Caught
👑
Kak, itu apa?
14 .50
Kak? Kakak diancam?
15.01
Kak jawab Jeno
15.03
Missed Call from 👑
15.05
Missed call from 👑
15.07
Missed Call from 👑
15.09
Kak, angkat telfon Jeno
15.10
Bianka memandang gusar ponselnya yang daritadi bergetar tak keruan. Ini semua akibat kebodohan dirinya sendiri. Ia salah mengirim pesan. Seharusnya Bianka mengirim pesan ke grup yang berisikan hanya dirinya untuk ia simpan, ia malah mengirimnya ke Jeno yang ternyata tadi pagi sempat mengirim sebuah pesan kepada dirinya agar terus menjaga kesehatan.
👑
Kak, tolong angkat, Jeno khawatir
15.15
Bianka memejamkan matanya, mengambil seluruh keberanian dirinya dan konsekuensi yang akan ia terima akibat kecerobohan dirinya sendiri.
"Halo?" Bianka membuka suara.
Tidak ada suara.
Namun akhirnya terdengar helaan napas Jeno. "Kak? Sejak kapan?"
Bianka mengurut pelipisnya, ia tersenyum kecil walaupun ia tahu Jeno tidak akan dapat melihatnya. "Belum lama ini," jawab perempuan itu.
"Terus kakak nyembunyiin ini?" Jeno bertanya dengan nada bergetar. Pria itu kini tengah terduduk dipinggir ranjang miliknya, memandang kearah ranjang milik Haechan yang kosong karena sang pemilik sedang ada aktivitas dengan unit 127. Pria itu mengusap wajahnya gusar. Sudah dua jam ini pikirannya semrawut saat mendapat foto-foto berisikan pesan-pesan yang didapat Bianka.
Bianka merasakan perasaan yang hancur berkeping setelah mendengar suara Jeno yang kini bergetar.
"Nggak Jen,"
"Kakak bohong?"
"Jen, nggak gitu..." Bianka kini mulai runtuh pertahanannya, suaranya kini bergetar. "Aku nggak bermaksud begitu," cicitnya dari seberang telfon.
"Kakak tahu kan aku khawatir?" bisik Jeno. Bianka akhirnya terisak, ia mengangguk, "iya, iya aku tahu..."
"Tapi kenapa kakak kayak gini?"
"Jeno–"
"Haechan tahu ini?"
Bianka tercekat, "Jeno, Donghyuck nggak tahu ini, tolong jangan kasih tahu dia..." Bianka merasa kini ia tidak bisa bertindak apa-apa kecuali menyembunyikan semua hal ini dari Haechan.
"Kak, kamu nggak percaya Haechan?"
Seakan petir menyambar dirinya, kalimat Jeno menohok tepat di dada kiri Bianka. Membuat oksigen seakan menipis sekeliling perempuan itu, membuatnya kini sulit bernapas.
"Aku nggak mau bikin dia khawatir.." lirih gadis itu dengan suara kecil.
Jeno terdiam.
"Haechan sudah cukup sibuk, akhir-akhir ini keadaannya juga kurang baik, dia butuh support lebih, aku disini untuk support dia, aku nggak papa Jeno," Bianka berusaha meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Baiklah," Jeno menghela napas, "tapi darimana mereka tahu nomor kakak?" tanya Jeno kembali.
"Entahlah..." pundak Bianka merosot.
•••
Haechan sudah berkali-kali menghubungi Bianka namun tertolak panggilannya.
"Donghyuck, waktunya makan," kepala Mark muncul dari dalam kamar.
Haechan mengangguk, ia berjalan keluar, dilihatnya Yuta dan Taeyong sudah duduk di kursi meja makan. Haechan mendudukan dirinya di salah satu kursi, tepat disebelah Mark.
"Haechan, bagaimana dengan tadi pagi?" tanya Taeyong sedikit berhati-hati. Haechan mengaduk kopi susunya.
"Mereka tidak akan mengungkap beritanya, karena Bianka bukan berasal dari kalangan Selebriti," Haechan meminum kopinya, meneguknya hingga setengah.
"Gila? Kau akan sakit perut kalau gini caranya," Mark mengambil kopi milik Haechan.
"Tapi agensi tetap meminta aku untuk jadi MC, bersama dengan Yuna,"
"Yuna? Yuna Itzy?"
Haechan mengangguk.
Yuta memandang Haechan gusar. "Haechan kau menyembunyikan sesuatu?"
Haechan menghentikan kunyahan kimchinya, "tidak?"
Mark menyomot ikan teri miliknya. "Seperti diminta untuk macarin salah satu idol gitu?"
Haechan menatap Mark aneh, sebelah alisnya terangkat. "Huh? Ya nggaklah?"
"Bohong? Kemarin Jaehyun sempat ditawari, kalau saja dia nggak langsung putus sama pacarnya?"
Haechan memandang kedua kakaknya itu dengan aneh. "Hey, kalian pikir SM akan segitu pedulinya denganku?"
Mark memandang Haechan dengan tatapan khawatir. "Kau nggak tahu Haechan, kau nggak ngerti,"
Haechan mengedikkan bahunya dan melanjutkan makannya, Taeyong memandang Haechan dalam diam. Diam-diam pria bermarga Lee itu menghela napas sebelum memakan sup ayam ginseng miliknya.
•••
Haechan memasuki dorm nct dream dan mendudukan dirinya di sofa yang ada di ruang tengah.
"Ini jam 1, mau apa kesini?" Jeno tiba-tiba muncul dari kamar miliknya dan Haechan.
"Entahlah, perasaanku tidak enak," Haechan membuka masker miliknya.
"Oh, Chenle disini juga?" Haechan melihat Chenle yang tengkurap tertidur di kasur lipat ruang tengah dengan tivi menyala menampilkan salah satu game terbaru yang ia mainkan dari PS miliknya. Sedangkan Jisung tertidur pulas disampingnya.
"Ya, dia bosan dirumah, katanya itu membuatnya bisa-bisa gila, kenapa kau datang kesini?" tanya Renjun yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Mereka tahu,"
Pandangan mata Jeno langsung melesat kearah Haechan. Ia menghentikan acara membuka minuman energi miliknya. "Mereka apa?"
"Wartawan, mereka tahu,"
Renjun mematikan hairdyer yang sedang ia pakai.
"Serius?"
Haechan mengangguk.
Jeno dengan cepat berjalan kearah Haechan dan menarik kerahnya.
"Hei Jeno, nggak begini–"
"Diam," Jeno memandang Jaemin yang baru saja keluar kamar dan berusaha untuk melerai, membuat Jaemin mundur beberapa langkah, Chenle dan Jisung yang terbangun karena langkah berat Jeno yang tertapak pada lantai kayu, kedua pria muda itu perlahan bergerak kearah meja pantry.
Jeno kembali memandang Haechan dengan tajam, "kau gila?"
"Kau yang gila? Kenapa seperti ini? Kupikir aku bisa mempercayai kalian?"
Jeno mengeratkan pegangannya pada kerah jaket jeans milik Haechan. "Kenapa gegabah banget sih?! Apa kau nggak pernah mikir kalau ini bisa aja terjadi? HAH?!"
"Lee Jeno!" Renjun berusaha melerai namun Jeno enggan melepas cekalannya pada kerah jaket milik Haechan.
"Brengsek, seharusnya dari dulu nggak aku biarin Bianka sama kamu, Hyuck," Jeno menghempaskan tubuh Haechan membuat Haechan meringis menabrak sofa.
"Kenapa? Karena kau suka Bianka juga?" Tanya Haechan dengan suara rendah yang baru kali ini ia keluarkan.
Renjun berusaha menenangkan Haechan, sedangakan Jisung dan Chenle berdiam duduk di meja pantry.
"Ya, aku menyukai Bianka,"
Haechan dengan cepat beranjak dan kini ialah yang menarik kerah Jeno.
"Jeno, kau tau aku nggak suka bercanda di tengah keseriusan kan?" Haechan memandang Jeno, kali ini matanya menyiratkan suatu kekecewaan. Pegangannya pada kerah baju Jeno merenggang seiring ia memandang Jeno dengan kecewa.
"Kau bercanda kan?"
Jeno melepas cengkraman Haechan dan berjalan menuju kamarnya, ia keluar dengan berlembar kertas.
"Jeno, jangan begini.." Jaemin berusaha menghentikan Jeno namun entah setan apa yang merasuki Jeno membuatnya kini terlihat bukan seperti dirinya. Jeno menganbil seluruh keberanian sebelum akhirnya memandang Haechan dengan tajam.
"Buat apa Hyuck, buat apa berkomitmen untuk menjaga Bianka? KAU ITU SIAPANYA BIANKA SIH? KALAU BEGINI SAJA KAU NGGAK TAHU?!" Jeno melempar seluruh foto berisikan screenshoot chat dan email yang berisikan ancaman hingga ancaman mati yang diarahkan kepada Bianka.
Haechan memandang seluruh kertas itu dengan napas tercekat. Ia terdiam memandang seluruh kertas itu. Badannya menegang saat menyadari kalau isi dari kertas-kertas itu adalah ancaman-ancaman yang diberikan kepada Bianka.
"Kau bahkan tidak bisa menjaga dia dengan baik," desis Jeno singkat, padat dan jelas sebelum akhirnya pria itu mengambil jaket hitam miliknya dan juga helm hitamnya.
Sebelum Jeno berjalan kearah pintu ia berhenti tepat didepan Haechan melirik Haechan dengan tajam. "Pergi, aku nggak mau lihat kau disini, dan nggak, aku nggak bercanda," ujar Jeno.
Saat itu yang Haechan tau indra pendengarannya mendengar pintu dorm terbanting keras.
Seketika pandangannya sudah kabur dan otaknya tidak dapat berpikir jernih.
•••
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro