
74
Cinta melirik Rangga yang duduk dengan tenang. Apakah cowok itu bakal mengaku sebagai pacarnya? Kenapa dia sedari tadi hanya makan saja dan sibuk membicarakan tentang penelitian yang sama sekali tidak dia mengerti bersama ayahnya.
"Ayah semangat sekali," goda Rani yang memandangi Prof Sarwono dan Rangga.
"Jangan-jangan ayah bermaksud menjadikan Rangga asisten peneliti dan bersantai-santai menikmati tunjangan ya?"
Prof Sarwono meringis. "Kamu sudah tahu kan tujuan hidup ayah? Makanya kapan kalian menikah? Biar ayah punya asisten peneliti hebat."
Rani terdiam sejenak. Cewek itu hampir tersedak steak yang dia kunyah. "Hah, aku?"
Rani menatap Cinta dan Rangga bergantian. Kedua orang itu hanya diam saja. Ada apa ini? Mereka sedang berantem? Atau jangan-jangan putus? Rani jadi ingat bagaimana adiknya tadi menolak acara makan bersama ini dengan alasan mau mengerjakan tugas.
"Ayah." Dokter Amel akhirnya angkat bicara melihat putrinya yang tampak kebingungan.
"Jangan banyak-banyak ambil dagingnya. Ingat kolesterol," ujar wanita itu mengalihkan pembicaraan.
"Iya, iya," decak Prof Sarwono tidak senang.
"Jadi bagaimana? Kapan kalian menikah? Hm?" desak pria tua itu masih belum menyerah juga. Kapan lagi dia bisa dapat asisten peneliti yang handal dan bisa dia aniaya dua puluh empat jam kalau Rangga jadi mantunya.
Rangga tersenyum kecil. Setelah sekian lama terdiam dia akhirnya bicara juga. "Maaf, Prof, sebenarnya saya dan Rani tidak memiliki hubungan seperti itu. Kami hanya sahabat."
"Lho, saya dan Amel dulu juga cuman sahabat saja. Kan nggak ada salahnya kalian mencoba hubungan yang lebih dekat. Siapa tahu kalian cocok." Prof Sarwono masih saja mengotot.
"Mohon maaf, Prof, sebenarnya sekarang saya sedang menjalin hubungan dekat dengan orang lain."
Seperti disambar petir, Prof Sarwono sampai menjatuhkan steak yang baru dia kunyah. Bagaimana bisa? Setahunya, Rangga itu cinta mati pada putrinya, bahkan terus berusaha PDKT meskipun sudah berkali-kali ditolak. Pria berambut putih itu mengira bahwa ini adalah kesempatan emasnya menjodohkan mereka ketika Rani sudah tidak lagi menunggu almarhum Ezra. Kok bisa tiba-tiba Rangga pacaran sama orang lain? Anak kurang ajar mana yang berani merebut calon mantu kesayangannya itu?
"Siapa cewek itu anak mana?" tanya Prof Sarwono berapi-api.
"Anak Surabaya sini kok, Prof," jawab Rangga dengan senyuman. Prof Sarwono sungguh takjub. Baru pertama kali dia melihat Rangga sebahagia itu.
Aduh! Bagaimana ini! Prof Sarwono seperti kebakaran jenggot. "Dia lebih cantik dari Rani? Dia kerja apa?"
"Masih mahasiswa, Dok," Sebelum melanjutkan kalimatnya. Mata Rangga bertemu dengan Cinta yang diam-diam meliriknya. Senyuman Rangga pun terkembang. "Menurut saya dia jauh lebih cantik dari cewek mana pun yang pernah saya temui."
Cinta berkedip-kedip kemudian menunduk. Dia tidak menyangka Rangag akan mengucapkan kalimat segombal itu dihadapan keluarganya.
Mata Prof Sarwono melotot. Mahasiswa! Saingan berat ini kalau umurnya masih muda belia. Prof Sarwono melirik Rani yang makan dengan lahap dengan tampang kumus-kumus. Ini anak benar-benar cuek. Dia langsung ikut saja sehabis jaga tanpa make up sama sekali. Mbok ya sekali-kali itu dia pakai skin care kayak Cinta.
"Jurusan apa?" kejar Prof Sarwono. Dia masih tidak terima ikannya diambil orang.
"Kebidanan."
"Kebidanan!" Prof Sarwono hampir menjerit. Mahasiswi masa kini itu memang cantik-cantik dan susah ditolak. Pantas saja Rangga terpikat. Tapi tunggu dulu. Kalau dia mahasiswa bidan, tentunya mudah bagi Prof Sarwono untuk mengintimidasi bocah itu. Dia bisa meminta bidan-bidan kenalannya untuk menekan gadis itu supaya menjauhi Rangga. Prof Sarwono memikirkan strategi itu dengan serius. Dia tidak bisa tinggal diam saja melihat calon anak mantu kesayangannya direbut.
"Wis to, Yah. Rangga sudah punya pilihannya sendiri. Cinta itu tidak bisa dipaksakan," potong Dokter Amelia. Dia agak malu juga melihat suaminya yang tampak terobsesi menjadikan Rangga mantunya. [Sudah to, Yah]
"Sek! Sek! Siapa toh pacarmu itu, Rangga? Boleh aku tahu namanya? Mungkin aku kenal," pinta Prof Sarwono. [Tunggu! Tunggu!]
"Namanya Cinta, Prof."
Suasana seketika hening. Baik Prof Sarwono dan Dokter Amelia sama-sama melotot. Mereka lalu melirik putri bungsu mereka. Cinta menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang merah padam.
"Cinta Putri Prawirahardjo," tambah Rangga mantap.
***
Up! Guys!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro