Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 24

Hai.. Part terbaru sudah update di KaryaKarsa ya.. Yang mau baca duluan bisa langsung ke sana aja

🎻🎻🎻

"Coba tebak, apa yang ingin pertama kali aku lihat jika mataku sembuh nanti?"

"Sunrise?"

"Bukan."

"Bunga sakura yang berguguran?"

"Tidak juga."

"Lalu apa?"

"Kau. Yang ingin pertama kali aku lihat adalah dirimu. Seseorang yang sudah memberikan warna baru dalam kehidupanku."

Percakapan dengan Diego tempo hari masih terus terngiang di telinga Vanilla. Terlebih ketika akhirnya Vanilla memutuskan untuk menjalani operasi tanpa kehadiran Diego. Ternyata, keinginan untuk melihat Diego ketika Vanilla membuka mata untuk pertama kalinya, semua itu hanya angan-angan belaka. Lelaki itu masih menghilang tanpa jejak. Mungkinkah Diego sudah menemukan kebahagiaan yang baru sehingga mencampakkan Vanilla begitu saja?

Mencampakkan? Memangnya apa yang kau harapkan, Vanilla? Diego hanya orang asing yang kebetulan singgah dalam hidupmu. Lelaki tampan itu sudah semestinya mendapatkan wanita yang jauh lebih sempurna dibanding Vanilla. Sayangnya, Vanilla terlalu banyak berharap. Vanilla pikir, semua perhatian yang ditunjukkan Diego adalah wujud cinta dari seorang lelaki dewasa pada wanita yang dicintainya.

Ternyata Vanilla salah. Diego hanya menganggapnya sebatas teman, tidak lebih. Seperti yang pernah dikatakan Diego. Mereka sama-sama memiliki masa lalu yang kelam. Memiliki rasa sakit yang sama, dan berharap mereka bisa saling menyembuhkan.

Saling menyembuhkan? Diego memang telah mampu menyembuhkan sedikit luka di hatinya. Mengisi kekosongan hati Vanilla dengan berbagai kenangan indah yang pada akhirnya membuat gadis itu merasakan bagaimana rasanya disayangi. Tapi, bagi Diego mungkin Vanilla tidak mampu mengubah hal apa pun dalam hidupnya, dan itulah yang membuat lelaki itu pergi begitu saja.

"Nona Vanilla, sudah siap membuka perban?" Dokter yang sejak beberapa saat lalu datang ke ruangan tempat Vanilla dirawat, bertanya dengan ramah.

"Tuan Ramon ada di sini?" tanya Vanilla dengan cemas. Ia takut hasil operasinya tidak sesuai harapan.

"Tuan Ramon sedang ada urusan di luar." Kali ini suster yang menjawab. "Saya sudah meneleponnya dan beliau mengizinkan kami untuk membuka perban sekarang juga, karena dokter sangat sibuk dan harus segera memeriksa pasien lain."

"Baiklah, Sus. Aku siap."

"Semoga operasinya berhasil seperti yang kita harapkan."

Tubuh Vanilla gemetar. Apa yang akan pertama kali ia lihat jika benar operasinya berhasil? Oh, dadanya sungguh terasa sesak. Ia akan bisa melihat dunia dan seisinya, kecuali seseorang yang memiliki peran besar dalam kehidupan baru Vanilla. Seperti apa rupa wajah tampan lelaki itu? Terasa begitu menyakitkan, mengingat Diego adalah seseorang yang paling ingin Vanilla lihat pertama kali ketika dia membuka mata.

Vanilla mencengkeram selimut kuat-kuat ketika suster dengan membuka perban yang membalut kedua matanya. Selamat datang di dunia yang baru, Vanilla!

"Silakan buka mata Anda, Nona."

Pelan-pelan, Vanilla membuka kelopak matanya. Berkali-kali ia mengerjap karena tidak terbiasa oleh suasana terang. Seharusnya dia melihat dokter dan suster yang berada di dekatnya, tetapi tidak. Pertama kali membuka mata, seolah ada magnet yang menarik pandangannya pada seseorang yang berdiri tegak di luar ruangan. Pintu kamar yang terbuka membuat Vanilla bisa dengan jelas menangkap sosok berwajah dingin itu.

Lelaki asing itu menjadi orang pertama yang Vanilla lihat. Tubuh tinggi tegap yang terbalut kemeja putih serta celana hitam. Jas hitam tersampir di pundaknya yang kokoh. Wajah berahang tegas dengan bulu-bulu halus tercukur rapi itu enggan mengalihkan pandangannya dari Vanilla. Matanya bersorot tajam menguasai, persis seperti elang yang sedang mengincar mangsanya. Inikah definisi tampan yang sesungguhnya?

"Nona Vanilla, Anda bisa melihat dengan kedua mata?"

Pertanyaan dokter menyentak kesadaran Vanilla. Ia bergegas mendongak, menatap wajah dokter.

"Apa aku sedang bermimpi? Aku bisa melihat dengan kedua mataku." Suara Vanilla terdengar gemetar.

"Ini bukan mimpi, Nona. Selamat, operasinya berhasil."

"Terima kasih, Dokter." Vanilla kembali mengalihkan pandangan pada pintu yang masih terbuka lebar. Tapi, ia tidak lagi menemukan sosok lelaki tampan yang tadi berdiri di sana.

Seketika, Vanilla teringat Diego. Seharusnya Diego menjadi orang pertama yang Vanilla lihat, bukan orang asing yang bahkan dia tidak mengenalnya. Seharusnya saat ini Diego berada di sampingnya, sehingga ia bisa memeluk dan mengucapkan terima kasih padanya. Diego yang sudah memberikan dunia baru untuknya. Diego yang membuat kehidupan Vanilla jauh lebih berarti.

Vanilla menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Gadis itu tidak bisa menahan isak tangisnya. Mungkin tangis bahagia, atau mungkin juga tangis sedih karena ia begitu merindukan sosok lelaki yang dicintainya.

🎻🎻🎻

"Anda yakin tidak ingin menyapa Nona Vanilla?" tanya Pedro ketika Diego masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang.

Diego menggeleng cepat. "Dia membalas tatapan mataku. Itu sudah cukup. Keinginannya terpenuhi, aku menjadi orang pertama yang dilihatnya dengan kedua matanya."

"Setidaknya ucapkan selamat tinggal. Menunggu tanpa kepastian pasti sangat menyakitkan untuk Nona Vanilla."

"Sudah kukatakan, aku akan menganggap pertemuan itu tidak pernah ada. Kami akan menjalani kehidupan masing-masing. Aku sudah memutuskan untuk melupakan semua masa lalu dan fokus pada masa depan."

"Gadis itu tidak mengerti apa-apa, Tuan. Sekalipun Anda melanjutkan hubungan dengannya, itu bukan berarti Anda mengkhianati ayah dan ibu Anda."

"Jangan mengajariku, Pedro. Wajahnya mengingatkanku pada wanita jalang yang sudah menjadi penyebab kematian Papa dan Mama. Tidak akan ada yang bisa menduga jika tiba-tiba aku kehilangan kendali dan berakhir dengan membunuhnya."

"Setelah semua yang terjadi pada Anda dan Nona Vanilla, aku yakin pasti Nona Vanilla merasa tersiksa. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Bukankah lebih baik menyakitinya dengan kata perpisahan dibanding menyiksanya setiap detik dalam kerinduan?"

"Mengucapkan kata perpisahan, artinya aku harus menemuinya. Sayangnya aku tidak ingin dia tahu siapa lelaki yang pernah mengisi hari-harinya. Diego yang dia kenal hanyalah sebatas fatamorgana yang tidak pernah nyata. Di antara kita sudah selesai."

"Bagaimana mungkin bisa selesai sementara kalian tidak pernah memulai?"

"Sudahlah, aku tidak ingin membahas ini lagi."

"Oke. Aku menghargai keputusan Anda, Tuan Muda." Pedro menyalakan mesin mobil, kemudian ia menginjak pedal gas. Mobil melaju meninggalkan tempat parkir rumah sakit.

Diego mengusap wajah kasar. Bukan hal yang mudah untuk mengambil keputusan ini. Berpisah dengan Vanilla untuk kedua kalinya. Ya, kedua kali. Dan rumah sakit selalu menjadi tempat pertemuan terakhirnya dengan Vanilla.

Mungkinkah mereka terhubung oleh takdir? Diego hampir tidak percaya, ternyata gadis kecil yang dia temui di rumah sakit belasan tahun yang lalu adalah Vanilla. Tentu saja Diego tidak akan pernah tahu kalau saja Vanilla tidak menceritakannya. Tentang seorang anak lelaki yang berbaik hati memberikan sebuah lollipop.

Pagi itu, saat Diego mendekap tubuh Vanilla erat-erat, gadis itu berkata, "Aku bersyukur karena ketika aku berada di titik terendah, Tuhan selalu mengirimkan seseorang untuk menguatkanku. Kau tahu? Ketika aku mendengar kabar bahwa Mama sudah meninggal, aku merasa hancur. Terlebih dengan kondisi mataku yang tidak bisa lagi melihat. Aku putus asa dan rasanya ingin menyerah saja. Lalu, tiba-tiba seorang anak lelaki menyapaku."

"Apa yang dilakukan anak lelaki itu?"

"Jika kau bersedih, ingatlah bahwa ada seorang anak laki-laki yang memiliki rasa sakit yang sama sepertimu. Seorang anak laki-laki yang melihat kematian kedua orang tuanya dengan matanya sendiri." Vanilla tertawa perlahan. "Aku masih mengingat jelas kalimat yang diucapkan anak lelaki itu. Dia pasien dari kamar sebelah yang tiba-tiba datang karena mendengar tangisanku."

Diego menelan salivanya. "Lalu?"

"Dia berjanji akan datang lagi untuk membawakan lollipop untukku. Dia juga akan mengajakku berjalan-jalan di taman rumah sakit. Dia akan memetik bunga untukku dan menceritakan apa saja yang bisa dilihat di sana. Dia berjanji akan menjadi mata kedua untukku. Manis sekali bukan?"

"Ya."

"Anak lelaki itulah yang membuatku semangat untuk menjalankan hidup. Tapi sayang, aku tidak bisa bertemu dengannya lagi karena keesokan harinya ibu tiriku membawaku pulang ke rumahnya. Dan anak lelaki itu, entahlah dia datang mencariku lagi untuk menepati janjinya atau tidak."

"Dia pasti datang membawakan lollipop untukmu lagi."

"Meski aku tidak bertemu dengannya lagi, tapi aku tidak pernah melupakannya. Dia satu-satunya orang yang membuatku yakin bahwa akan selalu ada seseorang yang datang untuk membahagiakanku. Dan semua menjadi kenyataan. Seseorang itu, yang saat ini sedang memelukku."

Argh!!! Ingin rasanya Diego berteriak kencang. Vanilla selalu mempercayainya sebagai orang baik. Kenyataannya, Diego hanyalah lelaki brengsek yang menyimpan dendam akan masa lalunya. Cukup. Ini sudah cukup bagi mereka. Diego tidak ingin menambah luka di hati gadis yang diam-diam dicintainya. Diego akan memutus benang merah yang mengikat mereka, dan membiarkan Vanilla hidup bahagia dengan kehidupan barunya.

Ya, Diego tidak perlu lagi menjadi mata kedua untuk Vanilla, karena gadis itu sudah bisa melihat dengan kedua matanya sendiri. Maka, perpisahan tanpa ucapan selamat tinggal adalah jalan terbaik. Mereka telah berhenti di persimpangan jalan, dan mereka harus memilih jalan hidup masing-masing.

🎻🎻🎻

To be Continued
02 Agustus 2023

Hai.. Masih adakah yang nungguin cerita ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro