PART 27
Diego harap apa yang dilihatnya hanyalah sebuah ilusi. Tapi, gadis itu benar-benar terlihat nyata di depan sana. Tubuh yang terbalut dress warna putih itu memancarkan pesonanya. Tangannya bergerak memainkan biola, menyihir para tamu hotel dengan melodi indahnya. Gadis itu ... berlian di dalam kotak kaca yang pernah ditinggalkan Diego.
Diego sudah membuat Vanilla menjauh dari masa lalu, tapi kenapa sekarang gadis itu malah berlari mendekat? Tidak tahukah bahwa keberadaannya di tempat ini sangat membahayakan nyawanya? Apa yang akan terjadi seandainya Tuan Gavin tahu siapa Vanilla sebenarnya?
Diego menggertakkan gigi. Mata elangnya menatap tajam Vanilla, tepat pada saat gadis itu juga sedang menatapnya. Tatapan sayu yang mengingatkan Diego pada kenangan-kenangan manis di antara mereka. Kenapa mereka harus kembali dipertemukan lagi? Selama ini Diego sudah berusaha membunuh rindu yang menyiksa dirinya. Menginjak setiap tunas-tunas cinta di dalam hatinya.
Tepuk tangan terdengar bergemuruh ketika Vanilla mengakhiri permainan biolanya, lantas membungkuk hormat pada tamu hotel. Kemudian, gadis itu bersiap turun dari atas panggung. Dan sekali lagi, pandangan mereka kembali bertemu. Hanya sesaat, karena di detik yang lain Diego bergegas membuang pandangannya.
"Di mana Ariel menemukan pemain biola seburuk ini?" Diego mendengus, menoleh pada kakeknya yang bertepuk tangan dengan semangat.
"Buruk apanya? Itu instrument biola terindah yang pernah kudengar. Sangat menyentuh. Gadis itu memainkannya dengan sepenuh hati."
"Masih banyak seniman lain yang jauh lebih hebat."
"Ini bukan tentang hebat atau tidak, Diego. Tapi yang jelas pertunjukan ini sangat luar biasa. See, semua orang menikmatinya dan lihat bagaimana tadi puluhan pasang mata tertuju pada sosok indah di atas panggung. Dia seperti berlian yang selama ini tersembunyi di kedalaman lautan, dan begitu muncul ke permukaan dia bersinar dengan indahnya."
"Kau terlalu berlebihan, Kek. Aku tidak setuju dia bekerja di sini."
"Why? Kau jelas tidak memiliki alasan yang logis untuk menolak kehadirannya."
"Aku akan mencari seniman yang lebih baik dari gadis itu."
"Untuk apa mencari lagi jika sudah ada yang tepat di depan mata?"
"Aku tidak mau tahu. Ariel harus memecat gadis itu." Diego mengepalkan kedua tangan, kemudian bergegas pergi meninggalkan kakeknya.
Tubuh tinggi tegap itu melangkah dengan cepat. Sekali lagi, tanpa sengaja tatapannya kembali bertemu dengan mata indah Vanilla. Vanilla mengangguk dan tersenyum hormat. Ah, senyum yang masih seindah dulu. Mengingatkan Diego pada saat-saat ia memperkenalkan hal-hal baru pada Vanilla. Senyum tulus ketika gadis itu mengucapkan terima kasih karena Diego sudah menyelamatkannya dari gulungan ombak, tanpa tahu bahwa sebenarnya Diego yang membiarkan lautan menenggelamkan tubuh lemahnya.
Lupakan semua tentangnya, Diego! Masa bodoh dengan jantung sialan yang selalu berdetak kencang ketika bertatapan dengannya. Ah, rupanya cinta itu masih ada. Sisi lain Diego tidak bisa berbohong, sepotong hati yang selama ini tertinggal dan tenggelam jauh di kedalaman sana, kini kembali muncul ke permukaan karena mengenali sang pemiliknya.
Oh, tolong beritahu Diego bagaimana cara mengembalikan sepotong hati itu kepada pemiliknya. Diego sudah bosan membawa sebagian hati milik orang lain di dalam dirinya. Sungguh, itu sangat menyiksa. Serupa kerinduan yang akan membunuhnya setiap detik.
Diego melangkah semakin cepat menuju ke ruangan Ariel. Tanpa mengetuknya terlebih dulu, Diego membuka pintunya dan menemukan Ariel sedang berciuman dengan seorang wanita.
"Apa tidak ada tempat lain untuk berkencan?" dengus Diego kesal.
"Maaf, Tuan Wilson." Frinda—asisten Ariel—bergegas merapikan blazer-nya yang berantakan. Wanita itu bersiap meninggalkan ruangan, dan Diego terlebih dulu memberikan sebuah perintah.
"Di mana Ariel menemukan gadis pemain biola itu?" Diego bertanya dengan intonasi tinggi. Wajahnya dingin dan memperlihatkan sebuah kebencian, menatap Frinda tajam.
"Tuan Ariel bertemu gadis itu ketika sedang bermain biola di taman."
"Pecat gadis pemain biola itu sekarang juga! Usir dia malam ini, aku tidak ingin dia menginjakkan kaki di lantai hotel milikku."
"Tapi, Tuan—"
"Kau ingin aku pecat juga?"
Wajah Frinda nampak pucat pasi. "Baik, Tuan Wilson. Saya akan segera melaksanakan perintah Anda."
Wanita itu setengah berlari keluar dari ruangan dan menutup pintu rapat-rapat. Sementara Ariel mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Kau tidak bisa memecat pegawaiku sembarangan," protes Ariel.
"Kau tahu aku selalu selektif dalam memilih oran-orang yang bekerja di perusahaan. Lalu kenapa kau berani-beraninya memungut seniman jalanan untuk tampil di hotelku? Kau ingin mencoreng nama baik perusahaanku?"
"Dia bukan sembarang seniman jalanan. Dia gadis baik-baik baru datang ke kota. Dia tampil maksimal dan mampu menghibur para tamu, permainan biolanya sangat indah. Lalu di mana letak kesalahannya?"
"Teruslah kau membelanya! Aku tahu kenapa kau meminta dia bekerja di sini. Ingin memanfaatkannya seperti kau memanfaatkan asistenmu beberapa saat lalu? Aku tahu benar apa yang ada di dalam otak lelaki brengsek sepertimu. Jangan coba-coba menghalangiku, aku berhak memecat siapa pun yang aku inginkan."
"Kakek tidak keberatan, beliau justru sangat menyukai gadis itu."
"Keputusan mutlak berada di tanganku. Hanya karena hubunganmu dekat dengan Kakek, bukan berarti kau boleh sesuka hati menentangku."
"Oke, aku tahu kau tidak menyukaiku, Diego."
"Panggil aku Tuan Wilson."
Ariel menyugar rambutnya kesal. "Oke, Tuan Wilson yang terhormat! Aku tahu kau tidak menyukaiku, tapi bukan berarti kebencianmu berimbas pada pegawai yang lain. Gadis itu tidak bersalah, dan dia sudah menunjukkan kemampuannya bermain biola dengan baik."
"Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun lagi. Aku berhak memecat siapa pun yang tidak aku inginkan."
Diego melemparkan tatapan tajam pada Ariel, kemudian keluar dari ruangan seraya menutup pintunya dengan kasar.
***
"Nona Vanilla!" Frinda tergopoh-gopoh menghampiri Vanilla. "Maaf, aku harus memberitahumu. Kau bisa membereskan barang-barangmu dan meninggalkan hotel malam ini juga. Mulai besok malam, kau tidak perlu bekerja di sini lagi."
Vanilla mengerutkan dahi. "Maksudmu aku dipecat?"
"Ya. Sebenarnya aku tidak tega mengatakan ini, tapi—"
"Apa malam ini aku membuat kesalahan? Tuan Ariel bahkan selalu memuji penampilanku dan mengatakan penampilanku selalu sempurna."
"Masalahnya bukan Tuan Ariel yang memecatmu. Tuan Wilson, pemilik hotel ini. Aku tidak tahu alasan apa yang membuat beliau tidak ingin kau bekerja di sini lagi."
"Di mana Tuan Wilson sekarang?"
"Tuan Wilson sedang marah-marah di ruangan Tuan Ariel."
"Aku akan bicara dengannya."
"Tapi tidak ada seorang pun yang bisa membantah keputusannya."
"Aku tidak merasa melakukan kesalahan, jadi aku ingin tahu alasan apa yang membuatku dipecat. Aku akan memperjuangkan hakku."
Vanilla tahu ke mana harus pergi. Gadis itu berlari ke ruangan Ariel. Ini tidak bisa dibiarkan. Memecatnya tanpa alasan? Semua orang selalu memuji kemampuan Vanilla dalam bermain biola. Jadi, tidak masuk akal jika Tuan Wilson memecatnya karena menganggap permainannya buruk. Tidak lihat para tamu memberikan standing applause setiap kali Vanilla selesai tampil?
Dari kejauhan, Vanilla melihat seorang lelaki bertubuh tinggi tegap keluar dari ruangan Ariel. Jika dilihat dari style-nya yang modis dengan kemeja putih dan jas hitam, Vanilla yakin lelaki itu adalah Tuan Wilson, pemilik hotel.
Vanilla berlari semakin cepat, berusaha mengejar langkah panjang Diego. Gadis itu hampir saja tertinggal, beruntung dia sampai di depan pintu lift tepat waktu.
"Tuan Wilson!" seru Vanilla dengan napas terengah-engah.
Lelaki bertubuh tinggi tegap itu tertegun. Wajahnya terlihat dingin, matanya yang tajam menatap Vanilla persis seperti seekor elang yang sedang mengincar mangsa. Ya, bagi Vanilla, lelaki itu mendominasi dan memiliki aura yang sangat kuat. Seolah hanya dengan bertatapan mata saja, lelaki itu bisa dengan mudah menaklukkan lawan yang berada di hadapannya.
"Anda ... Tuan Wilson?" Vanilla ingin memastikan, tetapi lelaki itu tidak memberikan jawaban sepatah kata pun, malah menekan tombol menutup pintu lift.
Vanilla cepat-cepat menerobos ke dalam, tepat sepersekian detik sebelum pintu lift tertutup rapat. Gadis itu mendongak, matanya menatap wajah lelaki muda bertubuh tinggi di hadapannya. Wajah berhidung mancung dengan rambut tertata rapi. Rahang kokoh ditumbuhi bulu-bulu halus yang tercukur rapi, memberikan kesan maskulin.
Mendadak Vanilla kehilangan kata-kata. Tersihir oleh pesona Diego? Tentu saja tidak. Vanilla bukan type seorang gadis yang mudah jatuh cinta pada seorang lelaki hanya karena ketampanannya. Terakhir kali jatuh cinta, ia bahkan hanya mengandalkan hati. Tidak pernah tahu seperti apa rupa lelaki yang dicintainya.
Jadi, jika saat ini ia berdiri terpaku di tempatnya, maka jelas itu bukan cinta. Ia hanya mampu beradu pandang dengan lelaki asing di hadapannya. Mata hitam itu seolah mengunci tatapannya, menahan agar Vanilla tidak sedetik pun melepaskan pandangannya. Seperti ada sesuatu yang membuat mereka terperangkap dalam situasi aneh itu.
Entahlah, Vanilla tidak mengerti. Mungkin karena aura lelaki di hadapannya sangatlah kuat. Waktu seakan berhenti berputar. Atau lebih tepatnya ... mereka terlempar ke dimensi lain, di mana hanya ada mereka berdua. Benar-benar berdua.
***
To be Continued
17 Agustus 2023
Part terbaru juga sudah update di KaryaKarsa ya 🥰🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro