Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Julideina

Aku adalah putri Julideina dari Raja Juli. Wilayah kami beriklim tropis. Memiliki dua musim, hujan dan kemarau. Aku adalah putri yang aktif, menurut para pasukan ayah yang melatihku berpedang. Aku masih berumur delapan tahun tapi aku cukup ahli dalam menebaskan pedang ke musuh.

Saat umurku beranjak lima belas tahun. Ada kejadian aneh yang menimpaku dan kerajaan. Tiba-tiba saja dari langit beterbangan dan berdatangan para manusia buas atau menurut buku yang pernah kubaca itu bernama zombi. Aku tidak tahu dari mana datangnya. Aku juga melihat ada entah besi atau kayu bertuliskan Rusun Montaks yang ikut terbang bersama makhluk-makhluk itu. Rusun Montaks itu nama apa?

Seperti sebuah ledakan yang membuat lubang di langit. Sebuah lorong yang menyedot makhluk-makhluk mengerikan itu. Kekacauan itu berlanjut karena mereka jatuh bertepatan di halaman istana. Beberapa terlihat menggigit ternak warga, tidak cuma itu warga-warga pun ikut digigit. Dan yang lebih mengerikan lagi, warga yang digigit itu ikut menjadi zombi juga. Percis seperti apa yang telah aku baca.

Aku juga membaca zombi bisa dibuat oleh para dukun yang sekarang ini para dukun sendiri diperlakukan seperti suatu hal yang berbahaya dan tinggalnya tidak boleh dekat dengan istana. Terkadang masyarakat sekitar kerajaan memperlakukan dukun sebagai makhluk yang kotor. Padahal menurutku setiap manusia berhak mendapatkan haknya untuk hidup dengan layak apa pun profesi mereka. Selama kita tetap pada kepercayaan kita untuk percaya pada Tuhan Yang Mahaesa.

Para pasukan istana dikerahkan untuk mematikan sebagian besar makhluk mengerikan itu. Berdasarkan buku yang kubaca, kelemahan zombi terletak pada otak. Aku berteriak, “Hancurkan kepala mereka!”

Aku melihat beberapa zombi hancur begitu jatuh dari langit, tapi beberapa masih berjalan dan bangkit karena mereka jatuh di tempat yang lunak seperti air atau tumpukan jerami. Kami berhasil menghabisi yang jatuh di sekitar istana. Aku melihat ayah berjuang habis-habisan. Dia menyuruhku untuk diam di dalam istana bersama ibu.

Ayah tidak mengenal ampun, dia menghabisi tiga zombi sekaligus menggunakan kapak. Namun, nasib sial menimpanya, seorang zombi menggigitnya dari belakang tanpa ayah tahu. Aku berteriak, menangis sejadi-jadinya. Bingung, ingin memberikan komando apa.

Apakah aku harus mengutus pasukan untuk menolong ayah dan membawanya ke dalam istana dengan risiko ayah akan menjadi zombi dan memakan semua yang ada di istana atau membiarkan dia menjadi salah satu dari mereka dan meminta pasukan untuk membunuhnya segera?

“Bunuh ayah!” kataku.

Air mataku runtuh. Apa tidak ada lagi pilihan yang lebih menyenangkan?

“Apa maksudmu, Ju ....” Aku menatap wajah ibu yang sedang menangis sejadi-jadinya. Dia melihatku atas apa yang aku putuskan. Dia sangat bingung, matanya penuh pertanyaan dan aku mencoba menjawabnya dengan mata yang juga dipenuhi air mata.

“Aku sayang ayah, Bu. Ayah pasti tidak ingin membunuh kita di sini!” Kulihat ibu berteriak, pikirannya setuju tapi hatinya hancur tidak menerima.

Kulihat ayah bergetar hebat. Kepalanya menatap ke langit cukup lama. Seperti yang kulihat itulah awal dari perubahan menjadi zombi. Kukatakan lagi dengan keras, “Bunuh ayah sekarang!”

Kapak salah satu pasukan menebas kepala ayah yang hampir menerkam pasukan itu. Aku pun menangis. Mungkinkah ayah bisa dibangkitkan? Dan dengan cara apa zombi-zombi ini dihilangkan?

Aku pun teringat salah seorang rakyat pernah berkata dukun-dukun itu bisa membangkitkan mayat hidup. Apakah ayah bisa dibangkitkan dengan cara itu? Aku mencari tahu.

Aku pun meminta izin kepada ibu untuk pergi mengunjungi salah satu dukun terdekat dari istana. Letaknya lumayan jauh dan berbahaya karena zombi ini ada di mana-mana. Ibu yang sudah tidak bisa lagi bicara melihat suami tercinta ditebas di depan matanya. Aku sangat mengerti itu. Namun, aku harus melakukan sebuah keputusan ketika tidak ada lagi yang mampu membuat keputusan. Aku pun berangkat dikawal beberapa pasukan ke tempat dukun.

“Ada apa Putri istana berkunjung ke tempat hina ini?” tanya salah satu dukun yang aku datangi.

“Aku minta maaf atas apa yang telah kami dan rakyat kami lakukan selama ini terhadap kaum kalian.”

“Apa kalian ke sini untuk meminta kami menghidupkan orang mati?”

“Raja telah mati. Ayahku telah mati!” tegasku.

“Aku peduli. Aku tidak pernah dendam kepada kalian tapi maaf, kami tidak bisa menghidupkan orang mati. Kami hanya manusia biasa bukan Tuhan. Namun, dari tadi kami sudah membantu dengan cara kami untuk mengatasi masalah zombi ini.”

“Aku ingin tanya ada apa ini sebenarnya?”

“Yang kulihat di sini ada kebocoran dimensi. Dimensi kita bertabrakan dengan dimensi lain yang kebetulan di dimensi tersebut adalah tempat zombi ini berasal.”

“Maksudmu?”

“Kamu pasti melihat kata-kata asing seperti Rusun Montaks?”

“Iya! Aku melihatnya.”

“Itulah, mungkin itu tempat zombi-zombi ini berasal.”

“Lalu bagaimana?” ucapku.

“Diamlah bocah kecil. Aku sedang memanggil seorang yang bisa menyelesaikan ini. Dia juga zombi, tapi aku yakin dia tidak akan memakanmu.”

Tiba-tiba cahaya keunguan datang dari langit yang terbuka. Seorang zombi dengan seekor kucing yang juga zombi berdiri di depan kami. Aku ketakutan tapi entah kenapa aku lebih tenang kali ini.

“Maaf aku kecolongan,” ucap zombi itu dengan kepala yang entah mungkin seperti patah.

“Ka ... kalian siapa?”

“Aku? Zombi. Kalau kucing ini, sebut saja Sugiono. Sepertinya setelah peristiwa pertempuran dengan para monster aneh, para zombi ini jadi lepas kendali. Aku harus memanggil teman-temanku.”

“Teman?”

“Ya, teman. Pak Dukun, bisa kamu panggilkan juga teman-temanku? Namanya kalau tidak salah Thiya, Pit, Tip. Panggil sebanyaknya saja deh aku lupa.”

“Ah ya, sebentar. Mereka sepertinya sudah ada di sini.”

Beberapa zombi berkumpul dan maju ke kerumunan zombi di hadapan mereka. Mereka mengangkat tangan serentak. Dan serentak juga para zombi diam dari tempat mereka. Para zombi pun berkumpul ke tempat para zombinya kucing Sugiono. Mereka tidak lagi memakan apa pun yang dilihatnya. Mereka berbaris meski kepala mereka bergerak ke arah yang tidak jelas. Sedikit mengganggu tapi pemandangan ini mengharukan.

Zombi yang sebelumnya bersama kucing Sugiono itu pun menghampiri kami. Lalu berkata kepada dukun, “Bisa kembalikan kami ke dunia asal kami?”

“Akan kuusahakan,” ucap dukun itu.

“Lingkaran ungu mengelilingi kami dan para zombi. Semua zombi mulai menghilang. Begitu pun bangkai zombi yang sudah mati juga korban yang berguguran karena digigit zombi ikut menghilang. Mereka menjadi satu, menjadi sinar ungu dan kembali ke langit. Langit yang semula terbuka pun mulai menutup. Semuanya kembali seperti sedia kala kecuali para korban termasuk ayahku.

Ibu memelukku. Dia meminta maaf karena harus membiarkan aku mengambil risiko yang berbahaya untuk menemui dukun dan memanggil zombi yang baik hati bersama kucingnya Sugiono. Aku tidak tahu siapa yang akan memegang pemerintahan raja saat ini. Aku tidak peduli, umurku belum cukup untuk bicara kekuasaan. Namun, ada yang membicarakannya bahwa aku akan memimpin ketika usiaku cukup yaitu tujuh belas tahun.

Satu hal yang lebih penting. Kaum dukun kini sudah mendapat haknya. Dan kurasa kata dukun terlalu kasar untuk mereka. Mereka menjadi pahlawan dalam pertarungan sebelumnya. Dan berinteraksi layaknya rakyat biasa. Ternyata mereka juga bukan hanya berhubungan dengan sihir tapi ada juga yang memanjatkan doa-doa. Seperti yang dilakukan sebelumnya.

Begitulah aku, putri yang kini harus menjadi kuat dan lebih kuat lagi hingga aku siap memimpin kerajaan ini. Sekian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro