Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 28

Hai.. di KaryaKarsa udah sampai Part 44 ya..

🎻🎻🎻

Hening. Vanilla masih tidak bisa berkata-kata sampai akhirnya lift berdenting dan pintunya terbuka di lantai 10. Diego melangkah dan keluar dari lift. Vanilla tersentak ketika lelaki itu berjalan melewatinya begitu saja. Aroma musk yang sejak tadi menguar di dalam lift semakin menyengat hidungnya.

Vanilla tersentak, seketika ia teringat apa tujuannya mengejar pemilik hotel. Gadis itu buru-buru membalikkan tubuh dan kembali berlari membuntuti Diego menyusuri lorong hotel.

"Tuan Wilson! Saya ingin bicara dengan Anda!" seru Vanilla.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku tidak mengenalmu."

"Saya tidak merasa melakukan kesalahan dan saya sudah perform semaksimal mungkin. Tuan Ariel menyukai permainan biola saya, jadi tidak ada alasan bagi Anda untuk memecat saya seenaknya."

"Jangan samakan aku dengan Ariel. Hotel ini milikku dan aku bebas melakukan apa pun yang aku inginkan," sahut Diego dengan dingin, langkahnya semakin cepat.

"Termasuk memecat saya tanpa alasan?"

Diego menghentikan langkah dan membalikkan tubuh, membuat Vanilla hampir saja menabrak tubuh kekar di hadapannya. Vanilla menahan napas, kemudian mundur tiga langkah, berusaha memberikan jarak dengan Diego.

"Kau butuh alasan?" Lagi-lagi Diego melemparkan tatapan tajam pada Vanilla, tetapi gadis itu tanpa rasa takut membalas tatapannya. "Tempat ini sangat berkelas, dan gadis jalanan sepertimu tidak pantas berada di sini."

Terlihat sorot kemarahan di mata Vanilla. "Apa saya sehina itu di mata Anda?"

"Perlu kau tahu, semua karyawan di perusahaanku selalu diseleksi dengan ketat. Sedangkan kau? Seorang gadis jalanan yang tidak jelas asal-usulnya, jelas sangat tidak layak berada di tempat ini."

"Setidaknya aku gadis baik-baik dan aku tidak melakukan tindak kriminal. Permainan biolaku bagus dan disukai banyak orang. Apa kriteria itu tidak cukup?"

"Kau pikir aku peduli? Apa pun alasannya, aku tidak ingin melihatmu di sini lagi. Kemasi barang-barangmu, pergi dari sini malam ini juga." Diego membalikkan tubuh dan kembali melanjutkan langkahnya menyusuri lorong hotel.

Vanilla mengepalkan kedua tangan, ingin rasanya ia meninju wajah lelaki angkuh itu. "Apa Anda tidak punya hati? Tega mengusir seorang gadis yang tidak punya tempat tinggal. Malam ini saya bahkan tidak tahu harus tidur di mana."

"Kembalilah ke tempat asalmu. Rumah adalah tempat terbaik untukmu."

"Saya tidak mungkin pulang, Tuan. Saya mohon, beri kesempatan pada saya untuk tetap bekerja di sini. Jika dalam waktu satu bulan saya mengecewakan tamu hotel, Anda boleh memecat saya."

"Aku sedang mengusirmu, bukan mengajakmu bernegosiasi. Pergilah sebelum kesabaranku habis."

"Apa semua lelaki kaya memang senang berbuat semena-mena pada orang miskin? Anda memiliki ratusan kamar hotel, tapi mengusir seorang gadis yang membutuhkan tempat tinggal."

"Kau menguji kesabaranku, Nona!" dengus Diego karena Vanilla masih terus saja membuntutinya. Ia mengambil ponsel di saku jasnya dan menelepon seseorang. "Panggil security ke lantai 10. Usir gadis pemain biola yang sejak tadi membuntutiku."

Vanilla tertawa miris. "Dan sekarang Anda memperlakukan saya seperti seorang penjahat padahal saya sedang mempertahankan pekerjaan saya?"

Diego hampir kehilangan kesabaran. Lagi-lagi ia membalikkan tubuh dan menunjuk wajah Vanilla, terlihat kilatan amarah di mata hitamnya.

"Kau, dengar baik-baik. Pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Jangan sekali-kali menemui atau meminta bantuan pada semua orang yang ada hubungannya dengan perusahaanku. Jika kau berani melakukannya, aku benar-benar akan membuatmu menyesal seumur hidup. Aku bahkan hanya perlu menjentikkan jari untuk menghancurkan gadis lemah sepertimu."

Vanilla menghela napas kasar. "Baiklah. Tapi saya ingin mendengar satu alasan kenapa Anda melakukan hal ini pada saya."

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak menyukaimu, dan aku berhak menyingkirkan siapa pun orang yang tidak aku sukai. Apa cukup jelas, Nona? Kembalilah ke tempat asalmu. Dunia ibukota terlalu keras bagi gadis sepertimu." Tatapan Diego berubah sayu. "Kau lebih pantas menjadi seorang putri dengan puluhan maid yang akan melayani setiap kebutuhanmu. Bukan bermain biola dan mempertontonkan dirimu di hadapan orang lain. Dunia luar itu tidak seindah yang kau bayangkan, Nona. Tidak semua dari puluhan pasang mata yang memandangmu adalah orang baik-baik. Bisa jadi salah satu di antara mereka adalah orang yang akan melukaimu."

Deretan kalimat Diego cukup membuat Vanilla terpaku di tempatnya. Kenapa dengan lelaki bernama Tuan Wilson? Kenapa lelaki itu mengucapkan kalimat-kalimat itu seolah dia mengenal Vanilla dengan baik? Apa memang dia memiliki insting yang begitu tajam? Atau bagi Tuan Wilson, Vanilla persis seperti lembaran buku yang terbuka sehingga bisa dengan mudah dibaca?

"Kau terlalu pintar memberikan teori, Tuan Wilson!" Vanilla berseru kesal. "Kenyataannya Anda tidak tahu apa-apa tentang saya. Dan satu hal yang harus Anda tahu, saya membenci lelaki angkuh yang tidak memiliki hati seperti Anda!"

"I don't give a shit!" Diego balas berseru tanpa menoleh.

Vanilla tidak lagi mengejar Diego. Di belakang sana, seorang security sudah berlari-lari menghampirinya. Rupanya Diego benar-benar ingin mengusir Vanilla malam ini juga. Oh, beberapa hari belakangan ini Vanilla sudah merasa tenang karena dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai passion. Tapi tiba-tiba lelaki angkuh itu datang dan menghancurkan semuanya.

🎻🎻🎻

Diego membuka kaleng bir, lalu meminumnya hingga tandas. Cairan beraroma malt yang terasa pahit membasahi tenggorokannya. Minuman itu sedikit menenangkan perasaannya yang beberapa saat lalu terasa kacau. Vanilla, sosok yang tidak pernah Diego harapkan bertemu untuk kedua kali.

Tiga tahun berlalu. Gadis itu tumbuh dengan baik. Usianya bertambah dan membuatnya semakin terlihat matang. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi tetapi terbentuk dengan indah di beberapa bagian. Rambut panjangnya tergerai di punggungnya dan menguarkan aroma citrus, masih sama seperti saat terakhir kali Diego mengecup puncak kepala gadis itu dan menyimpan aroma memabukkan itu di dalam paru-parunya.

Ingin tahu bagaimana perasaan Diego ketika gadis itu berdiri tepat di hadapannya? Waktu seakan berhenti berputar. Diego ingin sekali menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dan berbisik lembut. 'Aku merindukanmu, Nona. Sangat merindukanmu'. Tapi sayang, sampai detik ini Diego tidak pernah lepas dari bayang-bayang masa lalu. Paras cantik Vanilla selalu mengingatkannya pada Nona Catherine.

Diego meletakkan kaleng bir di atas meja, kemudian pergi menuju balkon. Berdiri di lantai 10 dan menikmati kerlap-kerlip lampu yang menghiasi ibukota. Selain apartemen, Diego memiliki kamar pribadi di hotel lantai 10. Jika sedang bosan di apartemen, Diego akan tidur di kamar hotel dan berdiri lama di balkon.

Lelaki itu menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Mata tajamnya mengawasi pintu gerbang hotel, menunggu seseorang keluar dari sana. Ya, Vanilla. Diego harus memastikan gadis itu sudah keluar dari hotel malam ini juga. Atau mungkin lebih tepatnya Diego ingin tahu ke arah mana Vanilla pergi. Tidak, tidak. Diego tidak mau tahu apa pun tentang gadis itu.

Masa bodoh sekalipun Vanilla harus tidur di pinggir jalan atau di kolong jembatan. Lebih bagus kalau ada perampok yang membunuhnya. Bukankah kematian gadis itu lebih baik dibanding Diego harus bertemu lagi untuk kesekian kali? Artinya Diego tidak perlu mengotori tangannya untuk membalaskan dendam atas kematian kedua orang tuanya.

Atau jika besok tertulis headline di surat kabar tentang kasus pemerkosaan seorang gadis cantik di pinggir jalan, Diego akan bertepuk tangan dan menganggap bahwa gadis itu telah mendapatkan karma atas dosa yang diperbuat ibunya.

Diego tertawa miris. Asap rokok mengepul dari mulutnya, tapi sialnya, kali ini nikotin tidak mampu menghentikan kekacauan di dalam hatinya. Matanya terus saja mengawasi satu titik, hingga akhirnya sosok yang ditunggunya muncul. Berjalan lesu dengan sebuah ransel kecil di punggungnya.

Bagaimana, Diego? Kau puas melihat gadis itu menjadi gelandangan? Kau masih ingin menambah beban di dalam hidupnya? Ingin menghancurkannya lebih jauh? Kenapa tidak sejak dulu kau membunuhnya agar gadis itu tidak lagi merasakan penderitaannya lagi?

Kenapa kau dulu urung menancapkan belati di punggungnya? Kenapa dulu kau menyelamatkannya ketika dia hampir tenggelam di kedalaman samudera? Kenapa kau memeluknya dan mendekapnya erat-erat hingga gadis itu berpikir kau benar-benar pahlawan dalam hidupnya? Kau memberinya harapan, lalu dengan tega meninggalkannya tanpa kabar. Membiarkan gadis itu terpuruk dalam kerinduan. Tidak tahukah kau bahwa hampir setiap hari dia berdiri di bawah pohon sakura dan berharap seorang lelaki kembali datang membuat kekacauan di gerbang villa?

Gadis itu merindukan semua tentangmu, tetapi kau malah membalasnya dengan luka. Ah ya, bukankah kau juga memiliki luka yang sama? Lalu ketika takdir kembali mempertemukanmu, kenapa kau membiarkan dia memanggilmu Tuan Wilson? Kenapa kau membiarkannya tidak mengenalimu?

Kenapa kau tidak mendekapnya erat-erat dan berbisik lembut di telinganya seperti dulu, "Kau aman bersamaku, Vanilla. Ini aku, Diego, lelaki yang pernah mencintaimu tetapi dengan angkuh membantah perasaan itu. Lelaki yang merindukanmu tetapi dengan sombong berlagak membencimu. Lelaki yang pergi dengan mencuri separuh hatimu dan membiarkannya tinggal di sebuah ruang kosong."

Kenyataannya Diego tidak lebih dari seorang pecundang yang memilih untuk tetap terjebak dalam lingkaran masa lalu. Luka itu akan tetap ada, entah sampai kapan.

Seharusnya Diego kembali ke dalam kamar dan mengabaikan siapa pun di kejauhan sana. Tapi, matanya enggan beralih dari sosok gadis yang berdiri di persimpangan jalan. Cinta, luka, rindu, dendam dan kebencian. Benang merah yang dulu sempat Diego putuskan, kini kembali terhubung dan bersiap memporak-porandakan kehidupan mereka.

🎻🎻🎻

To be Continued
23 Agustus 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro