Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Get Her Back


"Ayolah Jen-"

Jeno memejamkan matanya, lalu membukanya kembali untuk melihat Jaemin didepannya berdiri dengan wajah khawatir.

"Minggir," ujar Jeno singkat, padat, jelas. Membuat Jaemin menghela napas dengan berat.

"Jen, kamu tau kan kalau ini bukan solusi?" Renjun mendekati Jeno. Jeno menyisir rambut coklat gelapnya itu menggunakan jari-jemarinya, sesaat kemudian ia mengambil ponsel dari saku celananya dan mulai menelpon seseorang.

"Bang, kamu mau telpon siapa?" tanya Jisung khawatir.

"Mark," Jeno masih setia berdiri didepan pintu kamar karena Jaemin yang daritadi menghalangi dirinya untuk tidak keluar dari dorm, pria itu masih tidak berkutik. Jaemin takut Jeno akan melakukan hal diluar akal akibat berita yang kini jadi trend nomor satu di naver.

"Halo Jeno-"

"Dimana Donghyuck?" tanya Jeno tanpa basa-basi, membuat Mark yang berada di seberang telpon melirik kearah Taeyong yang kini tengah menscroll ipad miliknya membaca satu persatu artikel yang keluar.

"Haechan tengah bertemu dengan manager," jawab Mark.

"Okay," Jeno mematikan ponselnya lalu menatap Jaemin. "Minggir?" ujar Jeno, Jaemin mengusap wajahnya dengan helaan napas berat. "Jeno-"

"Minggir?" kali ini suara Jeno tidak main-main.

"Lee Jeno dengerin kami," Renjun berdiri disamping Jaemin.

"Dengar apa?" tanya Jeno, kali ini napasnya mulai memburu, berkejaran dengan bahunya yang naik turun, matanya memanas menahan tangis. Tangannya terkepal membuat otot-otot dilengan kekarnya menegang.

"Dengar kalau mereka sekarang mungkin aja lagi nyari tempat kak Bianka tinggal? Atau dengar berita kak Bianka jadi topik nomer satu di naver?" napas Jeno memburu, kali ini air mata itu lolos.

"Aku udah mengalah, kapan lagi aku harus mengalah?" suara Jeno mengecil diakhir kalimat. "Kalau memang Donghyuck nggak bisa menjaga kak Bianka, biarin aku yang jaga?"

****

Bianka memandang Arkan dan Lisa dengan tatapan kosong. "Jadi ini?"

Lisa mengeratkan genggamannya pada cangkir kuning berisikan teh yang barusan ia seduh saat mengunjungi apartemen Bianka. "Bi, nggak gitu, gue sama Arkan cuman takut–"

"Haechan pasti lebih takut–"

"Lo masih mikirin itu disaat lo yang dalam bahaya saat ini Bi?" Arkan beranjak dari tempat duduknya.

"Kan, Haechan itu publik figur–"

"TERUS KENAPA LO PACARAN SAMA DIA?!" Arkan membentak Bianka, membuat Bianka tersentak kaget.

"Terus kenapa lo mengorbankan banyak waktu buat dia? Kenapa lo kasih perhatian ke dia? Kenapa lo MAU menjalin hubungan sama dia? Kalo pada akhirnya lo tahu ini semua akan berakhir dengan kata sudah?"

Bianka merasakan dirinya tertohok dengan kalimat Arkan. Sedangkan pria itu kini berdiri didepannya dengan tatapan kecewa.

"Arkan kalau ini masalah gue yang nggak bisa nerima lo–"

"Bukan itu Bi, bukan itu! Ini masalah keselamatan lo!" Arkan menunjuk Bianka. Lisa terdiam di pantry enggan mengganggu dua orang yang kini saling menatap didepan tivi yang menyala.

Arkan mendesah, ia menyisir rambut coklat gelapnya dengan jari-jemarinya. "Maaf.. Maaf.." pria itu meminta maaf karena sudah membentak Bianka.

"Aku harus ketemu Haechan,"

Arkan memejamkan matanya dan menarik lengan Bianka, memutar badannya hingga gadis itu menghadap dirinya. "Lo bego ya?"

Bianka terisak.

"Dia sekarang disana, berusaha agar lo nggak kena masalah, dan lo dengan gegabahnya balik ke Korea?" Arkan memandang Bianka dengan kesal.

"Demi Tuhan Bi, gue mungkin nggak suka sama Haechan Haechan itu, tapi gue paham situasi yang ada disana sekarang," Arkan kembali membuka suara, Lisa memandang kedua orang sahabatnya dari meja pantry.

"Lo bahkan tau kan kemarin Haechan sama Jeno berantem hebat? Demi Tuhan Bi diam disini, sebelum semuanya reda DIAM disini,"

Bianka kembali terisak dengan hebat. Arkan perlahan menarik bianka kedalam pelukannya.

"I'm sorry i have to do what i had to do..."

****

Taeil mengerutkan dahinya saat melihat Jeno yang memasuki studio dimana ia dan Taeyong serta Mark berada.

"Jeno -"

Jeno menghembuskan napasnya, ia membuka maskernya, menyisakan dirinya yang kini memakai topi hitam dan jaket nike miliknya.

"Dimana Haechan?"

Mark memejamkan matanya, "Jeno ayolah-"

"Mark," Jeno menatap Mark dengan tajam, "kak Bianka diteror, ini bukan main-main lagi,"

Mark mengangguk mengiyakan, "iya kami tahu, sekarang duduk dan kita tunggu Donghyuck, dia sedang bertemu dengan manager," Mark menggeser tas jansport miliknya agar Jeno dapat duduk di sofa studio.

Jeno mengambil duduk lalu mengusap wajahnya gusar sedangkan Taeyong dengan hati-hati memeperhatikan Jeno. 

"Minum dulu," Taeil datang dengan segelas air hangat.

"Jeno-"

"Ya?" Jeno mengangkat wajahnya.

"Maaf tapi aku tidak tahu kau dekat dengan Bianka.." Taeyong memandang Jeno, "kau terlihat sangat khawatir," ujar leader tersebut. Jeno tertawa kecil, "ya, aku sangat khawatir," ujarnya.

"Jeno, Donghyuck sudah selesai bertemu dengan manajer, dia sedang menuju kesini," Mark memandang Jeno, "mohon jangan melakukan hal diluar akal,"

Jeno mengedikkan bahunya, "tergantung,"

Mark mengusap wajahnya gusar, Taeyong menaruh iPad miliknya diatas meja dan menggeser kursi studio yang ia duduki menuju Jeno. "Jeno, aku percaya sama kamu,"

Jeno memandang Taeyong, ia menghembuskan napasnya dengan berat, "kau bisa percaya sama aku," ujar Jeno.

Pintu berderit terbuka, menampakkan sosok Haechan yang terlihat tidak baik. Mata pria itu melebar saat melihat Jeno tengah duduk sembari memegang gelas kertas berisikan air hangat.

Haechan masih terdiam di depan pintu yang telah tertutup. Jeno beranjak dan berjalan menuju Haechan, "ayo bicara."

****

"Maaf untuk yang semalam.." Jeno menyenderkan punggungnya pada dinding lorong studio.

"Nggak masalah.." Haechan memasukkan kedua tangannya kedalam kantung celana. Jeno memandang Haechan, "apa yang manager katakan?" tanya Jeno.

"TIdak banyak, semuanya sudah di handle, hanya saja, kita nggak bisa antisipasi antis, mereka terlalu cepat bergerak, aku kewalahan," Haechan menatap sepatunya dengan gusar.

"Apa mereka bakalan nemuin kak Bianka di Jakarta?" tanya Jeno, Haechan menggeleng, "aku nggak yakin, tapi bisa jadi.."

Haechan terlihat benar-benar gusar, ia bahkan mulai menggigiti kuku tangannya.

"Jangan lakukan itu," Jeno mengambil tangan Haechan dan menggenggamnya. "Berhenti lakukan itu," ujar pria dengan wajah tampan itu.

"Sejujurnya aku takut," Haechan menggeleng, "aku payah,"

Jeno menggeleng, "nggak, kamu nggak payah," Jeno menjetikkan jarinya. "Lihat aku,"

Haechan masih menatap gusar sepatunya.

"Haechan lihat aku," Jeno menjentikkan kembali tangannya membuat Haechan akhirnya mendongak.

"Kapan kak Bianka libur?" tanya Jeno, Haechan terliaht berpikir. "Dia minggu ini ujian, mungkin minggu depan?"

"Hari ini hari sabtu, berarti harusnya minggu ini bisa," Jeno mengeluarkan ponselnya.

****

Manager memandang Haechan dalam diam.

"Kamu bawa dia kesini, tapi dengan satu syarat,"

Haechan menegakkan badannya.

"Temui aku di lantai 5, kita bicara. Aku, Kamu, dan Bianka,"

Haechan mendadak lemas,



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro