Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Three Princess

Malam hari di sebuah desa kecil di ujung timur wilayah kerajaan Fjell, Elyn si anak tertua tengah membantu ibunya memasak.

Vio si anak tengah saat ini sedang mengasah pedangnya untuk besok berlatih beladiri. 

Dan si bungsu Flo sedang belajar mantra sihir dengan ayahnya.

“Makan malam sudah siap!” Elyn berseru dari meja makan, mengajak semua anggota keluarga Severus untuk makan malam bersama.

Vio langsung memasukan kembali pedang kesayangannya ke dalam sarungnya. Dulu, ia selalu bertanya pada ayahnya, dari mana pedang itu berasal, pedang yang di dalamnya terukir sebuah nama Viona Freyj Raghnar, nama yang sangat mirip dengan namanya.

Flo dan ayahnya menutup pembelajaran malam ini lalu menyusul Elyn dan Vio yang sudah duduk manis di meja makan

Makan malam berlangsung tenang, hanya suara denting piring yang beradu dengan sendok dan garpu yang mengisi keheningan malam itu. Severus--sang kepala keluarga-- sangat tidak menyukai jika ada orang yang berbicara saat makan, maka sejak kecil Severus mengajarkan kepada ketiga anaknya untuk tidak berbicara saat makan.

Tiga puluh menit berlalu, makanan yang ada di piring kelima orang itu sudah tandas.

“Elyn, setelah kau membantu Mama, Ayah tunggu di perpustakaan.” Ucapan yang keluar dari mulut Severus membuat ketiga gadis meneguk ludahnya. Setiap kali Elyn dipanggil ke perpustakaan kecil di rumah mereka, sudah pasti keesokan harinya mereka akan dimarahi habis-habisan oleh Severus.

“Ba--baik, Ayah.” Elyn mengangguk, ia lalu kembali membantu ibunya membersihkan meja makan.

~~~

“Elyn, duduklah.” Elyn duduk berhadapan dengan Severus. Wajahnya terlihat sangat tegang, sudah pasti masalah yang mereka buat tadi siang sudah sampai ke telinga ayahnya.

“Sudah waktunya kalian kembali.” Elyn menautkan kedua alisnya, tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Severus.

“Pulanglah ke istana, Tuan Putri Jesslyn. Bawa kedua adikmu pulang, seorang putri tidak layak tinggal di rumah kecil yang kumuh ini.”

Elyn terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia dan ketiga adiknya tidak diterima di dalam istana setelah kematian Ratu Silvanna ibu kandung ketiga gadis itu.

Lima belas tahun yang lalu tepat lima bulan setelah kelahiran Flo, ketiga putri dibawa pergi oleh pengawal keluar dari istana atas titah Ratu Natasha, ibu tiri mereka. Elyn bersama kedua adiknya dibuang di hutan Ygg dan akhirnya ditemukan oleh Severus.

“Aku belum siap untuk kembali ke istana. Ratu Natasha sudah pasti akan mengusir kita lagi.”

Severus tersenyum tipis, ia mengeluarkan sebuah perkamen dari dalam lemari buku lalu menyerahkan pada Elyn.

“Aku mendapatkan kabar dari Owl yang membawa perkamen ini. Raja Raghnar sedang dalam keadaan kritis. Dan, jika kalian tidak segera kembali, kerajaan akan dikuasai Ratu Natasha dan menyerahkan kekuasaan pada anaknya, Pangeran Darkan.

“Dari kabar angin yang aku dengar, Pangeran Darkan haus akan kekuasaan. Ia tidak akan segan menghancurkan semua yang menghalanginya. Termasuk….”

“Termasuk apa, Ayah?” tanya Elyn yang tidak sabar dengan kelanjutan ucapan Severus.

“Dia akan mengadakan perang besar dengan beberapa kerajaan di sekitar untuk memperluas kekuasaan. Kau tahu, Tuan Putri, Raja Raghnar sangat membenci peperangan. Sebisa mungkin ia akan menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan yang berada di dekat kita.”

Severus mengusap punggung tangan Elyn yang mengepal. “Maafkan ayah kandungmu, Raja Raghnar yang saat itu memilih mengikuti ucapan Ratu Natasha dan membuang kalian ke tempat kumuh ini. Pulanglah, Nak! Besok akan ada tiga orang yang selama ini setia mengawasi kalian dari jauh yang akan menjemput kalian.”

Elyn tidak bisa tidur, semalam penuh ia memikirkan ucapan ayah angkatnya. Orang yang benar-benar berjasa besar membesarkan, dan merawat ia dan kedua adiknya.

Elyn bangkit dari tidurnya, berjalan menuju perpustakaan. Ia membuka perkamen yang diberikan Severus, meneliti kata demi kata yang tertulis di atasnya.

Keadaan Raja Raghnar sudah sangat parah. Kami mohon Tuan Severus membujuk Putri Jesslyn, Putri Viona dan Putri Flora untuk pulang kembali ke istana.

Farline Jedediah Hrafn - Penasihat Kerajaan.

Elyn tersentak kaget saat mendengar suara pintu perpustakaan yang dibuka oleh seseorang.

“Kakak sedang apa?” tanya Vio sambil mengucek matanya.

“Kita harus kembali ke istana!” ucap Elyn dengan tegas.

“Istana?” Vio menautkan kedua alisnya, tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh kakaknya.

Elyn langsung menjelaskan perihal siapa mereka sebenarnya, kala itu Vio masih berusia tiga tahun dan belum mengerti apa-apa. Vio memperhatikan dengan seksama cerita dari kakaknya. Berkali-kali Vio mengeluarkan ekspresi kesal, namun ia masih bisa menahan amarahnya.

“Besok kita kembali ke istana, Viona.” Elyn menepuk pundak Vio sambil tersenyum tipis.

~~~

Suasana pagi hari di depan rumah kecil keluarga Severus mendadak ramai. Tiga orang berpakaian kesatria kerajaan dengan kuda hitam yang gagah menjadi pusat perhatian warga sekitar. Sayup-sayup terdengar kalau para warga membicarakan hal buruk tentang keluarga Severus.

Tapi, para warga dikejutkan saat melihat tiga gadis cantik, anak-anak dari Severus dan istrinya keluar dari dalam rumah kecil itu. Elyn, Vio dan Flo keluar dari dalam ruimah dengan berpakaian layaknya putri raja.

“Tuan Putri!” Ketiga kesatria kerajaan berlutut saat melihat Elyn, Vio dan Flo keluar dari dalam rumah.

“Berdirilah!” perintah Elyn kepada ketiga kesatria.

“Tuan Putri Jesslyn, Tuan Putri Viona dan Tuan Putri Flora. Perkenalkan, saya Krum Arne Hallr diperintahkan oleh Tuan Farline untuk memimpin penjemputan kalian.” Krum memegang dada kirinya sambil membungkukkan badan setelah memperkenalkan diri kepada ketiga putri.

Di belakang ketiga putri, wanita yang mengasuh ketiga putri itu menahan tangis. Melepas ketiga gadis yang ia rawat sejak kecil. Melepaskan kebahagiaan kecilnya. Meski Elyn, Vio dan Flo sering sekali berbuat onar, tapi wanita paruh baya itu tidak menyesal pernah merawat ketiga putri cantik itu.

Ketiganya berpamitan pada pasangan suami istri yang sudah merawat mereka sejak kecil, tangis haru dan kesedihan tumpah ruah dalam setiap pelukan yang diberikan orangtua angkat mereka kepada tiga putri itu.

Ding Dong

Dentang bel besar penanda hal buruk di dalam kerajaan berbunyi sangat nyaring hingga ke seluruh pelosok wilayah.

“Yang Mulia Raja Raghnar meninggal dunia!”

Setelah mendengar kabar buruk itu, ketiga putri langsung naik ke atas kuda yang dikendarai oleh tiga kesatria menuju istana.

Elyn terlihat sangat gelisah, ia memeluk erat kesatria yang ia tahu namanya Rune Val Leif, gadis itu menumpahkan air mata di punggung sang kesatria. Lagi-lagi, ia merasakan kehilangan yang sangat besar.

Setibanya di gerbang kerajaan, mereka dihadang oleh penjaga. “Tidak seorang pun diizinkan masuk ke dalam istana saat ini!”

“Aku diperintahkan oleh Tuan Farline untuk membawa pulang ketiga putri!”

Kedua penjaga pintu kerajaan tidak percaya dengan ucapan Krum. Seingatnya, kerajaan tidak pernah memiliki seorang pun putri. Hingga akhirnya seorang pria berjanggut muncul dari balik pintu istana.

“Biarkan mereka masuk!” ucap pria itu dengan tegas.

“Baik, Tuan Farline.” Kedua pengawal membuka hadangannya, membiarkan tiga kuda hitam yang ditunggangi tiga putri dan kesatrianya masuk ke dalam istana.

“Selamat siang, Tuan Putri Jesslyn, Tuan Putri Viona dan Tuan Putri Flora. Saya Farline Jedediah Hrafn, penasihat kerajaan.” Farline membungkukkan sedikit badannya. “Saya turut berduka cita atas kematian Raja Raghnar.”

“Ada satu kabar buruk lagi yang ingin saya sampaikan, saat ini sedang dipersiapkan upacara penobatan Pangeran Darkan sebagai raja, menggantikan Raja Raghnar.”

“Langsung saja kita menuju tempat jenazah Raja Raghnar!” ucap Vio yang sudah tidak sabar.

Akhirnya mereka melangkah menuju aula istana, tempat jenazah Raja Raghnar disemayamkan, namun sebelum memasuki pintu aula, mereka ditahan oleh puluhan pasukan kerajaan yang menjaga area itu.

“Ratu Natasha,” gumam Elyn saat melihat seorang wanita dengan gaun putih berdiri di tangga paling atas menuju ruang aula.

“Selamat datang kembali, para putri yang terbuang. Selamat menyambut kematian kalian!” Tawa keras keluar dari mulut sang ratu.

Selang beberapa saat, puluhan pasukan kerajaan langsung menyerang secara bersamaan ke arah mereka.

“Stoodva!” Tiba-tiba pasukan yang menyerang membeku di tempatnya.

Ratu Natasha tersenyum mengejek, “Kau benar-benar keturunan murni Ratu Silvanna, Putri Flora!”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ratu Natasha menjentikkan jarinya, puluhan pasukan itu bisa kembali bergerak normal dan kembali menyerang.

Ratu Natasha melangkah masuk ke dalam aula untuk melanjutkan penobatan anaknya menjadi raja. Ia sangat percaya diri pasukannya dapat menahan atau bahkan dapat membunuh para putri, Farline dan ketiga kesatria sekaligus.

Vio mengeluarkan pedang dari sarungnya, maju sendiri menghadapi pasukan kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Ratu Natasha. Ketiga kesatria tidak tinggal diam, mereka ikut maju membantu Vio menghadapi pasukan kerajaan untuk membuka jalan mereka agar bisa masuk ke dalam aula istana.

Elyn dan Farline menghilang dari areal pertempuran. Kaduanya sedang menyusun sebuah rencana agar dengan cepat bisa memasuki aula dan menggagalkan penobatan Pangeran Darkan menjadi raja.

Suara denting pedang beradu, jerit kesakitan, cucuran peluh dan cipratan darah menjadi pemandangan yang mengerikan di depan pintu aula istana.

“Putri Viona, awas!” Vio berhasil menghindar saat ada sebuah gada mengayun tepat di atas kepalanya. Gadis itu menebaskan pedangnya ke arah perut pria yang mengayunkan gada ke arahnya.

Suara raungan binatang besar terdengar memekakkan telinga, semua mata menoleh ke arah suara itu berasal hingga tidak menyadari ada batu besar yang dijatuhkan dari udara oleh seekor elang besar.

Ketiga kesatria mundur beberapa langkah, memberikan ruang kepada dua hewan buas yang baru saja dikeluarkan dari kandangnya oleh Elyn dan Farline.

Melihat ada dua hewan buas menyerang, para pasukan kerajaan berhamburan menghindari cakaran beruang dan gigitan macan besar yang baru saja masuk ke dalam area pertempuran.

Kini, jalan terbuka lebar, mereka akhirnya bisa masuk ke dalam aula untuk menghentikan penobatan Raja Darkan.

“Boelvun!” Tubuh Ratu Natasha langsung mengalami kejang-kejang habat. Matanya membelalak menahan rasa sakit yang menerjang tubuhnya.

Orang-orang yang ada di dalam ruangan kaget dengan kedatangan ketiga putri yang telah lama hilang, mereka mengira. Putri Jesslyn, Putri Viona dan Putri Flora sudah tewas karena kabar kecelakaan yang dialami saat perjalanan ke desa kecil di ujung timur kerajaan Fjell.

“Waktunya menjemput kematianmu Ratu Natasha!” Vio menghunuskan pedang tepat ke leher Ratu Natasha.

Darkan yang ketakutan hendak kabur dari aula, namun ketiga kesatria menahannya, dan membawa pemuda itu ke dalam penjara kerajaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro