99.99%
Pensi sudah hampir sepenuhnya siap. Besok pensi ini resmi diadakan. Untuk meramaikan pensi kali ini, pihak OSIS juga mengadakan bazar dan menjual tiket pada masyarakat umum untuk menonton pensi Shuutoku
"Akhirnya..." dengan pasrah Aimi meletakkan tangan dan kepalanya di atas meja.
"Kau seperti orang mati nanodayo," komentar Midorima yang entah sejak kapan sudah duduk di sebelah Aimi. Ia terlalu lelah untuk memikirkan hal itu. "Bukan berarti aku peduli padamu nanodayo," lanjut Midorima.
"Aku tidak peduli kau peduli atau tidak," ucap Aimi dengan suara yang teramat malas. Ciri-ciri manusia yang sudah nyaris kehabisan daya (?) "Tapi..." Aimi sengaja menggantungkan kalimatnya sambil memandang serius ke mata hijau Midorima.
"A-apa nanodayo?" Entah mengapa suara Midorima mendadak gugup seperti itu. "Berhenti memandangiku seperti itu nanodayo! Kau membuatku risih!" Omel Midorima.
"Maaf maaf saja ya kalau aku membuatmu risih," cibir Aimi. "Aku memandangimu seperti itu juga karena ada satu hal penting yang ingin aku sampaikan padamu," Aimi merapatkan duduknya ke sebelah Midorima hingga bahu mereka saling bersentuhan.
"Apa yang kau lakukan sih nanodayo!?" Bentak Midorima.
Dengan kesal Aimi langsung menyubit lengan Midorima, "baka! Kau itu berisik sekali sih," omel Aimi dengan suara berbisik.
"Ada apa sih nanodayo," ketus Midorima dengan suara sedikit berbisik.
"Kau bertanya padaku ada apa?" Aimi terlihat sedikit terkejut saat menerima pertanyaan bodoh dari Midorima.
"Aku tidak paham arah pembicaraanmu nanodayo," ucap Midorima masih dengan suara berbisik.
Aimi menepuk kedua pipinya dengan gemas. Oke, mungkin sangking gemasnya Aimi sampai bertindak konyol seperti ini. Ia benar-benar terlihat seperti anak kecil yang menggemaskan. "Kau itu bodoh atau memang tidak pernah peka sih!?" Aimi menahan amarahnya agar tidak sampai meledak-ledak. Ia tidak ingin ucapannya ini didengar oleh siapa pun.
"Kenapa dari tadi kau memarahiku sih nanodayo. Tau tidak nanodayo, kau itu menyebalkan nanodayo," ucap Midorima yang sepertinya di keningnya sudah muncul perempatan.
"Coba lihat ke arah sana," Aimi menunjuk tempat Aika dan Takao yang sedang bersenda gurau. Mereka terlihat sangat dekat. Sesekali Takao mencolek pipi Aika untuk menggodanya.
Melihat kejadian itu, mendadak aura Midorima menjadi panas. Seolah-olah pria itu sedang dikelilingi oleh api. Rahangnya mengeras saat melihat Aika membalas tawa Takao dengan ceria.
"Kau tidak sadar ya, kalau Takao suka pada Aika?" Tanya Aimi dengan suara berbisik. "Sepertinya Takao akan menembak Aika pada malam ini," Aimi semakin mengompori Midorima dengan suara yang semakin dipelankan. "Ku dengar jika seseorang mengungkapkan perasaannya di malam kembang api pensi, dan orang yang ditembaknya itu setuju, mereka akan menjadi sepasang kekasih yang tidak akan pernah terpisahkan," setelah membisikkan kalimat penuh hasutan itu, Aimi sedikit menjauhkan tubuhnya dari Midorima.
Apa tadi katanya nanodayo? Takao suka pada Aika? Dia akan... yang benar saja nanodayo! Sepertinya saat ini Midorima sedang perang dengan dewi batinnya yang tsundere akut itu. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tidak masalah dengan Aika yang mau berpacaran dengan pria mana pun, tapi sisi lainnya merasa tidak tega jika harus kehilangan Aika. Apa yang harus dilakukannya?
"Kenapa? Frustasi?" Aimi tertawa kecil. Tawa yang benar-benar meremehkan seorang Midorima Shintarou. "Kalau kau tidak ada niatan untuk menembaknya secepat mungkin, siap-siap saja, Aika akan diambil oleh pria lain," ucap Aimi dengan santai.
Seperti ada petir yang menyambar jantungnya saat mendengar ucapan Aimi barusan.
"Tapi... kalau diperhatikan baik-baik, mereka itu cocok ya? Pasangan yang manis dan ceria," ungkap Aimi dengan polosnya yang langsung mendapat tatapan tajam dari Midorima.
"Apa?" Tanya Aimi dengan polosnya.
"Berani bicara seperti itu lagi, kusumpal mulutmu dengan proposal-proposal ini nanodayo," geram Midorima.
"Kenapa? Kau cemburu?"
"Tidak nanodayo!" Bantah Midorima terlalu cepat.
"Tsun-dere," ledek Aimi dengan wajah malasnya yang langsung ia tempelkan di atas meja. Ia benar-benar merasa lelah lahir batin. Lelah dengan tugas lapangannya, dan lelah dengan kisah cinta rumit yang ia jalani. Sebenarnya kalau mereka mau saling mengakui ketertarikannya, kisah ini tidak akan terasa rumit, tapi menurut Aimi, keduanya terlalu gengsi untuk mengakuinya terlebih dahulu. Dan itu benar-benar membuat Aimi geregetan setengah mati.
"Aku tidak tsundere nanodayao!" Bentak Midorima dengan suara yang cukup lantang.
Aimi menoleh dengan malas ke arah Midorima, "kalau kau tidak tsundere, buktikan. Kalau tidak bisa, ya terima saja nasib mu sebagai pengagum rahasianya," Aimi menepuk bahu Midorima, "aku turut prihatin terhadapmu," setelah mengucapkan kata penuh penghinaan itu, Aimi langsung pergi.
Tanpa disadari oleh siapa pun, sebenarnya hati Aimi hancur saat mengetahui hati Midorima sangat mudah beralih pada Aika, tapi Aimi berusaha berpikir positifnya saja. Kalau Midorima sudah bisa mencintai Aika, rasa bersalahnya akan sedikit berkurang.
"Hah..." Aimi menghembuskan napasnya dengan berat. Udara sore di SMA Shuutoku benar-benar segar, membuat pikiran Aimi yang tadinya suntuk jadi segar kembali.
***
Aika merasa akhir-akhir ini Midorima sangat jauh darinya. Bahkan walaupun terkurung di ruangan yang sama, Aika masih merasa kalau sebenarnya Midorima sangat jauh darinya. Malahan, akhir-akhir ini Aika sering melihat Midorima bercanda dengan Aimi. Semakin hari mereka semakin dekat. Apa sebenarnya mereka sudah pacaran ya? Pikir Aika.
Seperti saat ini, semua persiapan pensi tinggal 99.99% selesai, Midorima dan Aimi malah sibuk bercanda.
Aika sempat menengok beberapa kali pada mereka. Hal yang membiat jantung Aika ingin loncat keluar dari tempat persembunyiannya ketika Aika melihat Aimi sedang merapatkan tubuhnya pada tubuh Midorima. Nyaris tak ada ruang di antara mereka. Satu-satunya jarak yang tersisa adalah bibir Aimi tidak sampai menempel di telinga Midorima. Hanya saja, Aika tetap merasa hatinya panas saat melihat pemandangan tersebut.
Akhirnya Aika berusaha mengalihkan perhatiannya dengan cara bersenda gurau dengan Takao. Toh, pekerjaannya sudah selesai semua.
***
Pada malam harinya Midorima masih kepikiran soal perkataan Aimi.
Apa benar, orang yang menembak orang yang mereka cintai pada malam kembang api nanti, kisah cintanya pada sang pasangan akan terjaga selamanya?
Arrrgggghhhh..... Midorima jadi frustasi di buatnya.
Kenapa kata-kata Aimi sangat memengaruhiku sih nanodayo? Midorima mengacak-ngacak rambutnya dengan geram.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro