Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 16

Hai, makin ke sini makan jarang yang komen ya.. Padahal seperti yang aku bilang di awal, aku akan pilih 3 orang secara random yang selalu komen di semua part. Masing-masing akan mendapatkan 1 novel karyaku 🥰🥰🥰

Happy Reading.. Di KaryaKarsa udah sampai part 24 ya

***

Diego menatap deretan umbi tulip yang mulai memperlihatkan tunasnya. Semakin hari, tunas itu akan tumbuh subur menjadi daun-daun hijau berbentuk memanjang. Lalu keindahan pun akan tercipta jika suatu saat tanaman itu mulai memunculkan kuncup bunga.

"Ingin berbicara tentang apa?" Tuan Ramon yang baru saja datang, bertanya tanpa basa-basi.

Diego mengalihkan tatapannya dari deretan umbi tulip. Beberapa saat yang lalu, ia meminta Tuan Ramon menemuinya di taman villa. Dia ingin berbicara empat mata mengenai Vanilla. Lebih tepatnya tentang kondisi matanya. Sejak Vanilla bercerita tentang mimpinya yang mana ia bisa melihat, Diego berpikir keras.

Vanilla tidak buta sejak lahir, ia kehilangan penglihatannya sejak kecelakaan. Ada 2 kemungkinan yang bisa terjadi, dokter memberikan vonis buta permanen, atau mungkin sebenarnya bisa disembuhkan, hanya saja kebencian ibu tirinya membuat Vanilla tetap dalam keadaan menderita seperti ini. Tidak menutup kemungkinan Nyonya Kenanga menyembunyikan kebenaran yang ada. Dan Diego harus menguliknya.

"Kau pasti tahu semua tentang Vanilla. Aku tidak mengerti kisah masa lalunya, tetapi melihat fakta Vanilla diasingkan di tempat ini dan ibu tirinya memalsukan berita kematiannya, aku menyimpulkan jika ibu tirinya sangat membencinya. Dan itu membuat belakangan ini aku berpikir keras, apakah benar mata Vanilla buta permanen? Atau sebenarnya bisa disembuhkan tetapi Nyonya Kenanga tetap membiarkan Vanilla dalam kondisi seperti itu untuk menyiksanya?"

Terdengar helaan napas berat dari Tuan Ramon. "Kau boleh berteman dengan Nona Vanilla, tapi bukan berarti kau harus tahu semua yang pernah terjadi padanya."

"Jawabanmu membuatku semakin curiga. Kalian pasti menyembunyikan sesuatu. Vanilla tidak buta permanen, tepat seperti dugaanku."

"Jangan terlalu jauh menyelami kehidupan Nona Vanilla. Nyonya Kenanga sudah berusaha memberikan yang terbaik untuknya."

"Terbaik untuk Vanilla, atau demi kepuasan Nyonya Kenanga?" Diego menyugar rambut kesal, emosinya mulai terpancing. "Kau bilang menyayanginya tapi membiarkan Vanilla hidup menderita?"

"Kenapa kau harus bertanya padaku? Kenapa tidak langsung membawa Nona Vanilla ke rumah sakit dan memeriksa kondisi matanya? Kenapa hanya membawanya berjalan-jalan ke taman kota, menonton bioskop, makan di toko kue, dan mendatangi studio foto milikmu?"

Diego menoleh pada Tuan Ramon, menatapnya tidak percaya. Tidak mungkin Tuan Ramon asal bicara, bukan? Tempat-tempat yang disebutkan Tuan Ramon sama persis dengan tempat yang pernah dikunjungi Vanilla. Tuan Ramon membuntutinya?

"Selama ini kau berpikir bisa mengelabuiku?" Tuan Ramon tersenyum tipis. "Aku tahu semuanya. Diam-diam kau membawa Nona Vanilla keluar dari villa dan mengajaknya mengenal dunia luar."

"Jika kau tahu, kenapa membiarkanku membawanya pergi?"

"Karena aku ingin tahu sejauh mana ketulusanmu. Aku menyuruh beberapa anak buahku untuk mengawasimu. Mereka mengirimkan foto-foto dan video kalian di kota. Jujur, untuk pertama kalinya aku melihat Nona Vanilla terlihat bahagia. Kau berhasil merubah hidupnya, Diego. Aku sangat berterima kasih padamu."

"Sudah kukatakan sejak awal, aku tulus berteman dengannya."

"Sekarang aku mempercayaimu." Tuan Ramon terdiam sesaat, matanya terpejam sembari menarik napas panjang. "Jika kau ingin membawa Nona Vanilla ke kota, aku tidak akan membuntuti kalian lagi. Aku percaya kau bisa melindunginya dengan baik. Yang penting jangan sampai Nyonya Kenanga tahu tentang hal ini. Bawalah Nona Vanilla ke dokter, dan kau akan tahu jawabannya. Jika memang saat ini sudah saatnya Nona Vanilla menemukan kebahagiaannya, aku tidak akan menghalanginya lagi."

"Jawabanmu membuatku semakin yakin, Nyonya Kenanga banyak menyembunyikan rahasia."

"Aku seorang pengawal yang hanya bisa patuh pada perintah sang nyonya. Aku mempercayakan Nona Vanilla padamu."

"Oke, lain waktu aku akan membawa Vanilla ke dokter secepatnya. Aku harap Vanilla masih memiliki kesempatan untuk melihat isi dunia dengan kedua matanya."

Pembicaraan mereka terhenti ketika terdengar suara Vanilla berteriak memanggil Diego dari kejauhan.

"Diego! Kau di taman? Kemarilah, Andesta sudah memanaskan lasagna yang kau bawa!" Suara teriakan itu terdengar nyaring, setiap tekanan katanya jelas memperlihatkan sebuah kebahagiaan.

"Nona Vanilla memanggilmu," ucap Tuan Ramon.

"Ya!" Diego balas berteriak pada Vanilla. "Aku segera datang!"

"Aku mempercayakan kebahagiaan Nona Vanilla di tanganmu." Tuan Ramon menepuk pundak Diego.

"Kau memilih orang yang tepat, Tuan Ramon." Diego tersenyum penuh percaya diri. Merasa yakin jika dia memang lelaki yang ditakdirkan Tuhan untuk mengubah kehidupan Vanilla.

Seyakin itu? Tentu saja. Kehadiran Diego sudah banyak memberikan perubahan-perubahan kecil pada diri Vanilla. Lihatlah bagaimana gadis yang dulu selalu memasang wajah dingin itu kini selalu memperlihatkan senyumannya. Senyuman manis yang membuat Diego seringkali terpaku pada wajah dengan rona kemerahan di kedua pipinya. Perpaduan antara kecantikan dan kepolosan yang sempurna.

"Apa yang kau bicarakan dengan Tuan Ramon?" tanya Vanilla ketika mereka duduk saling berhadapan di meja makan.

"Tuan Ramon tahu bahwa aku mengajakmu keluar dari villa."

Vanilla hampir tersedak lasagna yang sedang ia makan ketika mendengar jawaban Diego. "Lalu bagaimana? Tuan Ramon memukulmu? Kau tidak diizinkan datang ke villa lagi?"

Diego tertawa melihat wajah panik Vanilla. "Tidak perlu cemas. Tuan Ramon justru mendukungku karena melihatmu bahagia ketika sedang bersama denganku."

"Oh, syukurlah." Vanilla menghela napas lega. "Aku pikir Tuan Ramon akan menghukummu karena ketahuan membawaku pergi."

"Tuan Ramon bahkan memberikan kebebasan padaku untuk membawamu berjalan-jalan ke kota kapan pun asalkan Nyonya Kenanga tidak tahu."

"Sungguh? Wah, aku senang sekali. Jadi, kapan kita bisa pergi lagi? Aku ingin menikmati suasana di club. Atau berjalan-jalan di pantai. Merasakan pasir pantai yang lembut, dan suara deburan ombak yang mendamaikan."

"Ada tempat yang lebih penting yang akan kita datangi."

"Tempat apa?"

"Sebelumnya tempat ini tidak ada di dalam list. Kita akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi matamu. Barangkali masih ada kesempatan bagi dokter untuk menyembuhkan matamu."

"Tidak mungkin." Vanilla menggeleng lesu. "Jangan terlalu memberi harapan padaku. Aku takut nanti akan kecewa."

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Vanilla. Tidak ada salahnya mencoba. Kalaupun ternyata tidak bisa disembuhkan, kau tidak perlu merasa kecewa. Sudah kukatakan, bukan? Aku akan menjadi mata kedua untukmu."

"Ya. Tapi tetap saja, aku tidak ingin berharap terlalu banyak. Lagipula aku sudah mencoba berdamai dengan kenyataan. Bisa mengenal dunia luar saja sudah merupakan sebuah keajaiban. Selagi aku masih berada dalam kekangan ibu tiriku, aku tidak akan mampu berbuat apa-apa." Vanilla tertunduk pasrah.

Diego mengepalkan kedua tangan. Sebegitu besarkah luka di hati Nyonya Kenanga sehingga memperlakukan Vanilla dengan tidak semestinya? Brengsek! Tunggu saja sampai Diego membawa Vanilla ke rumah sakit dan ternyata mata gadis itu bisa disembuhkan.

Jika Vanilla bisa melihat dengan kedua matanya, maka dia akan memiliki kesempatan untuk melawan. Kalau perlu pergi dari sangkar emas yang dibuat oleh Nyonya Kenanga. Dengan bakat musik yang dimilikinya, Diego yakin Vanilla akan menjadi seniman sukses di luar sana.

"Nona Vanilla!" Andesta berseru dengan napas tersengal setelah ia berlari dari ruang tamu untuk menghampiri sang nona. "Gawat, Nyonya Kenanga datang! Mobilnya sudah berhenti di depan villa."

"Bukankah jadwal kunjungan Mama masih seminggu lagi?"

"Memang benar, tetapi entah kenapa Nyonya Kenanga mengubah jadwal kunjungannya. Tuan Diego harus segera bersembunyi."

"Hanya ada satu tempat yang aman untuk bersembunyi. Di kamarku, Mama tidak pernah masuk ke sana. Ikut aku sekarang." Vanilla beranjak dari tempat duduknya.

Diego berjalan membuntuti Vanilla menuju kamarnya. Letaknya tidak terlalu jauh dari ruang makan. Mereka hanya perlu melewati satu ruangan lain, lalu mereka akan sampai.

Vanilla membuka pintu kamar. "Kunci dari dalam. Jangan membuka pintu kecuali aku yang mengetuknya."

"Oke, aku masuk sekarang." Diego masuk ke ruangan dan mengunci pintunya sesuai permintaan Vanilla.

Diego mengedarkan pandangan. Kamar bernuansa biru muda itu cukup luas, tetapi tidak terlalu banyak barang yang diletakkan di sana. Hanya ada sebuah ranjang queen size, lemari besar, meja rias, serta sofa di sudut ruangan. Begitu pula dindingnya yang polos, hanya terdapat sebuah pigura besar berisi foto seorang anak kecil berusia 4 tahun di pangkuan ibunya.

Jika dilihat dari wajahnya, anak itu adalah Vanilla. Rupanya, Vanilla memang sudah memperlihatkan garis-garis kecantikannya sejak kecil. Wajah polos dengan senyum yang menggemaskan. Sepertinya, Vanilla memang mewarisi kecantikan ibunya, wanita yang merangkul putrinya dengan penuh kasih sayang.

Mendadak, tubuh Diego menegang. Mata elangnya menghunjam pada wanita di dalam foto. Diego merasa familiar dengan wajah itu. Ya, tentu saja. Bagaimana mungkin Diego bisa melupakan wajah wanita yang sudah membuatnya kehilangan kedua orang tuanya? Nona Catherine. Seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian Papa dan Mama.

Kedua tangan Diego mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Rahangnya gemetar menahan emosi yang hampir meledak di kepalanya. Lalu, sekarang apa? Jika memang benar gadis di pangkuan Nona Catherine adalah Vanilla, artinya Vanila merupakan putrinya?

Diego cepat-cepat menggeleng, berusaha menampik fakta yang terpampang nyata di hadapannya. Putri Nona Catherine masih hidup. Diego memiliki kesempatan untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Tapi, kenapa dadanya terasa semakin sesak seolah ada batu besar yang menghimpit dirinya? Kenapa kenyataan seringkali terasa menyakitkan? Kenapa harus Vanilla yang menjadi putri Nona Catherine?

Pertanyaan-pertanyaan itu serupa anak panah yang melesat dengan cepat hingga menancap tepat di jantung Diego. Sakit. Sangat sakit.

***

To be Continued
26 Mei 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro