One Eye Princess
Dahulu kala, di sebuah kerajaan yang makmur, terdapat sebuah legenda tentang seorang putri yang terkutuk. Putri itu dipanggil Putri Mata Satu.
Isabella benci dirinya sendiri. Dia tidak suka bagaimana pelayan-pelayan itu akan melirik lalu saling berbisik ketika ia lewat. Pelayan baru akan berbisik bertanya mengapa satu matanya ditutup dengan penutup mata, sedang pelayan lama akan mulai bergosip.
Isabella tahu, bahwa dia terkutuk. Lebih tepatnya, mata kiri Isabella yang terkutuk. Kalau Ibunya (yang adalah seorang permaisuri) tidak memaksa Isabella untuk keluar dari kamar pada jam segini, Isabella juga tidak akan sudi. Kate beliau, Isabella harus ikut dalam acara debut para pangeran di masyarakat dan acara kedewasaannya.
Isabella hanya bisa berjalan menunduk sambil mengepalkan tangan. Bisikan para pelayan itu bukan lagi sekadar bisikan. Dia adalah seorang putri raja, tetapi tidak berani memarahi mereka.
Semua ini karena mata kirinya. Andai saja matanya tidak begini.
Semua berawal dari kisah lama. Semua orang tahu bahwa dulunya Raja Xavier adalah sosok petualang yang bebas. Dia baru pulang ke kerajaan lima tahun sebelum dinobatkan menjadi raja. Saat itu, Xavier muda bertemu dengan seorang janda cantik bernama Minerva. Layaknya cerita klise, mereka jatuh cinta dan Minerva hamil. Perbedaan kasta yang terlalu besar membuat Xavier belum bisa melakukan apa-apa.
Dari kehamilan itu, lahirlah tiga anak perempuan. Briana, Bianca, dan Bella. Isabella tidak ingat betul, tetapi ia yakin sewaktu itu ibunya bilang bahwa Briana sangat mirip dengan sang ayah, sedang Bianca mirip ibu. Dan Bella adalah campuran keduanya. Bella tahu dia mempunyai fisik yang berbeda, tetapi Minerva akan selalu mengatakan dia cantik.
Siapa sangka ternyata salah satu dari tiga anak ini membawa kutukan. Briana menghilang secara misterius di umur tiga tahun, dan Bianca meninggal akibat wabah virus yang melanda kerajaan setengah tahun kemudian. Bella juga sempat sekarat. Saat itulah Pangeran Xavier yang sudah berjanji untuk memboyong Minerva dan anak-anaknya ke istana, datang tepat seminggu sebelum ia dinobatkan menjadi raja.
Berkat dokter kerajaan, Bella berhasil diselamatkan. Namanya pun diganti menjadi Isabella. Di hari penobatan sekaligus pernikahan pangeran Xavier dan Minerva, Isabella diumumkan sebagai Putri. Seluruh hadirin sangat terkejut, dan makin terkejut saat melihat sosok sang putri. Fisiknya yang berbeda sangat cepat menjadi buah bibir.
“Mata terkutuk!” pekik seseorang saat itu.
Orang itu langsung ditangkap. Acara tetap dilanjutkan. Tidak ada yang terlalu berpikir mengenai kutukan saat itu. Namun, saat kisah tentang hidup Permaisuri Minerva sebelum dijemput Raja Xavier terkuak dan tersebar, orang-orang mulai percaya bahwa Isabella benar-benar terkutuk.
Isabella tidak percaya dengan rumor itu. Dia terlalu muda untuk mengerti, dan terlalu sibuk untuk memikirkannya. Namun, Isabella mulai percaya saat adik-adiknya lahir.
“Berani-beraninya kalian membicarakan anggota keluarga raja secara terang-terangan.”
Isabelle menoleh, terkejut kala melihat seorang pemuda bersurai perak dengan warna emas di ujung rambut berjalan mendekat. Paras tenang penuh amarah tidak bisa menyembunyikan wajah mudanya.
“Pengawal! Tangkap mereka dan beri hukuman! Tidak ada satu pun yang boleh bermain-main dengan keluarga raja!” bentak pemuda itu.
Xavier II. Pangeran Kedua.
Pangeran yang akrab dipanggil Vier ini terkenal dengan sifatnya yang lembut dan penyayang. Tak ayal Isabella sangat terkejut melihatnya membentak dua pelayanan perempuan yang kini memohon ampun saat diseret oleh dua orang pengawal berbadan kekar.
Isabella masih kehilangan kata-kata, sampai akhirnya Vier menoleh dan tersenyum lembut. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya.
Melihat perubahan ekspresi yang sangat drastis, Isabella hanya mengangguk bodoh. Saat dia berpikir Vier akan langsung pergi, ternyata dia salah. Pangeran kedua itu justru mendekati Isabella dan mengulurkan tangannya.
“Cuaca hari ini sangat indah. Apa kau ingin jalan-jalan di taman?”
Isabella tidak mengangguk ataupun menggeleng.
Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa di keluarga kerajaan tidak akan lahir seorang putri. Tidak ada yang tahu apa sebabnya, tetapi baik ratu maupun permaisuri akan selalu melahirkan anak laki-laki. Dan yang kelak akan mewarisi kerajaan adalah pangeran mahkota.
Putri Isabella adalah perempuan pertama yang mendapat gelar Putri. Gelar Putri itu sempat berubah menjadi Putri Pertama kala Permaisuri Minerva kembali melahirkan, kali ini lahir lima anak sekaligus. Tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Semuanya lahir dengan sehat dan selamat. Betapa senangnya hati Isabella yang saat itu masih berumur empat tahun.
Seluruh rakyat juga bersuka cita menyambut anggota keluarga kerajaan yang baru. Pangeran Pertama bernama Zero, dia satu-satunya yang memiliki rambut hitam legam. Adiknya perempuan pertama diberi nama Scarlett, dengan rambut perak yang halus mendapat gelar Putri Kedua. Selanjutnya Cecilia, sebagai Putri Ketiga dan memiliki rambut hitam bercampur emas layaknya Isabella dan Permaisuri Minerva. Pangeran Kedua sangat mirip dengan Raja Xavier dengan surai perak dengan warna emas di ujungnya, oleh karena itu ia diberi nama Xavier II. Pangeran Ketiga adalah anak bungsu bernama Leopold, memiliki surai emas layaknya singa.
Suasana istana tidak pernah sehangat ini. Bahkan Isabella tidak lagi memikirkan tentang rumor mata terkutuk. Dia harap, kelak bisa bermain bersama adik perempuannya.
Namun, lagi-lagi musibah melanda.
Putri Scarlett menghilang. Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi. Seluruh usaha sudah dikerahkan oleh raja, tetapi semua sia-sia. Seolah hilangnya Putri Scarlett belum cukup buruk, Putri Cecilia menghilang satu minggu kemudian.
Mereka semua masih berumur empat tahun, sedang Isabella delapan tahun. Hilangnya dua orang putri menghebohkan satu kerajaan. Sampai suatu hari, seseorang kembali mengangkat isu tentang mata terkutuk Isabella.
Semuanya masuk akal. Saudara perempuan Isabella juga menghilang dan meninggal di usia muda. Kini, dua sosok putri juga menghilang. Tak peduli seberapa keras pun Raja Xavier membantah isu itu, Isabella sudah larut dalam penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Sejak saat itu, dia menutup mata kirinya dari dunia dan mengurung diri di dalam kamar. Sampai sepuluh tahun lamannya.
“Musim Semi memang selalu sempurna untuk berjalan-jalan.” Vier bergumam sambil melihat bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya. “Aku senang sekali kau memutuskan untuk keluar hari ini, Isabella. Bukankah cuacanya begitu cerah hari ini?”
Isabella masih belum bisa berkata-kata, hanya mengangguk setuju. Sudah tiga puluh menit mereka berjalan-jalan di sekitar taman, dan selama itu pula Isabella membisu.
“Aku sudah meminta seseorang untuk menyediakan teh. Pasti melelahkan setelah berjalan cukup lama.” Vier menuntun Isabella menuju sebuah meja dengan dua buah kursi. Aroma teh dan biskuit yang lembut menguar saat mereka mendekat.
Isabella tidak mengerti mengapa Vier melakukan ini semua. Dia tahu adik-adiknya yang tersisa diam-diam menyalahkan Isabella. Masih segar di ingatan Isabella saat Zero dan Leopold menangis, mengatakan ini semua salah kutukannya. Vier saat itu hanya diam, sebab dia sangat bersedih. Vier adalah sosok yang paling dekat dengan Scarlett dan Cecilia. Isabella juga yakin Vier juga diam-diam menyalahkannya.
“Kudengar Isabella sangat suka teh melati. Aku suka teh krisan, tapi Zero dan Leo akan selalu menertawakanku karena suka teh bunga.” Sedari tadi hanya Vier yang berbicara, Isabella tidak tahu kenapa dia melakukan ini semua. “Teh bunga punya aroma yang wangi! Kau juga pikir begitu, ‘kan?” Vier cemberut, menatap Isabella di meja seberang menuntut konfirmasi.
Isabella pernah dengar, Pangeran Xavier II memiliki karakter yang sangat dewasa meskipun umurnya masih empat belas tahun. Namun, melihatnya mengomel hanya karena masalah teh, Isabella jadi ingin tertawa. “Iya, teh bunga punya wangi yang menenangkan.” Isabella akhirnya terkekeh pelan.
“Benar, ‘kan? Lihat saja nanti, aku akan mengumpulkan kubu teh bunga untuk melawan Zero dan Lepold!”
Tawa Isabella makin keras melihat reaksi Vier yang seperti ini. “Kau pasti bisa.”
Sejak hari itu, Isabella akan keluar dari kamar setiap hari, dan Vier akan menemaninya. Jika hari pertama hanya berjalan-jalan lalu minum teh, pada hari kedua Vier mengajak Isabella ke tempat-tempat lain di istana yang mungkin belum pernah Isabella kunjungi. Waktu yang Isabella habiskan di luar kamar semakin banyak dari hari ke hari.
“Vier, kenapa akhir-akhir ini kau selalu menghabiskan waktu dengan Isabella? Nanti kau akan tertular kutukannya!” seru Leopold suatu hari, saat mereka berpapasan di lorong.
Vier mengernyit. “Tidak ada yang bisa menjamin apa-apa tentang kutukan. Leo, aku sarankan kau untuk tidak memiliki pemikiran yang sama dengan rakyat jelata.”
“Aku rasa Leo benar. Apa permaisuri yang menyuruhmu untuk akrab dengan Putri Mata Satu ini? Lihatlah matanya yang tertutup sebelah. Kita tak pernah tahu apa yang ada di balik penutup mata itu.” Zero bersidekap, melirik Isabella yang berdiri di belakang Vier.
“Namanya bukan Putri Mata Satu, tapi Putri Isabella! Dan Isabella itu kakak kita! Kita sudah kehilangan dua saudara perempuan, apa kalian ingin menyia-nyiakan satu-satunya saudara perempuan yang tersisa? Aku tak pernah percaya tentang kutukan apa pun! Ayo kita pergi, Isabella.” Vier menarik tangan Isabella menjauh dari Lepold dan Zero.
Isabella hanya bisa menurut sambil menunduk. Rasanya malu sekali. Ternyata memang benar adik-adiknya masih menyimpan dendam padanya. Sambil mengikuti Vier, dia menyentuh bagian matanya yang tertutup. Tidak, Isabella tidak boleh menangis.
Mereka akhirnya berhenti di taman yang mereka kunjungi pertama kali.
Vier berbalik dengan ekspresi sendu. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya. “Zero dan Leo masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa. Jangan pikirkan perkataan mereka.”
“Kenapa?” Isabella terisak. “Kenapa tiba-tiba kau baik padaku seperti ini?”
Vier terdiam. “Karena ... aku tahu selama ini kau sering mengintip kami di lapangan lewat jendela kamarmu. Kau terlihat kesepian. Aku selalu berpikir, memang apa yang sebenarnya salah denganmu?” Vier mendekat pada Isabella dan mengelap air matanya dengan sapu tangan. Isabella hanya lebih tinggi sedikit dibanding Vier. “Tentang kutukan, aku tidak pernah percaya itu. Apa yang terjadi pada Scarlett, Cecilia, dan dua kakak perempuan yang tak pernah aku temui itu bisa saja adalah takdir. Tak ada satu pun hubungannya dengan mata kirimu.”
Isabella menunduk.
“Aku sudah kehilangan dua saudara perempuan, aku tidak ingin kehilangan lagi. Aku ingin kau berhenti bersembunyi dari dunia. Aku ingin kau menunjukkan kedua matamu pada dunia, dan buktikan bahwa kutukan itu hanya omong kosong belaka.” Vier berujar mantap. “Isabella, jangan takut. Aku akan selalu mendukungmu. Ya?”
Selama ini, Isabella hanya takut penolakan. Ibunya sudah berkali-kali menghibur, tetapi yang paling ia takutkan adalah penolakan dari adik-adiknya. Namun, perkataan Vier memberikan cahaya baru yang ternyata selalu Isabella rindukan.
Perlahan, Isabella melepas penutup matanya. Menunjukkan sebuah mata biru jernih yang kontras dengan manik emas mata kanannya. Mata berbeda warna. Inilah yang disebut sebagai mata kutukan oleh orang-orang.
“Cantik ....” Vier terpana, seolah baru pertama kali melihat sesuatu yang biru dan jernih seperti langit. Padahal Isabella sudah bersiap memakai kembali penutup matanya jika Vier menunjukkan ekspresi jijik. “Isabella, di hari debutku nanti, jadi pasangan dansaku, ya?”
Isabella mengerjap terkejut. “Bukankah kamu sudah mendapat pasangan?”
“Aku ingin berdansa denganmu. Ayo kita tunjukkan pada dunia bahwa matamu benar-benar indah dan tidak mungkin mengandung kutukan.”
Hari itu adalah hari yang bersejarah bagi hidup Isabella. Untuk pertama kalinya setelah sepuluh tahun, dia berani membuka penutup matanya. Di hari perayaan itu, semua orang terkejut dan terpesona akan kecantikan Putri Isabella. Zero dan Leopold meminta maaf, dan berebut meminta Isabella untuk menjadi pasangan dansa mereka juga.
Mendadak ada banyak sekali kiriman surat yang melamar Isabella, tetapi ketiga pangeran mendadak begitu protektif akan kakak perempuannya. Isabella tetap menjadi paling dekat dengan Vier, dan menjalani hari-harinya tanpa takut apa-apa lagi.
Sejak saat itu, tidak ada lagi Putri Mata Satu. Sekarang hanya ada Putri Isabella dan mata uniknya yang cantik. Kerajaan pun semakin makmur, dan semuanya hidup bahagia selamanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro