Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 25

Halo.. Part terbaru di KaryaKarsa sudah update ya.. Part 37 & 38.. Yang udah penasaran bisa langsung meluncur ke sana

***

Vanilla berdiri di bawah pohon sakura. Wajahnya mendongak, tersenyum. Setelah belasan tahun ia hanya bisa merasakan aroma bunga sakura yang manis, kini ia bisa melihat kelopak-kelopak berwarna pink itu di tangkai-tangkai yang menjuntai.

Pohon sakura di villa itu berbeda dengan pohon sakura kebanyakan. Jika biasanya sakura hanya akan berbunga setahun sekali, maka sakura di villa itu bisa berbunga beberapa kali dalam setahun. Istimewa, bukan? Barangkali itu cara Tuhan menghibur Vanilla, membiarkan kelopak-kelopak itu sering mekar dan berjatuhan ke wajah gadis itu.

Vanilla menadahkan telapak tangan. Kelopak-kelopak indah itu berjatuhan memenuhi kedua tangannya. Jadi, seperti itu bentuk bunga sakura? Sangat indah, terlebih ketika kelopak-kelopak itu masih memenuhi tangkai pohon.

Puas mengagumi keindahan di telapak tangannya, Vanilla mengalihkan pandangan. Deretan tulip berjajar rapi, sayangnya belum berbunga. Lalu, berbagai macam tanaman lain juga nampak tumbuh subur. Vanilla sudah lupa pada penjelasan Diego tentang nama-nama bunga yang mereka tanam.

Gadis menjatuhkan kelopak bunga di tangannya, kemudian beranjak pada tanaman yang tumbuh merambat. Jemari lentiknya menyentuh dedaunan yang berwarna ungu. Daun-daun kecil itu bergoyang tertiup angin.

Vanilla menghela napas, menghirup aroma khas melati. Ya, dulu Diego juga mengajaknya menanam bunga melati. Di sebelah kanan, nampak bunga-bunga putih yang sedang mekar dengan indah. Sesaat, Vanilla teringat kalimat Diego saat itu.

"Suatu saat jika kau merindukan kehadiranku, kau bisa berdiri di sini dan merasakan semua aroma-aroma bunga yang ada."

"Seolah terdengar kita akan berpisah dan kau tidak akan pernah datang menemuiku lagi."

"Kau takut aku akan meninggalkanmu?"

"Entahlah. Hanya perasaan tidak nyaman ketika membayangkan kau tidak akan pernah menemuiku dan aku ... kesepian lagi."

"Tidak usah cemas, selama kau tidak mengkhianati persahabatan kita, aku tidak mungkin meninggalkanmu begitu saja."

"Pembohong," desis Vanilla. Ia membungkuk untuk memetik setangkai melati dan mendekatkan kelopak bunga itu ke hidungnya.

"Aroma kerinduan?" Suara Andesta membuyarkan lamunan Vanilla.

"Aku hanya merasa kesepian."

"Kenapa kesepian? Seharusnya kau senang karena sudah bisa melihat dengan kedua matamu. Sekarang kau bisa menonton film dan melihat keindahan di sekitar villa. Tuan Ramon juga tidak keberatan mengantarmu ke kota untuk berjalan-jalan di mall kan? Ada banyak hal yang bisa kau nikmati keindahannya."

"Tapi satu-satunya lelaki yang ingin aku lihat pertama kali ketika membuka mata, justru tidak ada." Vanilla menghela napas kasar.

"Aku tahu kau sedih, Nona. Tapi kau harus terus melanjutkan hidup. Jika Tuan Diego benar mencintaimu, dia pasti akan datang kembali mencarimu."

"Kenyataannya dia pergi bahkan tanpa mengucapkan kata perpisahan. Bukankah sudah jelas aku hanya seseorang yang terlihat menyedihkan baginya? Dia mendekatiku karena rasa iba."

Andesta menyentuh pundak Vanilla. "Aku menyaksikan bagaimana Tuan Diego menyayangimu. Bukan hanya karena rasa iba. Ah, kalau saja kau tahu seperti apa tatapan matanya ketika sedang memandangmu. Tatapan yang tajam tapi penuh dengan kasih sayang. Aku yakin dia mencintaimu sebagai lelaki dewasa yang mencintai gadis yang dikaguminya."

"Aku akan mencarinya di kota."

"Tidak!" Andesta menggeleng. "Jangan lakukan itu, Nona. Itu sangat berbahaya. Kota Jakarta sangat luas, akan sangat sulit menemukan seseorang dari ribuan penduduk yang tinggal di sana. Tuan Ramon saja tidak bisa menemukannya, apalagi kau."

"Tapi ... aku merindukannya."

"Tetaplah berada di sini. Jika benar Tuan Diego mencintaimu, dia pasti akan datang ke sini. Jika tidak, maka bisa dipastikan dia hanya lelaki brengsek yang mencoba mempermainkan hati seorang gadis polos sepertimu."

"Aku yakin Diego orang baik."

"Semoga saja. Tapi kau tidak boleh pergi ke mana-mana. Seperti yang sudah Tuan Ramon katakan, Nyonya Kenanga tidak boleh tahu bahwa kau sudah bisa melihat dengan kedua matamu. Tetaplah berpura-pura buta, setidaknya setelah yakin kau bisa berdiri di atas kaki sendiri. Pelajari banyak hal agar kelak kau bisa keluar dari villa ini dan hidup di luaran sana seperti orang normal pada umumnya."

Vanilla menatap ke arah langit. Seekor burung kecil terbang mengepakkan kedua sayapnya, lalu hinggap di sebatang dahan. Terdiam sesaat hingga burung yang lain datang menghampirinya. Kicauannya terdengar merdu, kaki-kaki kecilnya berloncatan dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Sepasang burung yang nampak bergembira, meski beberapa saat lalu mereka berasal dari arah yang berbeda.

Baiklah, sekarang Vanilla mengerti. Mungkin begitulah kehidupan. Tidak semuanya akan berjalan seperti yang kita inginkan. Terkadang kita hanya perlu menunggu sampai kebahagiaan datang menghampiri kita.

Vanilla hanya perlu menunggu Diego, dan berharap lelaki itu akan kembali datang menghampirinya. Seperti dulu. Ketika Vanilla memendam rasa sakitnya seorang diri, dan Diego datang menawarkan kebahagiaan. Saling menyembuhkan luka satu sama lain. Vanilla yakin Diego tidak akan sejahat itu meninggalkannya. Tidak mungkin lelaki itu pergi dengan membawa separuh hati milik Vanilla kan? Setelah semua kenangan indah di antara mereka? Setelah pelukan kasih sayang dan satu ciuman yang mampu menyelamatkan Vanilla?

Vanilla tertunduk lesu. Sampai kapan dia harus menunggu sesuatu yang tidak pasti? Sampai dia kehabisan tenaga? Atau sampai dia terbunuh oleh rasa rindu?

***

"Anda menyukai design interiornya, Tuan Muda?" tanya Pedro.

"Seperti yang aku inginkan." Diego mengedarkan pandangan ke living room apartemen baru miliknya. Apartemen yang jauh lebih mewah dibanding sebelumnya.

Ruangan bercat putih itu mengusung konsep klasik dengan furniture yang memiliki harga fantastis. Di langit-langit ruangan terpajang sebuah lampu kristal, dan beberapa guci antik yang diletakkan di sudut ruangan.

Tepat di balkon samping living room, terdapat sebuah private pool. Penghuni apartemen bisa berenang sembari menikmati pemandangan kota Jakarta.

"Kamar utama ada di sebelah kanan. Seperti permintaan Anda, saya sudah memajang foto Nona Vanilla di kamar Anda."

"Oke, terima kasih. Kau bisa pergi sekarang."

"Tuan Gavin berpesan besok pagi Anda jangan sampai terlambat ke kantor. Tepat jam 10 pagi akan ada meeting dengan klien dari Jepang."

"Aku akan datang tepat waktu."

"Oke, kalau begitu saya pergi sekarang." Pedro membalikkan tubuh ingin meninggalkan tempat itu, tetapi urung dan ia kembali menoleh pada Diego. "Anda yakin tidak ingin menemui Nona Vanilla? Atau jika Anda ingin menyampaikan pesan untuknya, saya bisa pergi ke sana malam ini juga dan mengatakan bahwa Anda baik-baik saja."

"Kenapa membahas itu lagi?" Diego berdecak kesal. "Sudah jelas aku tidak ingin membicarakannya. Bagiku semuanya sudah berakhir meski kami tidak pernah memulainya."

"Tapi Anda meletakkan pigura besar berisi foto Nona Vanilla di kamar Anda."

"Akan kuletakkan di gudang nanti." Diego menggerakkan telapak tangan kanannya, memberi isyarat agar Pedro segera pergi.

Diego masuk ke kamarnya yang cukup luas. Di sebelah kiri ruangan terdapat kamar mandi, sedangkan walk in closet berada di samping kanan. Tidak terlalu banyak barang yang diletakkan di kamar itu. Hanya saja, ada satu benda yang paling mencolok di antara poster-poster di dinding. Sebuah pigura besar berisi foto seorang gadis.

Masih ingat ketika Diego mengajak Vanilla ke studio miliknya? Yup, saat itu Diego meminta Vanilla berpose seperti seorang model. Dan kini, foto itu terpajang di dinding kamarnya.

Tubuh yang terbalut dress bermotif bunga sakura itu terlihat menawan. Bagian mana dari gadis itu yang tidak menarik? Rambut panjangnya yang digulung ke atas secara asal justru semakin membuat Vanilla memiliki kesan mahal. Gadis itu terlihat seksi meski lekuk tubuhnya tersembunyi di balik dress-nya.

Diego menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Tatapan tajamnya tidak beralih dari potret wajah dengan rona kemerahan di kedua pipinya. Diego ingin melupakan, tetapi kenyataannya gadis itu serupa magnet yang membuat Diego ingin terus mendekat padanya.

Kerinduan terasa menyiksanya. Apakah Vanilla juga merasakan hal yang sama?

Diego menyugar rambutnya. Ini hanya soal waktu. Cepat atau lambat, ia pasti bisa dengan mudah melupakan Vanilla. Diego akan menyibukkan diri di perusahaan, kakeknya sedang mempersiapkan dia untuk menjadi pemimpin perusahaan. Karenanya, Diego akan sibuk belajar banyak hal. Ia akan berinteraksi dengan banyak orang, dan kenangannya bersama Vanilla pun akan menguap begitu saja. Dan foto gadis cantik di dinding kamar, anggap saja seperti lukisan tidak berharga yang semakin lama akan semakin usang.

***

To be Continued
05 Agustus 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro