PART 31
"Aku dengar kau bertengkar dengan Ariel," kata Tuan Gavin ketika memasuki ruangan kerja Diego. Lelaki tua itu duduk di depan Diego, memperhatikan cucunya yang sedang duduk di balik meja kerja. "Kau memecat gadis pemain biola itu?"
"Tidak. Aku hanya sedikit memberikan pelajaran padanya bahwa dunia luar tidak seindah yang dia bayangkan." Diego menatap kakeknya sebentar, kemudian kembali sibuk menandatangani berkas-berkas di hadapannya.
"Kau bahkan mengusir gadis itu dari hotel. C'mon, Diego! Bagaimana kau bisa memperlakukan seorang gadis sekejam itu? Dia tidak bersalah."
"Kakek tidak usah khawatir. Aku sudah mencarikan apartemen untuk tempat tinggal gadis itu, dan aku juga sudah membuat kontrak kerja yang baru untuknya."
"Ada yang salah dengan kontrak sebelumnya?"
"Ada beberapa poin penting yang harus aku tambahkan dalam surat perjanjian."
Tuan Gavin mengerutkan dahi. "Dia karyawan Ariel, kenapa kau repot-repot membuat surat kontrak untuknya?"
"Kakek tahu sendiri, gadis itu tidak memiliki asal usul yang jelas. Kita harus mewaspadai gadis jalanan seperti dia. Karena itu khusus untuk dia, aku perlu menambahkan beberapa poin yang sekiranya tidak akan merugikan kita."
Mendengar kalimat Diego, Tuan Gavin tertawa lebar. "Astaga, Diego! Dia hanya seorang gadis polos, tetapi kau berlagak sedang berhadapan dengan para kriminal. Hanya dengan menatap matanya saja semua orang akan tahu bahwa dia gadis baik-baik."
"Jangan tertipu oleh wajah polos seseorang. Selalu ada kemungkinan dia memakai topeng. Kakek akan menyesal jika suatu saat topeng yang dikenakannya terbuka."
"Aish, kau ini." Tuan Gavin mengibaskan tangan di depan wajah. "Terserah kau saja, yang penting kau tidak memecat gadis itu. Aku sangat menyukai melodi yang dimainkan olehnya. Nanti aku akan mengundangnya di acara anniversary perusahaan."
"No!" Diego mengusap wajah kasar. "Jangan libatkan dia terlalu jauh dalam acara perusahaan. Cukup menjadi pemain biola di live musik restoran kita, jangan lebih."
"Apa yang salah dengan itu? Perform-nya sangat bagus dan tidak memalukan untuk dipamerkan ke para kolega kita. Aku yakin mereka juga akan sangat menyukainya."
"Aku akan mencarikan pemain biola professional. Not her! Please, Kakek tidak perlu dekat-dekat dengan gadis itu."
"Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu. Wait!" Tuan Gavin mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap mata Diego dalam-dalam. "Kau mencurigainya karena berasal dari jalanan, tetapi kenapa kau lebih terlihat seperti sedang bersikap possessive padanya? Melarang semua orang mendekatinya. Are you falling in love with her?"
"Jatuh cinta pada gadis jalanan?" Diego menyugar rambutnya kesal. "Gadis yang berasal dari jalanan jelas tidak masuk kriteria wanita idamanku."
"Nah, baguslah. Artinya kau tidak memiliki hak untuk menghalangi siapa pun yang ingin mendekatinya." Tuan Gavin beranjak dari tempat duduknya. "Bersiaplah, 15 menit lagi kita akan meeting bersama investor dari Jepang."
"Berapa pemain biola yang Kakek butuhkan untuk anniversary perusahaan kita? Aku akan mencarikannya."
Tuan Gavin yang sudah mencapai ambang pintu menoleh dan tertawa. "Cukup satu. Tidak usah repot-repot mencarinya. Aku sendiri yang akan bicara pada gadis itu nanti."
"Tapi, Kek—"
Rupanya Tuan Gavin tidak ingin mendengarkan penolakan cucunya. Lelaki tua itu keluar dari ruangan dan menutup pintu rapat-rapat.
Diego meletakkan kepalan tangannya di atas meja. Argh! Gadis itu memang bisa lepas dari ibu tirinya, tetapi ia justru bertemu dengan orang-orang yang seharusnya tidak pernah ia temui di dalam hidupnya. Lepas dari kandang singa, lalu terperangkap di dalam kandang harimau yang bersiap memangsanya.
***
Diego berdiri tegak di depan pintu apartemen tempat Vanilla tinggal. Ia menarik napas panjang, berusaha menetralkan detak jantungnya yang terlalu cepat. Argh! Kenapa perasaan sialan itu masih saja mengganggunya? Kalau boleh memilih, tentu saja Diego ingin melupakan semua tentang Vanilla. Tetapi, semakin menyingkirkan perasaannya, itu justru semakin membuat Diego tidak ingin jauh dari Vanilla.
Oh, segila inikah cinta? Seolah 3 tahun yang berlalu tidaklah cukup untuk menghapus semua kenangan manisnya dengan gadis itu. Magic apa yang dimiliki gadis itu sampai-sampai membuat Diego tidak bisa melepaskan diri dari perangkap yang menjerat dirinya ke dalam cinta? Shit!
Setelah jantungnya sedikit tenang, Diego menekan bel. Hanya dalam hitungan detik, pintu terbuka dan Vanilla menyambutnya dengan senyuman manis.
"Hai, Tuan Wilson. Saya sudah menunggu sejak pagi tadi, tapi ternyata Anda datang pada malam hari."
"Memangnya kau siapa sampai-sampai berharap aku akan datang secepat itu? Aku memiliki banyak pekerjaan lain yang lebih penting dari sekadar menemui gadis jalanan sepertimu." Diego menjawab dengan ketus.
"Tidak bisakah Anda berhenti menyebut saya gadis jalanan? Kalau Anda ingin tahu, saya berasal dari sebuah tempat yang indah, di mana semua orang menginginkan tempat tinggal seperti itu."
"Berasal dari istana dengan puluhan maid yang selalu sigap melayanimu dalam 24 jam? Ya, itu sudah terlihat dari sikap manjamu dan kau yang terlalu kekanak-kanakkan."
"Manja?" Vanilla tersenyum miring. "Sepertinya Anda salah menilai saya, Tuan. Saya bahkan lebih kuat dari yang Anda pikirkan."
"Apa peduliku? Di mataku kau tidak lebih dari gadis lemah yang menyebalkan." Diego masuk ke dalam apartemen dan duduk di sofa, lalu lelaki itu melemparkan sebuah dokumen ke atas meja. "Surat kontrak yang harus kau tanda tangani di dua lembar terakhir."
"Dengan senang hati." Vanilla mengambil pulpen yang disodorkan Diego dan membubuhkan tanda tangan di dua halaman terakhir. Lebih cepat lebih baik. Dia harap setelah ini lelaki menyebalkan itu segera pergi, dan artinya Vanilla bisa terbebas darinya.
Sungguh, Vanilla merasa setiap kalimat yang Diego lontarkan sangat tidak menyenangkan. Lebih tepatnya, memancing emosi. Untungnya, di tempat kerja nanti, dia akan lebih sering berinteraksi dengan Ariel. Bisa dibayangkan jika setiap hari Vanilla harus bertemu dengan Tuan Wilson?
"Kau tidak membacanya terlebih dulu?" tanya Diego.
"Saya rasa isinya sama saja dengan kontrak yang diberikan oleh Tuan Ariel. Saya sudah selesai menandatanganinya, dan Anda boleh pergi sekarang. Besok malam saya akan mulai bekerja."
"Sepertinya kau salah mengerti, Nona." Diego menyandarkan punggungnya ke sofa, kedua tangannya terlipat di dada. "Ada perjanjian tambahan di halaman paling akhir."
"Perjanjian tambahan?"
"Peraturan yang harus kau taati selama bekerja menjadi pemain biola di live music."
Vanilla mulai mencium aroma yang mencurigakan dari kalimat Diego. Tangannya bergegas membuka halaman terakhir dokumen dan membaca isinya. Tubuhnya lemas seketika. Dia menatap Diego dengan kesal.
"Pasal pertama. Kau hanya diperbolehkan berada di restoran selama jam kerja. Pasal kedua. Kau dilarang berinteraksi dengan semua atasanmu, termasuk Ariel ataupun asistennya. Pasal ketiga, kau tidak diperkenankan bertegur sapa apalagi mengobrol dengan tamu hotel. Pasal keempat, jangan sekali-kali menceritakan kisah hidupmu pada siapa pun. Pasal kelima, kau hanya bisa pulang pergi ke tempat kerja dengan diantar oleh sopir yang sudah aku siapkan. Pasal terakhir, jika kau terbukti melanggar semua pasal di atas, aku tidak akan mengampuni. Aku pastikan kau akan menyesal karena berani menentangku."
"Tuan Wilson, hal-hal itu terlalu pribadi untuk urusan surat kontrak kerja," protes Vanilla.
"Kau sudah menandatanganinya, Nona. Artinya kau menyetujui apa yang tertulis di atas kertas." Diego menyeringai kejam, melemparkan tatapan elangnya pada Vanilla. "Patuhi saja, atau hidupmu akan hancur di tangan orang berkuasa sepertiku."
"Ini tidak masuk akal, Tuan Wilson. Kenapa Anda mengekang saya dengan semua peraturan aneh?"
"Bukan mengekang, lebih tepatnya waspada pada gadis yang tidak diketahui asal-usulnya sepertimu. Aku tidak ingin mengambil resiko jika ternyata kau seorang mata-mata yang dikirimkan oleh musuh untuk menyelidiki rahasia perusahaan."
"Apa wajah saya terlihat seperti seorang kriminal?"
"Pihak musuh seringkali menggunakan wajah-wajah polos untuk meminimalisir kecurigaan orang yang menjadi target."
"Tapi kemarin Anda berkata tidak suka melihat seorang gadis disakiti. Dan Anda menebak bahwa kehidupan saya tidak bahagia di tempat asal saya, karena itu Anda menyelamatkan saya. Kemarin Anda sama sekali tidak menaruh kecurigaan terhadap saya."
"Semalaman aku berpikir ulang dan memutuskan untuk tetap waspada pada orang asing sepertimu. Kemampuanmu dalam bermain biola sangat bagus dan itu akan sangat menguntungkan hotel, hal itu yang membuatku terpaksa mempertahankanmu."
"Pasal keempat, jangan sekali-kali menceritakan kisah hidupmu pada siapa pun. Perusahaan mana yang terlalu ikut campur pada urusan pribadi para karyawannya?"
"Tambahan satu pasal lagi. Dilarang mempertanyakan alasan apa pun. Cukup patuhi semua peraturan yang sudah aku buat, dan kita saling memberikan timbal balik. Kau menguntungkan perusahaanku, dan aku akan memberikan perlindungan jika memang kau membutuhkan perlindungan dari orang-orang yang mengejarmu tempo hari. Tapi jika ternyata kau seorang mata-mata, aku tidak akan pernah mengampunimu."
"Tuan Wilson, saya membutuhkan kebebasan. Peraturan yang Anda buat tidak adil untuk saya."
"Aku rasa tidak ada lagi yang perlu aku jelaskan. Semua sudah jelas tertulis hitam di atas putih." Diego mengambil berkas dan beranjak dari sofa. "Besok jam 18.30 sopir akan menjemputmu di sini. Jangan pergi ke manapun sebelum sopir datang. Ingat, aku mengawasimu."
"Tapi, Tuan—"
"Aku tidak ingin mendengar apa pun lagi." Diego melangkah cepat keluar dari apartemen, membiarkan Vanilla yang terus saja protes pada pasal-pasal perjanjian yang sudah terlanjur ditandatangani.
Diam-diam Diego tersenyum. Dia sudah berhasil menahan gadis itu agar terus berada di dekatnya. Mengekangnya dengan seutas tali yang tidak kasat mata. Atau mungkin ... benang merah itu memang sudah terlebih dulu mengikat keduanya dalam sebuah perasaan yang tidak pernah usai.
***
To be Continued
06 September 2023
Yang mau baca duluan bisa langsung ke KaryaKarsa ya 🥰🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro