Bagian 10
Bagi Woo-Young, setelah Minggu adalah hari yang menyedihkan. Mengurus soal-soal, datang lebih awal dan juga berbaur kembali dengan orang-orang. Jangan heran, orang seperti Woo-Young pasti membenci keramaian dengan banyak orang, namun ia melakukannya terpaksa karena tuntutan pekerjaannya. Hari masih pagi, namum Woo-Young sudah bersiap untuk ke sekolah tempatnya mengajar. Ia harus memaksakan hal yang tak disuka di depan muridnya karena ia adalah contoh. Woo-Young tak ingin keluar karena ia dan Sung-Hyun sama ingin menjadi guru.
Jalanan ramai dengan orang yang berolahraga, ada pula seorang siswa yang naik motor, toko yang sebagian sudah buka atau masih membersihkan dan menata semenarik mungkin. Woo-Young berjalan dari arah kompleksnya.
Perjalanan ini yang ia suka, dimana ia bisa menghirup udara yang masih segar dan juga melihat cerahnya langit. Setidaknya ia masih bisa menikmati, sebelum ia berpura-pura dengan topengnya.
Setelah cukup lama berjalan, tampak halte yang berjarak beberapa langkah lagi. Woo-Young mempercepat langkahnya. Ia duduk di kursi halte sembari mengatur napasnya. Hanya ada beberapa orang di sana yang mungkin sama akan bekerja.
Woo-Young memotret dirinya sendiri. Melihat penampilannya. Ia sangat jarang berselfie. Penampilannya memang rapi tetapi di foto ia tak bisa tersenyum. Woo-Young memperbesar hasil jepretan darinya.
'Hapus?' monolognya.
Woo-Young melihat kembali hasilnya. Hingga ia memutuskan untuk tidak menghapus. Ia ingin dirinya seperti apa yang sebenarnya.
Tak terasa, bus memperlambat lajunya dan berhenti tepat di halte. Woo-Young memasukkan ponselnya ke ransel sebelum naik ke bus.
Penumpang bus didominasi oleh pekerja dan anak sekolah. Woo-Young mencari kursi belakang. Ia duduk bersandar di sudut sebelah kiri sembari menatap kaca samping, menikmati pemandangan pagi Seoul.
Bus terus saja melaju hingga berhenti di halte berikutnya, namun tempat Woo-Young mengajar masih jauh.
Tampak Hae-Na yang naik dengan cepat dan berebut tempat duduk dengan segerombolan pelajar yang menunggu di halte yang sama dengannya.
Hae-Na duduk di belakang daripada berdesakan dengan pelajar. Bus pun melajukan kembali.
Embusan angin masuk melalui kaca bus yang terbuka. Cukup dingin. Hae-Na bersandar pada tumpuan kursi belakangnya.
Woo-Young yang arah duduknya cukup dekat dengannya merasa tak asing dengan Hae-Na.
Ia sekilas memperhatikan Hae-Na. Hae-Na merasa ada yang memperhatikannya. Ia menoleh, memastikan benar atau tidaknya.
"Kau? Pemuda yang itu 'kan? Tak kusangka kita ketemu lagi." Hae-Na berucap antusias.
"Ya," jawab Woo-Young datar.
"Kau bekerja sebagai guru bukan? Dari penampilanmu sepertinya kau guru." Tanpa malu, Hae-Na menanyakan hal ini.
"Hm." Woo-Young menanggapi Hae-Na.
"Kau santai saja denganku. Aku malah mau mengajakmu bertemu. Bisakah kita berteman?" Hae-Na masih menatap Woo-Young, raut wajahnya tampak sendu, ia ingin agar Woo-Young segera menjawab ajakannya.
Woo-Young berdeham, kemudian ia menjawab, "Boleh."
"Lain kali kita bertemu di taman." Hae-Na menawarkan.
Dari arah depan, seorang siswa menoleh ke belakang karena mendengar ucapan gurunya yakni Hae-Na.
"Jung Seonsaengnim, ternyata sedang bersama dengan pemuda, tampaknya akan ada yang jadian nih." Cha-Eun terkekeh.
"Cha-Eun-ah, kami hanya berteman. Sudah lupakan saja pembahasanku yang tadi," ucap Hae-Na.
Sementara Woo-Young hanya mengalihkan pandangannya.
*
Sementara itu, Jun-Ho dan Min-Jun tidak saling bicara. Jun-Ho yang enggan merespons Min-Jun. Keluar pun tanpa izin.
'Kemana, Jun-Ho?' Min-Jun melihat ruang makan yang sepi, bahkan tak ada makanan.
Min-Jun pun melanjutkan makannya sendiri dengan beberapa lembar roti berselaikan rasa jeruk.
Min-Jun tak selera makan. Tak enak rasanya seperti ini terus. Ia mencoba mencari liontin.
Min-Jun berjalan dengan tergesa, takut terlambat. Kecepatannya tinggi.
"Hei, awas!" Taec-Yeon berteriak
Beruntung Min-Jun langsung sadar, ia meminggirkan motornya.
"Kau kenapa?" tanya Taec-Yeon.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro