Too Little Too Late
Haechan memasuki kawasan apartemen tempat ia tinggal.
Ia dengan usaha keras menggapai loby utama dengan tongkat jalannya.
🐻
Kamu mending kebawah
Sebelum aku jatoh
Soalnya pasti kamu nggak bisa angkat aku
Haechan merebahkan diri disalah satu sofa panjang di lorong loby.
Haechan memang menabung beberapa tahun ini, dan akhirnya berhasil membeli salah stu apartemen di kawasan elit.
Disaat yang lain membeli mobil, Haechan lebih memilih tempat tinggal.
Nggak papa mobil Lexus yang penting tempat tinggal dan uang mantap dan jalan terus.
Haechan dapat melihat sesosok perempuan yang ia nantikan kehadirannya.
Bianka berlari kecil kearah Haechan.
Gadis itu bahkan tidak tanggung-tanggung. Ia memakai daster bercorak bunga.
Membuatnya seperti ibu-ibu rumah tangga di perumahan yang dulu sempat Haechan tinggali saat ia masih di Indonesia.
"Lho, kukira kamu bawa barang?"
Haechan menegakkan badannya, "aku bawa diriku aja," ujar Haechan dengan cengiran khas.
Bianka mengerling. "Yaudah ayo," Bianka mengulurkan tangannya, Haechan menyambut uluran tangan sahabatnya itu dan kini ia sudah merangkul Bianka yang jauh lebih pendek dari Haechan sedangkan tangannya yang satu lagi memegang tongkat jalan.
Kedua manusia itu memasuki lift.
Suasana masih hening, Haechan dapat melihat pantulan dirinya dan Bianka pada pintu lift.
Haechan tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya yang tengah merangkul Bianka kearah pipi gadis itu dan menoel noel pipi Bianka.
"Nah gini dong, tambah dikit pipinya," Haechan mencubit-cubit pipi Bianka yang kini memang agak gemukan.
"Ih!" Bianka menepis tangan Haechan, "tanganmu kotor nanti aku jerawatan gimana!?"
Haechan mengikuti omongan Bianka tanpa suara, mengejek gadis itu dengan wajah komuknya.
"Jelek," ejek Bianka.
"Jelek tapi banyak yang suka," ejek Haechan.
"Halah, sok banget,"
Haechan memencet kedua pipi Bianka dengan tangannya membuat Bianka sekarang terlihat seperti ikan di depan pintu lift yang memantulkan bayangan kedua insan itu.
"Kalau kamu, suka nggak sama aku?"
•••
Bianka menaruh soto yang baru ia masak kedalam salah satu mangkuk besar dan membawanya ke ruang makan, menaruhnya diatas meja dan menaburnya sedikit bawang goreng.
"Heh!"
Haechan meringis kesakitan saat Bianka memukulnya akibat ia hendak mengambil perkedel yang Bianka buat dengan tangannya.
"Cuci tangan dulu. Jorok ih,"
Haechan mendelik kesal dan berjalan kearah kitchen sink untuk mencuci tangan.
Haechan lalu duduk dikursi meja makan dan tanpa ragu mengambil nasi dan juga soto yang sudah lama ia kangeni itu.
"Wah,"
Bianka terkekeh melihat Haechan yang terlihat puas dengan soto bikinannya.
"Ini lebih enak dari makanan yang dibuat Jaemin," Haechan tersenyum dan kembali makan.
Bianka menopang pipinya dan memandang Haechan.
Ia terlihat.. Tidak lebih baik.
Kantung mata, kulit kering.
Seperti zombie bedanya Haechan terlihat tetap tampan.
"Iya tahu aku ganteng," Haechan menyeruput kuah soto nya.
"Apasih, " Bianka langsung memutar bola matanya.
"Kamu berapa lama pake alat itu?"
"6 bulan, baru boleh nari lagi 8 bulan,"
Bianka menghela napas perlahan, Haechan telah menyelesaikan makanannya.
"Project NCT Dream akhirnya jadi, tapi aku tidak ikut, aku akan ikut di projek selanjutnya," Haechan mulai merapihkan piringnya namun Bianka dengan cepat mengambil semua piring.
"Duduk, aku yang cuci,"
Haechan mengangguk.
Pria muda itu memandang Bianka yang kini tengah mencuci piring.
Gadis itu memakai daster bercorak bunga, dari belakang ia terlihat sangat mungil, dan sedikit lebih berisi mungkin ia mendengarkan protesnya Haechan kemarin.
Haechan perlahan beranjak dari kursi, ia lalu berjalan perlahan kearah Bianka.
Haechan tanpa aba-aba menaruh ujung dagunya diatas kepala Bianka yang jauh lebih kecil darinya.
Bianka terkaget, "Haechan!"
Haechan terkekeh, ia bahkan sekarang menyenderkan pipinya diatas kepala Bianka, pria muda itu agak ragu, namun perlahan Haechan mengalungkan lengannya di pundak Bianka. Membawanya kedalam pelukan hangat.
Badan Bianka menegang, ia tertegun.
Bianka menatap kedepan, kearah kaca yang menjadi dinding untuk kitchen set ini.
Haechan tengah memeluknya dari belakang, matanya tertutup rapat.
Wangi parfum yang Haechan pakai menguar.
Bianka terdiam.
"Bentar aja, bentar aja, aku capek.." Bisik Haechan pelan.
Bianka perlahan tersenyum kecil, ia lalu meneruskan pekerjaan cuci piringnya dengan Haechan yang masih memeluknya dari belakang.
"
Aku terlambat nggak sih?" tanya Haechan sembari memandang kearah kaca didepannya, ia dapat jelas melihat wajah Bianka yang masih serius mencuci.
"Terlambat apa?"
"Kalau aku suka sama kamu?"
Bianka mendongakkan kepalanya, pandangannya dan Haechan bertemu.
"Maaf aku nggak bisa menjaga pertemanan ini.." bisik Haechan, membuat Bianka terkejut saat pria berkulit sawo matang itu mencium puncak kepalanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro