Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 1

Ruangan luas dengan bercat warna cokelat soft terlihat sunyi. Hanya terdengar suara jari-jemari yang saling beradu. Mereka sedang mengerjakan surat masuk, mempelajari berkas, meneliti berkas, mendata omset penjualan dan mengevaluasi apa yang kurang. Ada sebelas karyawan di ruangan ini. Ruangan yang terletak di sebelah selatan lobby ini menyimpan aset penting perusahaan. Inilah ruang kerja Amelia Kim.

Amelia merupakan karyawan di KHR Group, sebuah perusahaan terbesar di Korea Selatan yang memproduksi laptop. Ia tak ingin membebankan orangtuanya, walaupun keluarganya konglomerat dengan tak bekerja di perusahaan milik appanya, sementara eommanya merupakan pebisnis yang sedang membuka cabang di Ansan.

Chae-Hee yang merupakan rekan dekat Amelia menghampirinya yang tak terlalu jauh dari mejanya dan langsung duduk di depan kursi meja Amelia. "Amelia-ya, nanti malam kau mau keluar denganku tidak?" ajaknya dengan suara lirih, yang hanya dapat didengar oleh dirinya dan Amelia.

Tanpa menghentikan aktivitasnya, Amelia menjawab, "Tergantung nanti, jika aku tak malas, aku akan keluar."

Melihat Amelia yang sibuk, Chae-Hee pun mengambil salah satu berkas di depannya, dan membukanya. Ia mengetukkan jari-jemarinya. "Memang sulit, namun, tak terlalu banyak juga. Ayolah, sesekali kau menghibur diri! Siapa tahu kau mendapat gebetan baru." Chae-Hee mengedipkan mata genit.

Mendengar kalimat terakhir, membuat Amelia menutup kasar berkas yang ada di genggaman tangannya. Amelia menatap tajam Chae-Hee, seakan ia memaksa Chae-Hee untuk tak mengganggu pekerjaannya, karena Amelia sedikit pusing, belum lagi Chae-Hee membicarakan masalah asmara, membuat dirinya semakin mengingat Sung-Hyun dan tak fokus pada pekerjaannya.

Chae-Hee terkejut, karena Amelia jarang semarah ini. Telempap tangannya berkeringat dingin, detak jantungnya berdebar.
"Yak, Chae-Hee-ya, kembali ke tempatmu, aku sudah mencintai lelaki! Nanti kuberi tahu!" Sontak, Amelia mengatakan hal ini. Nada suaranya meninggi, terdengar oleh semua penghuni ruangan.

Semua penghuni ruangan menatap Amelia dengan sinis, terlebih Chan-Sung.

Chan-Sung membuka suara, "Yak, Amelia-ya, ada apa, huh? Kalau membuat keributan jangan di sini!"

Sementara Jae-Hwa dan Ill-Hoon yang letaknya berdekatan dengan Chan-Sung pun saling berpandangan. Ill-Hoon mengangkat bahu, memberi isyarat 'aku tak tahu' pada Jae-Hwa.

Chan-Sung membunuh tatapan Amelia, membuat gadis itu tak berkutik. Nuansa menegangkan tersebut masih disaksikan oleh semua penghuni ruangan.

Walaupun Chan-Sung adalah sahabat Amelia, akan tetapi ia tak suka jika ada keributan saat bekerja, karena akan mengganggu konsentrasinya.

Chan-Sung beralih menatap Chae-Hee, sama seperti tatapan sebelumnya yang ia berikan pada Amelia. "Dan kau Chae-Hee, kenapa kau di depan meja Amelia, bukannya bekerja. Cepat kembali ke mejamu!" tegas Chan-Sung.

Chae-Hee kembali ke tempatnya dengan langkah kesal.

Amelia menatap semua rekan kerjanya. "Maaf, karena aku, kalian jadi terganggu." Ia berbicara dengan lembut sembari menunduk.
"Ne." Chan-Sung dan beberapa rekan kerjanya merespons Amelia.

Semua penghuni ruangan bekerja kembali, kecuali Chae-Hee yang masih kesal pada Amelia, hanya ia tak menampakkannya. Berbeda lagi dengan Amelia. Amelia merasa tak bisa fokus sekarang. Bagaimana tidak? Berkas-berkasnya sulit untuk dipelajari, kepalanya juga terasa pusing. Namun, ia berusaha mengerjakan.

*

Amelia adalah karyawan yang keluar paling akhir dari KHR Group, karena pekerjaannya baru saja tuntas. Langkahnya gontai. Kepalanya sekarang terasa sangat pusing. Tenggorokannya kering, ia kurang istirahat. Matanya sedikit memerah. Wajahnya tampak pucat. Ia masih berjalan sekuat tenaga untuk pulang ke apartemennya. Ia tinggal bersama sahabatnya, Choi Sang-Eun.

Di sela langkahnya, ia berhenti, hendak memakai jaket agar tak kedinginan. Setelahnya, ia melangkah kembali. Gadis bermata sedang ini mencoba menjaga keseimbangan. Namun, Amelia tak dapat menjaga keseimbangan.

Seorang lelaki yang melihat dirinya pun segera mendekat dan menahan tubuh Amelia. Lelaki tersebut adalah Ok Taec-Yeon. Amelia tak sadarkan diri di tubuhnya. Taec-Yeon mengangkat Amelia ala Bridal Style dan meletakkan Amelia di kursi panjang terdekat.

Taec-Yeon mengguncang-guncangkan bahu Amelia. "Nona, bangunlah," ucapnya masih mencoba menyadarkan Amelia.

Sudah hampir setengah menit, namun Amelia belum juga sadarkan diri.
'Belum bangun juga,' monolog Taec-Yeon pada dirinya sendiri.

Taec-Yeon sekilas memperhatikan wajah Amelia. Wajahnya cukup pucat.  Ia terpaksa memberi napas buatan. Lelaki tersebut menghela napas berat untuk menghilangkan kegugupannya. Perlahan, Taec-Yeon mendekatkan diri pada Amelia. Jarak mereka sangat dekat, hanya lima sentimeter. Taec-Yeon membuka mulut Amelia, setelahnya ia membuka mulutnya untuk memberikan napas buatan pada Amelia.

Amelia mengerjapkan matanya. Ia merasakan ada embusan napas hangat di mulutnya. Ia membuka matanya sempurna untuk memastikan apa yang terjadi.

Mata gadis itu terbelalak. Sontak Amelia mendorong dada bidang Taec-Yeon dengan sekuat tenaga.
"Apa yang kau lakukan?" Amelia berucap lirih karena tubuhnya masih lunglai.

Taec-Yeon menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku hanya membantumu saja karena kau pingsan."

Amelia mencoba bangkit untuk duduk. "Aw, kepalaku," erang Amelia.

"Kau masih lemah. Kita ke rumah sakit saja." Taec-Yeon menawarkan diri pada Amelia. Sementara Amelia bersandar pada tumpuan belakang kursi.

"Tidak, aku tak apa." Amelia menolak Taec-Yeon dengan halus karena merasa tak enak.

Taec-Yeon memegang tangan Amelia. "Tapi tanganmu dingin!" Taec-Yeon menghangatkan tangan Amelia dengan mengusapkan telapak tangannya pada telapak tangan Amelia.

"Aku tak apa, terima kasih Oppa untuk kebaikanmu." Amelia melepaskan telapak tangan Taec-Yeon.

"Oh ya, aku Ok Taec-Yeon, kau?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Amelia Kim. Oppa, antarkan aku mencari taksi," ucap Amelia dengan suara parau.

"Aku akan menemanimu, aku tak tega melihat dirimu yang sakit. Kau tunggu di sini dulu." Taec-Yeon melangkah gesit.

Pandangan Taec-Yeon menjelajah ke arah timur, memfokuskan diri mencari taksi yang melintas.
Taec-Yeon melihat jam di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul 11.15 PM. Ia mendengus kesal karena belum ada taksi yang melintas.

Setelah sepersekian menit, tampak taksi melintas cukup dekat dengannya. Dengan sigap, ia memberhentikan taksi. "Ahjussi, tunggu sebentar. Ada seseorang yang sedang sakit." Taec-Yeon berseru.

Sopir taksi tersebut mengangguk, merespons Taec-Yeon.

Taec-Yeon berlari ke tempat tadi dengan sangat gesit.

Taec-Yeon duduk, merendahkan dirinya, menginstruksikan Amelia agar naik ke punggungnya. "Taksi sudah datang. Kajja, naik ke punggungku. Aku tahu kau masih lemah."
"Aku jadi merepotkanmu," tukas Amelia.

Taec-Yeon membukakan pintu taksi. dan mendudukkan Amelia.
Taec-Yeon mencoba masuk ke taksi. "Geser sedikit."

Amelia menolak permintaan Taec-Yeon. "Untuk apa? Aku bisa sendiri."

"Jangan sombong, aku tahu kau masih sakit." Taec-Yeon menyengir.
Amelia menurut apa yang Taec-Yeon katakan.

Taksi melaju dengan kecepatan tinggi. Amelia memejamkan mata agar tak bertambah pusing. Sementara, pandangan Taec-Yeon mengedar melihat keramaian Seoul.

Setelah beberapa menit, taksi berhenti di apartemen Amelia.
Taec-Yeon membangunkan Amelia. "Amelia-ssi, sudah sampai."

Amelia membuka mata. "Eh, sudah sampai."

"Ayo, aku antar." Taec-Yeon membukakan pintu, lalu ia membopong Amelia.

Amelia menepuk bahu Taec-Yeon yang tampak bingung dengan nomor apartemennya. "Apartemen nomor 35, Oppa."
Taec-Yeon menekan lift dan ia masuk ke lift, menanti lift terbuka.

Pintu lift terbuka. Taec-Yeon segera menuju ke sebelah kanan.

Sampai di depan apartemen Amelia. Taec-Yeon menyuruh Amelia untuk memasukkan kata sandinya.
Amelia memasukkan kata sandi, setelahnya Taec-Yeon masuk.

Taec-Yeon terperanga, melihat apartemen Amelia yang cukup luas.
"Oppa," panggil Amelia dengan lemah.

"Ya, aku lupa. Kau kan sedang sakit." Taec-Yeon terkekeh.

Taec-Yeon membuka pintu kamar Amelia dan meletakkannya di ranjang.

Ia berkata, "Aku pulang dulu. Cepat sembuh."

"Terima kasih, Oppa." Amelia tersenyum hangat pada Taec-Yeon dan menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut.

"Baiklah," jawab Taec-Yeon, ia memberikan senyum terbaiknya.

Sang-Eun yang berjalan tak sengaja melihat kamar Amelia sedikit terbuka.
"Apa yang kalian lakukan?" Sang-Eun menginterogasi Taec-Yeon dan Amelia, nadanya meninggi.

"Tidak, jangan salah paham. Aku hanya mengantarnya pulang!" Taec-Yeon menggelengkan kepala.

"Kau sendiri ke mana saja? Aku pulang saja, kau tak tahu!" celetuk Amelia.

Sang-Eun mencebilkan bibirya. "Aku sedang makan malam tadi."

"Aku langsung masuk karena aku tak tahan, kepalaku pusing." Amelia membenarkan posisi tidurnya.

Sang-Eun menatap Taec-Yeon dan Amelia secara bergantian. Ia tersenyum menggoda Amelia dan Taec-Yeon.

Taec-Yeon mengernyitkan dahi. "Ada apa menatapku seperti itu?" Taec-Yeon tak mengerti dengan maksud Sang-Eun.

"Kalian tampak cocok." Sang-Eun terkekeh mendengar perkataannya.

Seketika wajah Taec-Yeon memerah, sementara Amelia tersipu malu. Ia berdalih, "Sang-Eun-ah, sudahlah aku mau istirahat!" 

*

Hati yang sakit justru dirasakan oleh Sung-Hyun yang merupakan kakak Chan-Sung. Ia tampak mengamati Chan-Sung dan orangtuanya yang bersenda gurau, raut wajah mereka tampak senang tanpa dirinya. Sung-Hyun ingin merasakan seperti Chan-Sung yang selalu disayang. Bahkan, dirinya dan Chan-Sung selalu dibandingkan. Coba saja Chan-Sung menjadi dirinya, mungkin saja tak akan kuat menjadi dirinya. Sung-Hyun hanya ingin orang tuanya bangga akan profesinya.

"Nak, besok Minggu kau ingin antar Eommamu tidak?" tanya Nyonya Hwang sembari mengusap halus rambut Chan-Sung.

"Gampang, tentu saja bisa." Chan-Sung memberi senyuman terbaik pada eommanya.
Tuan Hwang membuka suara, "Kau itu baik sekali." Ia tersenyum.

Sung-Hyun tersenyum getir, senada dengan air matanya yang mulai berkaca. Hatinya sangat sakit. Ia bersikap biasa saja, seakan tak mendengarkan ucapan mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro