Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 29

Halooo.. di KaryaKarsa udah update part terbaru sampai Part 46 ya..

Happy Reading 🥰🥰🥰





Vanilla menarik koper kecil berisi pakaian-pakaiannya. Koper beserta isinya merupakan pemberian Ariel sebelum Vanilla bekerja. Saat itu Frinda membelikan Vanilla beberapa dress yang cocok untuk perform di live music, atas perintah Ariel.

Ariel sangat baik pada Vanilla, berbeda jauh dengan Tuan Wilson. Sebutan apa yang pantas untuk pemilik hotel itu? Lelaki sombong? Lelaki brengsek? Lelaki yang tidak punya hati? Ketiga sebutan itu sangat cocok untuk Tuan Wilson. Kenapa Vanilla harus dipertemukan dengan lelaki seperti itu? Mengusir Vanilla hanya karena menganggap Vanilla sebagai gadis jalanan yang tidak pantas berada di tempat itu?

Sekarang apa yang harus Vanilla lakukan? Baiklah, rupanya tidak semua kata-kata yang keluar dari mulut Tuan Wilson. Dunia ibukota terlalu keras bagi Princess seperti Vanilla. Vanilla yang sudah terbiasa hidup dilayani oleh para maid, kini harus berpikir bagaimana cara agar ia bisa bertahan hidup di tengah keramaian ini.

Villa di tengah hutan adalah tempat terbaik bagi Vanilla, tetapi gadis itu benci jika harus bergantung pada Nyonya Kenanga seumur hidup. Wanita yang telah mengasingkan Vanilla sejak kecil dan mematahkan harapan Vanilla untuk hidup normal seperti orang lain. Kenapa Nyonya Kenanga melakukan semua itu?

Alih-alih membawa Vanilla ke dokter untuk melakukan operasi mata, Nyonya Kenanga justru memilih menghabiskan uangnya untuk membayar para maid dan bodyguard. Bukankah dari situ sudah jelas Nyonya Kenanga ingin melihat Vanilla hidup menderita selamanya?

Seperti seorang Tuan Putri yang diasingkan di tengah hutan dan dibiarkan melajang sampai menjadi perawan tua. Vanilla tahu Nyonya Kenanga sakit hati karena suaminya telah berselingkuh dengan Catherine, tetapi kenapa Nyonya Kenanga harus membalaskan dendamnya pada Vanilla yang notabene tidak tahu apa-apa?

Vanilla menghela napas kasar. Hampir 15 menit dia berjalan menyusuri trotoar dan belum bisa mengambil keputusan di mana dia akan tidur malam ini. Menginap di hotel? Tidak mungkin, uang yang diberikan Frinda sebelum Vanilla pergi tidak terlalu banyak.

Rupanya, kesialan Vanilla tidak cukup sampai di situ. Sebuah mobil hitam menepi di jalan, kemudian 2 orang lelaki keluar dan berjalan menghampiri Vanilla. Tentu saja Vanilla tahu siapa mereka. Para bodyguard suruhan Nyonya Kenanga. Argh! Kenapa secepat itu mereka menemukan Vanilla?

Kali ini Vanilla tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Kedua bodyguard itu mencengkeram lengan Vanilla dan bersiap menyeretnya ke dalam mobil.

"Menurutlah pada kami, Nona. Jika gagal membawamu pulang, kami akan dipecat!"

Vanilla mencoba memberontak. "Baguslah kalau kalian dipecat! Untuk apa bekerja pada wanita jahat seperti Mama?"

"Jangan memaksa kami menggunakan kekerasan. Nyonya Kenanga sudah menunggu di Villa."

"Lepas!" Vanilla memberontak, tetapi tenaga kedua bodyguard itu terlalu kuat.

"Diamlah, Nona. Kami hanya menjalankan tugas!"

Vanilla hampir saja putus asa, tetapi tiba-tiba sebuah mobil Range Rover berhenti tidak jauh dari mereka. Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dengan setelan kemeja putih jas hitam keluar dari dalam mobil. Sebagian wajahnya tertutup masker hitam, tetapi jika dilihat dari perawakan atlestisnya, Vanilla tahu siapa lelaki itu. Tuan Wilson.

"Lepaskan gadis itu!" perintah Diego.

"Jangan mencampuri urusan kami! Orang tua gadis itu memerintahkan kami untuk membawanya pulang."

"Kau tahu dia tidak mau pulang."

"Karena itu kami harus memaksanya pulang."

"Tidak bisa semudah itu, Tuan-Tuan. Saat ini gadis itu sudah menjadi karyawan perusahaanku. Kau tidak bisa membawanya pergi karena dia sudah terikat dengan kontrak kerja. Jadi, tinggalkan dia sekarang juga."

"Kau pikir kami akan mempercayaimu?"

Diego tersenyum sinis sembari berjalan semakin mendekati Vanilla yang masih berada dalam cengkeraman bodyguard-nya. Mata tajam Diego menatap Vanilla tajam.

"Gadis bodoh! Sudah kubilang kau tinggal di apartemen yang sudah disiapkan perusahaan. Kenapa malah nekat mencari apartemen lain hanya karena kau bertengkar dengan teman sekamarmu?" Nada amarah terselip dalam kalimat Diego.

"Maaf, Tuan. Baiklah, saya akan kembali ke kamar saya." Vanilla menoleh pada bodyguard di sampingnya. "Bosku sudah menjemputku, jadi lepaskan aku sekarang. Katakan pada Mama, aku tidak ingin pulang."

"Tapi, Nona—"

"Dia sudah dewasa dan berhak menentukan jalan hidupnya sendiri," tegas Diego. "Lepaskan dia sekarang!"

Diego menepis tangan bodyguard, lalu menarik Vanilla dan membiarkan gadis itu berlindung di balik punggungnya. Tanpa aba-aba, seorang bodyguard melayangkan pukulannya ke wajah Diego. Namun, Diego yang sudah terlatih waspada, menangkis serangan itu dan memberikan serangan balik.

Perkelahian pun tidak bisa dihindarkan lagi. Vanilla menyaksikan pertarungan sengit itu dengan tegang. Dia pikir, lelaki sombong itu akan kalah dengan mudah. Ternyata Vanilla salah, Diego bisa dengan mudah melumpuhkan 2 orang bodyguard yang mengeroyoknya. Oke, kali ini Vanilla mengakui bahwa Tuan Wilson lelaki yang hebat.

"Pergilah sebelum terjadi kerumunan massa di tempat ini!" Diego berseru. "Katakan pada Nyonya kalian, gadis itu tidak ingin pulang dan ingin memulai kehidupannya yang baru!"

Kedua bodyguard yang sudah tersungkur di trotoar cepat-cepat bangkit dan berlari menuju mobil. Mereka bahkan tidak berani menatap wajah lelaki yang sudah membuat tubuhnya babak belur. Rasanya tulang mereka hampir dibuat patah jika perkelahian mereka tidak berakhir. Mobil melaju kencang meninggalkan Vanilla bersama Diego. Bodyguard yang telah gagal menjalankan tugas.

Diego menoleh pada Vanilla yang masih mematung di tempatnya. "Kenapa berdiri di situ? Masuk ke mobil!"

Oke. Vanilla benar-benar tidak mengerti pada Diego. Beberapa saat lalu, Diego layaknya malaikat yang menjadi penyelamat, tetapi hanya dalam hitungan detik sikapnya kembali berubah dingin, angkuh dan penuh kuasa. Wait! Apa katanya tadi? Masuk ke mobil? Setelah mengusirnya setengah jam yang lalu?

"Kau tidak punya telinga?" Diego menarik koper dari tangan Vanilla dan memasukkannya ke dalam bagasi.

Diego berdecak kesal ketika dilihatnya Vanilla masih mematung di tempatnya. Dia pun menarik tangan gadis itu dan mendorong tubuhnya masuk ke dalam mobil.

"Apa yang Anda lakukan?" protes Vanilla begitu Diego duduk di belakang kemudi.

Lelaki itu membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya dan melemparnya ke atas dashboard. "Menculikmu," sahut Diego dingin.

Vanilla berusaha membuka mobil, tetapi rupanya Diego sudah menguncinya. Gadis itu menoleh dan menatap Diego kesal. "Turunkan saya!"

"Kenapa? Kau lebih senang dibawa oleh kedua orang tadi dibanding berada semobil dengan lelaki tampan sepertiku?"

"Saya benar-benar tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Anda. Setelah mengusir saya, kenapa tiba-tiba Anda datang menjadi penyelamat saya?"

"Penyelamat?" Diego tertawa sinis. "Aku hanya tidak terbiasa melihat seorang gadis diperlakukan kasar seperti tadi. Jadi, aku tidak menyelamatkanmu, tetapi memberikan pelajaran pada kedua lelaki itu."

Argh! Lelaki sombong ini! Vanilla menggertakkan gigi. Vanilla tidak tahu apakah dia harus bersyukur atau tidak. Dia memang selamat dari bodyguard Nyonya Kenanga, dan sebagai gantinya dia harus berurusan dengan lelaki paling menyebalkan di dunia.

Mobil mulai melaju di jalanan beraspal, entah ke mana Diego akan membawa Vanilla pergi. Sungguh, Vanilla tidak ingin berurusan dengan lelaki yang tidak bisa berucap lembut pada seorang gadis.

"Stop!" seru Vanilla. "Turunkan saya di sini!"

Diego menginjak pedal rem secara mendadak. Tubuh Vanilla yang tidak mengenakan seatbelt, refleks terdorong ke depan.

"Baguslah kalau kau ingin turun. Aku akan menunggu berita kriminal yang disiarkan di TV besok pagi. Mungkin tentang pemerkosaan yang korbannya dibawa ke rumah sakit, atau tentang pembunuhan sadis. Baguslah, setidaknya reporter tidak lagi kebingungan mencari berita yang menarik untuk disajikan di media."

Vanilla menelan salivanya. Sederet kalimat yang diucapkan Diego terdengar mengerikan di telinganya. Kasus pemerkosaan dan pembunuhan memang belakangan ini sedang marak terjadi.

"Aku sudah tidak mengunci pintunya," ucap Diego, masih dengan nada yang dingin. "Turunlah kalau kau ingin turun. Tapi ingat, aku tidak akan memberikan tumpangan untuk kedua kalinya, Nona. Dan jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu yang buruk padamu. Dunia malam ibukota bukan tempat yang ramah untuk seorang gadis sepertimu."

Wajah Vanilla tertunduk. Ia memainkan jemari-jemari lentiknya. "Sepertinya saya berubah pikiran," ucapnya lirih.

Tentu saja Vanilla harus berpikir logis. Mungkin lebih baik jika dia menurut ke manapun Diego akan membawanya pergi. Meski terlihat kejam, tetapi upaya menyelamatkan Vanilla beberapa saat lalu telah membuktikan bahwa sebenarnya Diego tidak sejahat itu. Dia seorang bos besar, bukan seorang kriminal.

Meski sampai detik ini Vanilla belum bisa memahami jalan pikiran Diego. Ah, masa bodoh dengan alasan kenapa Diego menyelamatkannya. Yang terpenting saat ini Vanilla aman. Dan anehnya, kenapa dia merasa nyaman berada di samping lelaki asing itu?

Vanilla menoleh pada Diego yang sudah kembali mengemudikan mobil. Dia tidak tahu ke mana Diego akan membawanya pergi. Yang Vanilla tahu hanya satu, dia mempercayai lelaki asing itu. Perasaan yang aneh, bukan? Entahlah, karena sejak tadi Vanilla hanya mengikuti kata hati.

Ikutlah dengannya, Vanilla. Kau akan aman bersamanya.

***

To be Continued
27 Agustus 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro