Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cerita Membingungkan

JIM MENGGUNAKAN SELIMUT tebal untuk menutupi tubuh Canane kedua dan menyemprotkan banyak sekali parfum beraroma sage, sementara Canane pertama menuliskan surat perpisahan. Tapi baru saja ia bilang kalau Jim salah mengambil botol parfum dan kini kamar itu berubah menjadi aroma lavendel. "Apa kau yakin ini tidak akan apa-apa?" tanyanya, "boneka kayu dan surat palsu?"

"Jelas tidak!" jawab Canane pertama, sedikit naik pitam. "Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu itu lagi, Jim. Itu menyebalkan."

"Aku sudah melakukan ini berulang kali, dan ini bukan surat palsu," katanya lagi.

Jim mengangkat bahunya dan kembali menyemprot parfum di sekujur tubuh Canane kedua. Ia bersyukur bahwa boneka kayu putih berpakaian bangsawan itu ternyata tidak terlalu berat untuk ditarik ke lantai menara ketiga, karena Dann bilang, ia tidak lagi membuatnya dari kayu basah yang baru saja ditebang, melainkan kayu putih yang dipoles dan diasapi agar lebih ringan dan tidak mudah dimakan rayap selagi Canane minggat. Entah bagaimana putri itu melakukan hal ini sendirian--atau, tentu saja, dia meminta bantuan Dann.

Di atas kursi berkapasitas dua orang, yang diletakkan di ujung samping tempat tidur putri, Canane menyelipkan amplop surat berwarna merah agar tersamar tapi mudah dikenali. Kalau menurut pengalamannya sebelumnya, surat itu akan dibaca oleh Jupiter yang akan membantu kabur dan proses perjalanannya pulang nanti. Begini bunyinya:

Dear, Jupiter, temanku.

Aku akan kembali di permulaan musim semi. Sampai saat itu tiba, seperti biasa, jangan biarkan orang lain masuk ke kamar dan menyentuh Canane kedua. Urus kepergian Pangeran Henry dan rombongannya, umurku 18 tahun dari sekarang, tapi, seperti yang kubilang, bahwa aku tidak bisa bertunangan dengan lelaki yang sudah mencium wanita lain. Termasuk Canane kedua.

Ps: Kotak merah di dalam nakas nomor satu, itu untukmu. Selamat natal. Aku tahu kau menyiapkan yang terbaik untuk kami di musim semi nanti.

C1. P.

Canane melihat Jim sudah menunggunya di jendela ketika ia selesai memandangi Canane kedua dengan perasaan puas. Pelariannya akan menjadi sangat menyakitkan saking senangnya. Dan untuk menunjukkan itu, Canane menyeringai kala Jim mengulurkan tangan untuk membantunya naik ke atas jendela. "Coklat sedap biasanya memiliki rasa pahit di akhir, kau tahu." Jim mendeteksi ada nada bangga dalam suara Canane. Yang harus terhenti karena mereka harus merambat dengan cepat dan hati-hati ke dahan yang lurus dari jendela untuk bersembunyi. Canane pertama melirik ke pintu kamarnya yang mula-mula tertutup, kini mulai terbuka. "Mereka datang," bisiknya.

Orang pertama yang muncul adalah Jupiter, pria jangkung dan sangat pucat yang mengenakan pakaian serbahitam perlente khas pelayan putri, sedang membelalakkan matanya ke arah Canane kedua dengan dramatis. Mata lebar dengan celak tebal dan pembawaan sendu, diantar beberapa pelayan wanita yang juga langsung memekik kala melihat keadaan sang putri yang berubah menjadi kayu, begitu mengenaskan.

"Terlambaat!" pekik Jupiter memelas sambil bersujud di bawah tempat tidur sang putri, diikuti oleh pelayan di belakangnya.

Canane menahan cekikik sementara Jim tampak kebingungan. "Kau tertawa kenapa?" tanyanya melihat beberapa pelayan di kamar Canane makin tersedu-sedu.

"Dengar saja." Canane sudah kedengaran tidak terkesan.

Sesosok lelaki bertubuh tinggi dengan pakaian bangsawan masuk dan kelihatan tercengang ketika sampai di samping Jupiter. Matanya bulat menatap kayu yang tergolek dengan sorot tajam nan sendu. Terduduk sosok lain berpakaian serupa, langsung memeluk Canane kedua. Jim seketika mengenalinya, ialah sang raja, dan yang berdiri di belakangnya adalah Hedda, istrinya.

"Putri baru saja meminta izin untuk ke kamar sebentar ketika pesta persahabatan di mulai …. Dan … dan bodoh sekali aku, tidak peka ketika Putri merasakan kutukannya sudah dimulai." Jupiter memekik tragis, masih berusaha melanjutkan ucapannya. "Ooh! Seandainya ada pangeran yang mampu memberikan kecupan peruntuh kutukan ini …. Paduka sudah berjanji bahwa seluruh kekuasaannya menjadi miliknya …."

Canane menyeringai mengantuk. "Ah … sudahlah, bagian ini membosankan. Ayo kita pergi!" ajaknya pada Jim yang terkejut karena ia masih terpusat pada pangeran yang tiba-tiba turun dan mencium boneka kayu buatan Dann. Ia bergidik. Kemudian mengikuti Canane menuruni pohon dan keluar lewat gerbang belakang istana.

"Apa mereka tahu ini bagian dari muslihatmu? Maksudku raja dan ratu." Jim melontarkan pertanyaannya ketika mereka hampir sampai di rumah Dann.

Canane memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu dan memandang lurus ke rumah kayu yang diselimuti salju dan asap dari atasnya. "Kau tahu, aku lebih menyukai celana tipismu ini daripada memakai gaun seratus lapis. Sangat nyaman." Jim mematung sementara kakinya berjalan; satu dampak mengesalkan yang disebabkan karena enam tahun tinggal hanya bersama-sama anak laki-laki di asrama putra jelata adalah, ketika ia tidak siap menerima letupan kembang api di perut. Karena di sekolahnya, pujian bersifat langka dan patut dipertanyakan: benar-benar apresiasi, ataukah satire yang berkedok eulogi.

Jim dan Canane menembus kabut, ia menemukan pintu sembari berbicara pelan-pelan. "Dann bilang mau terlambat pulang di rumah Tuan Frank dulu malam ini, salah satu kudanya mau melahirkan. Dan dia memintaku untuk mengantarmu  ke kamarmu atau mengajakmu menghangatkan diri. Pilih yang mana, itu tergantung padamu. Batu perapiannya ditaruh di bawah meja agar aku tidak kesulitan saat mencarinya. Dan--oh, dan ada beberapa kudapan di dalam lemari penyimpanan yang meski tidak terlalu banyak dan seenak makanan sisa di istana, kata Dann, bisa kubagi deng--"

"Kurasa, kau tidak perlu mengatakan semua yang kakakmu katakan." Canane cepat-cepat memotong. "Meski harus kuakui daya ingatmu cukup kuat."

Jim meninggalkan Canane di ambang pintu dan memelesat untuk menyalakan perapian, ia tampak kaku. "Apa yang biasanya Dann lakukan untuk seorang putri? Aku yakin dia tak berbuat yang macam-macam."

"Putri--" Canane menautkan alisnya sambil menggeleng-geleng. "Apa maksudmu seorang putri? Kau baru saja melihatku keluar dari jendela, menipu orang, memakai celana, dan keluar istana. Kau masih menganggapku putri?"

Jim diam sejenak. "Ya, kau baru saja keluar dari istana lewat jendela," jawabnya, mengeluarkan sepiring biskuit jahe dan sepoci teh dari dalam lemari. "Jadi, apa yang biasa kalian lakukan?"

"Banyak hal," jawab Canane. "Dia membantuku kabur dari pesta sampanye, membebaskanku dari gaun, lalu tidur sampai keesokan paginya. Kami berburu dan tinggal bersama ibu kalian di Hutan sampai musim dingin usai, di kampung halamanku."

"Di mana?" tanya Jim.

"Hutan. Nama desa perbatasan antara kerajaan Voltase dan Watt. Jangan bilang kau belum pernah ke sana." Canane menyeringai mengejek, lalu melanjutkan, "tapi ibumu berada di sana kan?"

Jim merasakan gejolak besar di dalam dadanya sewaktu mengangguk. "Benar, kami tidak pernah bertemu lagi setelah mereka bercerai. Semenjak aku dan Dann tinggal di sini bersama ayah--ah, bukan! Tadi aku ingin bertanya, kau tadi menyebut kampung halaman, apa maksudnya?"

"Aku dibesarkan di sana."

"Bagaimana bisa?" tanya Jim.

"Benar kan? Alangkah mengherankan jika seorang putri baru dikenal saat berusia tujuh," kata Canane memulai. "Jupiter bahkan tidak bisa menguraikan alasannya dengan jelas, kau tahu. Ceritanya hanyalah bahwa wanita dan anak-anak negara ini pernah diserang penyakit buta siang, makanya banyak yang menyingkirkan keluarga mereka ke daerah perbatasan, sementara waktu. Aku dan ibu adalah salah satunya, kata Jupiter. Tapi banyak semacam rumor yang mengatakan bahwa itu tidak benar, dan pengungsian itu terjadi oleh sebab kerajaan kami tengah mempersiapkan perang. Yah, kau tahu, dari semua raja pasti ada yang gila kekuasaan.

"Kau … benar-benar tidak mengetahui itu?"

Jim memandang Canane sambil bengong, ia menggeleng. Tidak ada hal semacam itu sepanjang hidupnya. "Lalu siapa yang menciummu--maksudku boneka tadi?"

"Ah--dia putra mahkota raja yang dibantu ayahku. Aku dijodohkan dengannya, tapi itu tak akan terjadi. Karena dia bodoh, dan aku akan menikahi Dann."

"Apa?!" teriak Jim tak yakin pendengarannya benar.

"Kami akan menikah musim semi nanti," jawab Canane riang.

"Kau bercanda?! Keluargamu bisa membunuh kami. Bahkan sekarang juga," kata Jim, beranjak dari kursi hangat depan perapian. Tubuhnya tiba-tiba dialiri keringat dingin. "Aku tidak mengerti!"

Canane tertawa lembut setelah meneguk tehnya. "Sama. Tapi kedua keluarga sudah sama-sama mengerti maksudnya."

Bahu lelaki itu merosot rendah. Namun, Jim diam-diam merasa tenang karena bisa menepis bayangan kepala keluarganya bergelundungan di kaki bukit Ampere. Tapi meski begitu, Jim tidak dapat mengenyahkan firasat ada hal tidak beres yang masih belum ia ketahui.

"Kuharap kau adalah adik yang baik. Kuharap Dann tidak terlambat."

Jim belum sempat menanyakan artinya, sebab Canane langsung diinterupsi oleh ringkik mengerikan dan bunyi memekakkan. Teriakan angker menggema dari arah tangga.

Pintu depan mendadak terbuka hingga membentur tembok kayu. Canane berdiri dengan wajah nanap dan begitu juga Jim membelalakkan matanya. Dann masuk tergesa-gesa, langsung meraih pelana kuda. "Sudah menyiapkan bekal? Apa kalian tidur nyenyak semalam? Kita harus cepat-cepat, firasatku badai akan datang awal hari ini."

"Aku tidak tidur," lirih Jim.

Jim tidak mendengar ada jawaban di sampingnya, hingga ia menoleh dan menyadari bahwa ia tak melihat Canane di sana. Dann sibuk memakai mantel, sementara ia terbengong, semakin terpaku di tempatnya.

"Kau juga harus siap-siap, Jim," ujar Dann membangunkan Jim dari lamunan, kali ini sudah menggendong tas besar di punggungnya. "Cepat!"

Sebuah mantel tersampir di bahunya disusul kemunculan seorang perempuan bermantel belel berwarna cokelat pudar. Canane telah kembali entah dari mana. Tapi ia juga menggendong tas yang tak kalah besar dari milik Dann. Jim mengikuti langkah Canane ke tengah ruangan di mana Dann juga menunggu.

"Sudah siap?" tanya Dann dengan wajah menggelikan.

"Demi sepatu kuda Tuan Frank, aku seratus persen siap!" teriak Canane dengan suara yang sengaja diberat-beratkan.

Jim terlihat hendak membuka mulutnya, namun lantas tertutup ketika Dann sudah menyambar kesempatannya dengan berteriak, "Ayo berangkat!" Kemudian keluar dengan langkah tegap.

Canane menjerit. "Aku cinta perasaan mendebarkan!" Lantas menarik lengan Jim, tampak tak menahan keterkejutan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro