapi entah kenapa Diego begitu menyukai bibir yang begitu lembut milik gadis itu. Sungguh, bibir ranum itu begitu nikmat ketika Diego mencecap rasa manisnya.

Diego mengerang. Gadis itu berhasil membuat gairahnya meroket. Miliknya di bawah sana semakin memberontak, terasa penuh sesak ingin dilepaskan. Dan akhirnya Diego sadar, tidak seharusnya ia mencumbu gadis polos itu. Dengan terpaksa, Diego mengakhiri ciumannya. Matanya yang berkabut menatap Vanilla yang masih terpejam.

Kecantikan yang sama seperti tiga tahun lalu. Rona merah di kedua pipi yang selalu membuat Diego tidak ingin berkedip ketika melihatnya. Lalu, bibir pink alami yang kini semakin terlihat memerah karena Diego baru saja melumatnya.

Argh! Diego harap saat ini Vanilla masih berada di bawah pengaruh alkohol. Diego masih belum rela meninggalkan gadis yang dicintainya. Kenyataannya kerinduan itu masih bergejolak dengan hebatnya. Mengalahkan ego, dan menyingkirkan kebencian.

Diego mengecup dahi Vanilla, kemudian ia mendekap Vanilla erat-erat. Membiarkan wajah gadis itu terbenam di dada bidangnya. Berulangkali Diego menghirup aroma citrus yang melekat di rambut Vanilla. Ah, aroma yang sangat dirindukan Diego belakangan ini. Diego menarik napas panjang, jemarinya bergerak mengusap kepala Vanilla dengan penuh kasih sayang.

"Tuan Wilson," lirih Vanilla.

Gerakan tangan Diego terhenti. Ia harap Vanilla segera tertidur lagi. Tapi ternyata tidak. Gadis itu kembali meracau.

"Tuan Wilson, kau tahu orang buta memang tidak bisa melihat dengan kedua matanya. Tetapi mereka memiliki kelebihan dengan panca indra yang lain. Pendengaran yang tajam, penciuman yang sensitif, dan peka terhadap sentuhan." Hening sesaat. "Aku mengenal lelaki itu dengan baik, Tuan. Dia pernah memegang tanganku. Dia pernah memelukku. Dan dia pernah ... menciumku. Lalu kenapa, Tuan? Kenapa semua yang kau lakukan padaku saat ini ... mengingatkanku pada sentuhan lelaki itu?"

"Kau mabuk, Vanilla. Aku tidak melakukan apa pun padamu. Kau sedang berhalusinasi. Jadi, jangan pernah samakan aku dengan lelaki dari masa lalumu."

"Aku mabuk?" Vanilla mendongak, berusaha menatap wajah Diego yang masih saja mendekapnya. "Ah ya, tentu saja aku hanya berhalusinasi. Mana mungkin Tuan Wilson memelukku dan menciumku."

"Tidurlah."

Vanilla menyentuh wajah Diego dengan lembut. "Kau ... lelaki dalam halusinasiku. Meski hanya ilusi, tolong jangan pergi. Aku takut kehilangan untuk yang kedua kali."

"Tidurlah, dan jangan katakan apa pun lagi. Aku akan tetap di sini memelukmu."

"Ya, kepalaku pusing lagi dan sepertinya aku harus tidur lagi." Vanilla kembali membenamkan wajahnya di dada bidang Diego. "Ah, nyaman sekali."

Hening. Diego begitu menikmati embusan napas hangat yang menerpa dadanya. Ah, rahasia apakah yang tersembunyi di balik kisah hidup mereka sehingga mereka harus berada dalam situasi seperti ini?

***

Pukul 07.00. Vanilla duduk di depan meja rias. Gadis itu memijit kepalanya yang terasa pusing setelah beberapa saat lalu memuntahkan isi perutnya. Alkohol sialan!

Vanilla mengambil hair dryer, kemudian mengeringkan rambut basahnya. Sejak bangun dari tidurnya, ia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya semalam. Sialnya, dia hanya mengingat ketika dia sedang bersama Ariel lalu lelaki itu menyuruhnya untuk mencoba minuman beralkohol. Ya! Ingatan Vanilla berhenti di situ, selebihnya dia tidak mengingat apa pun, kecuali samar-samar ia melihat Tuan Wilson berada di sekitarnya.

Tuan Wilson? Gerakan tangan Vanilla terhenti. Vanilla pasti hanya berhalusinasi kan? Jika sampai Tuan Wilson tahu, pasti dia akan memarahinya habis-habisan. Masih untung kalau lelaki arogan itu tidak memberikan Vanilla hukuman.

Wait! Ada yang lebih penting daripada memikirkan hukuman apa yang akan Tuan Wilson berikan. Mimpi aneh Vanilla! Benar kata Ariel, alkohol membuatnya rileks. Tapi anehnya, beban pikiran yang terlepas itu justru membawa Vanilla ke dalam sebuah mimpi indah bersama lelaki dari masa lalunya. Diego!

Ya, Vanilla merasakan jemari lelaki itu membelai wajahnya. Tangan kekarnya mendekap tubuh Vanilla erat-erat. Dan lelaki itu juga ... mencium Vanilla dengan lembut.

Vanilla meletakkan hair dryer di atas meja. Ia mengawasi wajahnya di dalam cermin. Mengingat ciuman itu membuat rona merah semakin menjalar di kedua pipinya. Oh, astaga! Vanilla sudah berusaha melupakan Diego, tetapi lelaki itu justru dengan lancang masuk ke dalam mimpinya. Meski hanya mimpi, tetapi ciuman itu terasa seperti nyata.

Aish! Lupakan mimpi itu, Vanilla! Memikirkannya hanya akan mengungkit rasa sakit atas kepergian lelaki itu. Lebih baik Vanilla cepat-cepat mengisi perutnya yang sudah kelaparan. Ia juga membutuhkan teh hangat untuk meredakan kepalanya yang masih terasa pusing efek mabuk semalam.

Sembari memegangi kepalanya, Vanilla membuka pintu kamar. Gadis itu hampir terlonjak ketika mendapati Diego sudah duduk di sofa dengan gaya angkuhnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada, sementara tatapan tajamnya mengarah pada Vanilla. Tubuh tinggi tegap itu mengenakan kemeja putih, dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka, membiarkan dada bidangnya sedikit terekspose.

"Tuan Wilson, apa yang kau lakukan sepagi ini di sini?" Vanilla menggigit bibir bawahnya.

"Diam-diam pergi ke club dan minum wine sampai mabuk. Menurutmu hukuman apa yang cocok untukmu?"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku ke club dan ... mabuk?"

"Kau pikir siapa yang mengantarmu pulang ke apartemen? Si Brengsek itu?"

Vanilla berlari ke sofa dan duduk di seberang Diego. "Maaf, aku mengaku salah, tapi tolong jangan beri hukuman padaku. Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya kehidupan dunia luar."

"Sudah aku peringatkan, dunia luar tidak seindah yang kau bayangkan. Kau mabuk dan kehilangan kesadaran. Kau tidak lihat bagaimana liarnya dunia malam di tempat itu? Ada banyak predator yang akan memanfaatkanmu dan merusak masa depanmu."

"Tapi aku percaya Tuan Ariel akan menjagaku."

"Menjaga?" Diego tertawa sinis. "Jangan mudah percaya pada mulut manis lelaki. Ketika dua orang lawan jenis sedang bersama, maka akan ada banyak kemungkinan sisi liar itu muncul ke permukaan. Terlebih dalam kondisi di bawah pengaruh alkohol di mana hasrat akan lebih mudah mengalahkan akal sehat. Kau ini seorang gadis, yakinlah ada banyak lelaki di luar sana yang menginginkan tubuhmu."

Vanilla menelan salivanya, matanya terbelalak lebar menatap Diego. "Tuan Wilson ... apa semalam kau juga melakukan sesuatu padaku?"

"What?" Diego balas membelalakkan mata. "Berkacalah. Apa menurutmu gadis sepertimu merupakan gadis impian lelaki kaya sepertiku?"

"Tapi ... kau yang barusan berkata banyak lelaki yang menginginkan tubuhku. Bukankah sangat memungkinkan jika kau termasuk salah satu dari mereka?"

"Jangan konyol. Aku tidak tertarik dengan gadis yang tidak bisa berciuman sepertimu."

"Bagaimana kau tahu aku tidak bisa berciuman?" Vanilla menyentuh bibirnya, teringat pada mimpinya semalam. "Kau ... kau ... menciumku?"

Vanilla menatap Diego dengan panik. Napasnya memburu, cemas seandainya lelaki di hadapannya benar-benar yang menciumnya semalam. Dan pelukan hangat itu apa juga bukan hanya mimpi?

Diego mengusap wajahnya kasar. "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Jangankan menciummu. Sekalipun kau telanjang di hadapanku pun itu tidak akan bisa membangkitkan gairahku. Gadis polos bukan seleraku, Nona."

"Jadi ... ciuman itu hanya mimpi?"

Merasa enggan berdebat lebih lama dengan Vanilla, Diego memutuskan untuk beranjak dari sofa dan bersiap meninggalkan apartemen.

"Hukuman karena sudah berani pergi ke tempat berbahaya tanpa seizinku. Satu minggu dimulai sejak hari ini, kau tidak boleh keluar dari apartemen. Ingat, aku memiliki banyak mata-mata untuk mengawasimu."

"Kenapa harus ada hukuman? Sekalipun semalam aku tidak kembali dengan selamat pun, itu tidak akan merugikanmu. Kau pikir aku tidak bosan jika harus berada di tempat ini sendirian selama seminggu penuh? Lalu bagaimana dengan pekerjaanku?" Vanilla membuntuti Diego menuju pintu.

"Sekali lagi membantah, aku akan menambah masa hukuman." Diego membalikkan tubuh dan berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum sinis pada Vanilla, kemudian dia keluar setelah menutup pintu rapat-rapat. Tidak membiarkan gadis polosnya mengejar dan kembali memprotes keputusan yang dia buat.

Satu minggu cukup untuk menjauhkan Vanilla-nya dari si Brengsek Ariel bukan?

***

To be Continued
15 Oktober 2023

Di KaryaKarsa udah tamat & ekstra part-nya udah update di sana juga ya..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro