Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4 - Sendirian Di Kegelapan

+┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ°

Sean tidak benar-benar pergi meninggalkan Krisna sendirian, laki-laki yang jiwanya telah menghitam dan sepenuhnya telah menjadi milik Clown itu tetap tinggal untuk mengawasi Krisna dari kejauhan.

Sean mengubah dirinya menjadi seekor burung hantu dan bertengger di sebuah pohon yew raksasa yang terletak tak jauh dari pohon yang Krisna gunakan untuk tidur, posisi tidur laki-laki dengan tinggi 190 cm itu adalah menaiki ranting kuat, tangan kanannya ia jadikan bantalan dipohon sementara kaki kirinya bergelantungan, kaki kanannya ia tekuk untuk menahan bobot tubuhnya, sementara tangan kirinya ia letakkan di atas perut sembari menggenggam erat foto Cherry yang tengah tersenyum lebar bersama dirinya.

Sean memutar kepalanya 180° derajat kala mendengar beberapa langkah kaki melintasi hutan gundul tersebut, mereka tertawa-tawa sambil menenteng hewan buruan yang makhluk-makhluk itu makan hidup-hidup.

Ekor mata Sean melirik Krisna, di mana efek dari daging Komodo yang tadi dibakarnya itu sudah mulai bereaksi, tubuhnya berubah menjadi seekor Komodo yang tadi dimakanya.

Makhluk-makhluk buruk rupa yang tadi dilihat Sean kini tengah berjalan melewati Krisna tepat di bawahnya, mereka tak menyadari kehadiran manusia karena mereka hanyalah makhluk rendahan dengan kekuatan alakadarnya.

Ocean Clowns memiliki hari yang begitu panjang, jika di bumi satu hari memiliki waktu 24 jam, maka sehari di Ocean Clowns sama halnya dengan 11 bulan di bumi, dan Krisna akan tertidur selama kurang lebih 5 bulan, dan selama itu pula Sean akan terus mengawasi Krisna.

Karena hanya laki-laki itu lah satu-satunya harapan Sean untuk menyingkirkan Cherry dari dunia ini.

Dunia yang diciptakan oleh makhluk yang dulu dikutuknya, dunia yang menjadikannya sosok seperti saat ini, dunia yang akhirnya membuka mata Sean bahwa dia telah menemukan apa yang selama ini dia cari-cari.

Clown Lucifer, salah satu dari keturunan Lucifer yang memiliki kekuatan luar biasa dari Yang Maha Esa. Makhluk yang membawa Sean datang ke Ocean Clowns, makhluk yang untuk pertama kalinya membuat Sean jatuh cinta dan tidak takut akan neraka.

Clown, makhluk terkutuk yang telah menghancurkan keluarga dan teman-teman sekolahnya; penderitaannya.

10 Agustus 20xx.

"Harry Kim terjual sebesar 1 juta won!" seruan pembawa acara noyenting SMP Universe mendapatkan kor kekecewaan dari para siswi yang kalah berlomba membeli pangeran sekolah kedua mereka.

Sementara itu, seorang siswa dengan penampilan berantakan lari terengah-engah menuju lapangan sekolah tempat diadakannya noyenting —kencan yang disuruh-suruh, uang yang dihasilkan akan disumbangkan ke yayasan—dengan raut gelisah.

Waktu seakan berhenti berputar bagi Sean Paul sementara orang-orang yang berada disekelilingnya berhamburan menghindari hujan yang tiba-tiba saja mengguyur, tetapi pemuda itu masih bergeming di tempatnya hingga malam tiba dan hujan pun telah berhenti satu jam lalu.

Lampu-lampu taman dinyalakan, kumpulan kelekatu menggerubungi cahaya yang menarik hati mereka. Sean sampai di depan pagar rumahnya yang berwarna merah bata setinggi satu meter dengan ukiran tajam di atasnya pukul 19.43 PM KST.

Ragu-ragu remaja itu membuka pintu pagar yang ternyata dikunci dari dalam, Sean berjinjit, memeriksa apakah ada yang keluar rumah dan bisa dimintai tolong. Dia seharusnya menelepon seseorang, tetapi Sean tidak memiliki nomor anggota keluarganya saat ini sendiri.

"Apakah ada yang bisa membukaanku pintu?" Sean berteriak memanggil, "aku terkunci di luar, pagarnya dikunci dari dalam!"

Namun, sekeras apa pun Sean berteriak, tetap tidak ada yang menyahut, padahal lampu-lampu rumah masih menyala, bayangan orang yang berlalu-lalang di dalam rumah terlihat jelas dari balik kaca jendela.

Hingga pagi menjelang, Sean yang tertidur di depan pagar rumahnya sendiri terbangun karena suara pintu pagar yang dibuka mengusiknya.

Dia berdiri terhuyung-huyung dengan air muka mengantuk, wajah ayah angkatnya yang masam lah yang pertama kali dilihatnya.

"Bersihkan dirimu dan kemasi barang-barangmu, supir akan mengantarkanmu pulang ke rumah kakak."

Dunia Sean seakan runtuh kala mendengar bahwa hari ini dia akan dipulangkan. Sean lupa bahwa orang tua angkatnya yang sebenarnya adalah saudara jauh dari ibu kandungnya yang mengadopsinya beberapa tahun silam untuk pancingan agar hamil, dan seminggu yang lalu anak yang mereka nanti-nantikan telah lahir, jenis kelaminnya perempuan, cantik sekali seperti mendiang adiknya.

Sean benci berada di rumah yang sama sekali tidak pernah menganggapnya ada, tetapi dia lebih membenci tinggal bersama orang tua kandungnya yang selalu memandang anaknya sendiri jijik.

Sean sudah harus pergi dari rumah dan tinggal bersama orang lain sejak usianya 9 tahun, karena uang muka yang orang tuanya dapatkan adalah 10 juta won, tetapi alasan yang sebenarnya adalah karena mereka ingin Sean angkat kaki dari rumah mereka.

"Huff, Sandara dan suaminya pasti buru-buru memulangkanmu karena takut anak mereka mati ditanganmu."

Sean yang tengah serius menggupas bawang merah mendongak mendengar celetukan ibunya yang berdiri dengan tangan bersedekap di depan pintu dapur.

"Haish! Menyebalkan sekali harus kembali tinggal serumah dengan pembunuh sepertimu. Cepatlah lulus sekolah dan pergilah dari rumahku!"

Setelah puas mencaci Sean, wanita itu pergi dengan menghentak-hentakkan kakinya.

Seperti yang wanita itu katakan, Sean begitu serius belajar agar dirinya cepat lulus dan keluar dari rumah bak neraka tersebut.

Tetapi berbeda dengan kedua orang tuanya yang cerdas hingga mendapatkan beasiswa, Sean begitu bodoh hingga beberapa kali tidak naik kelas di SMP sebanyak 2x, dan ketika SMA kelas 2 Sean kembali tidak naik kelas.

"Pembawa sial! Pembunuh! Bisanya menyusahkan saja! Kenapa kau tidak bunuh diri saja agar meringankan beban hidupku!"

Senna melempari Sean dengan apa pun yang bisa dilemparnya ketika putranya itu baru saja pulang sekolah.

"Seharusnya kau aku gugurkan saja waktu itu!"

Senna membanting pintu di depan wajah Sean langsung, pemuda yang hari ini berulang tahun yang ke-19 itu bahkan hanya menatap pintu dengan ekspresi datar.

Terkadang Sean berkhayal kalau orang tuanya mendapatkan kesulitan seperti dirampok atau apalah itu, lalu dengan gagah beraninya dia melawan para penjahat itu dan menyelamatkan keluarganya.

Lalu mereka yang terharu memaafkan semua dosanya dan mereka pun hidup bahagia layaknya keluarga utuh pada umumnya. Namun faktanya, alih-alih melawan perampok, Sean bahkan menjadi bahan bulan-bulanan di sekolah oleh para siswa lainnya.

Bukan sekali dua kali Sean pulang dalam keadaan babak belur, tetapi orang tuanya sendiri justru melabelinya anak badung.

"Masih belum sadar juga, ya, rupanya?"

Kerah leher Sean ditarik paksa, tinju melayang diwajahnya yang masih lebam-lebam tanpa berani menghindar.

"Kau ini sampah atau kotoran? Beraninya memanfaatkan para gadis untuk membelikanmu macam-macam? Kau bahkan memanfaatkan pacarku Jennie yang mengagumi ketampananmu? Cuih!"

Harry, teman sekolahnya di SMP, anak yang lebih muda darinya sebenarnya, bersama teman-teman gengnya menarik Sean pergi ke gang sempit dan menghajarnya.

"Ini peringatan terakhir, sekali lagi aku memergokimu memanfaatkan gadis-gadis, kita bikin cacat kau!"

Sean dilempar ke tembok, tubuhnya langsung ambruk tak berdaya dengan darah dihidung dan pelipisnya. Mereka melewati tubuh Sean yang terkapar sambil meludahi wajahnya.

"Sampah, menjijikkan!"

Hujan deras kembali mengguyur kota Seoul, sementara Sean belum juga beranjak dari gang sempit nan kumuh tersebut. Pemuda dengan wajah khas Eropa padahal dia tak memiliki darah campuran itu menangis tersedu meratapi nasib nelangsanya.

Apa yang Harry katakan benar, dia memanfaatkan para gadis yang mengagumi ketampanannya untuk mendapatkan apa yang dia mau, tetapi itu hanya sekadar mendapatkan makanan enak, baju murah yang layak, dan buku-buku bekas untuk belajar.

Karena di rumah Sean hanya mendapatkan nasi kering dan lauk sisa yang terkadang sudah basi, sementara baju-bajunya sudah tak layak pakai, kebanyakan lusuh dan kekecilan. Uang dari kerja sambilan di stasiun radio setiap akhir pekan, selalu dirampas oleh ayahnya untuk membeli Soju.

Hari itu Sean pulang setengah tujuh malam dengan hujan yang belum berhenti mengguyur, namun lagi-lagi Sean tak mendapatkan pintu masuk, dia dikunci di luar rumah sendirian padahal mereka tahu Sean sudah pulang. Jadi malam itu Sean tidur di dalam kandang anjingnya sementara anjing yang berjenis Doberman dewasa bernama Vivi itu dia keluarkan.

Ia kedinginan, menggigil, dan tubuhnya panas, kepalanya terasa pusing dengan sekujur tubuh remuk. Vivi terus menggonggonginya, awalnya Sean mengajak anjing itu untuk masuk karena kasihan di luar dingin, tetapi ketika Vivi tak kunjung diam dengan tega Sean mengeluarkan anjing itu lagi.

Hujan sudah reda sejak pukul 10, jadi Sean tak perlu terlalu merasa bersalah. Anjing Doberman itu sempat tenang sejenak sebelum akhirnya pada pukul 1 pagi anjing itu kembali ribut. Sean terbangun, dia tak lagi bisa melanjutkan tidurnya ketika tiba-tiba saja suara Vivi berhenti dan ada suara langkah kaki mengendap-endap.

Ketika dia mengintip, tubuh Vivi sudah terkapar kejang-kejang dengan kepalanya yang hampir putus. Sean membekap mulutnya sendiri, ada beberapa orang berpakaian serba hitam yang tengah berusaha menjebol pintu rumahnya, beberapa menit kemudian mereka berhasil masuk. Suara barang jatuh dan teriakan kedua orang tuanya menambah kengerian yang Sean rasakan.

Tubuh Sean seakan kaku, sudut hati kecilnya mengatakan bahwa dia harus menolongnya orang tuanya, minimal dia harus berlari keluar dan meminta pertolongan siapa pun, tetapi hatinya lebih condong untuk membiarkan semuanya terjadi begitu saja, dia tak perlu mengorbankan dirinya untuk orang yang tak pernah menyayanginya, 'kan?

Tetapi Sean tahu mereka bertindak seperti itu bukan tanpa sebab, itu semua ulahnya sendiri yang tak sengaja membunuh adik perempuannya yang masih balita dengan mencampur buburnya dengan lem dan sebotol bubuk cabai.

Sean ingat, waktu itu usianya sudah 8 tahun, dia diseret ibunya yang menangis histeris mengikuti ayahnya yang tengah menggendong sang adik ke rumah sakit. Balita berumur 2 tahun itu meninggal, awalnya duka itu berjalan seperti pada umumnya, orang tuanya memperlakukannya seperti biasa padahal mereka tengah menyiapkan pemakaman untuk Nala, anak bungsunya.

Jadi Sean pikir, kematian adiknya bukanlah masalah besar, orang tuanya tak akan memarahinya dan akan terus menyayanginya. Dengan hati gembira, Sean tertawa-tawa dan bermain seperti biasa, mobil-mobilan dan robot berserakan di mana-mana sementara orang-orang berpakaian hitam terus memandanginya dengan tatapan aneh.

"Bibi, ayo main robot denganku-"

Sean kecil belum sempat menyelesaikan kata-katanya ketika dengan kasar ayahnya menyeretnya dan melemparkannya ke dalam gudang dan menguncinya semalaman. Sejak saat itu, hidup Sean berubah seperti di neraka.

Tidak ada mainan, tidak ada liburan, tidak ada makanan kesukaan, tidak ada kasih sayang. Yang dia dapatkan hanyalah pukulan serta ketidakpedulian.

Ketika usianya 14 tahun, Sean akhirnya mengetahui bahwa setelah kematian sang adik kedua orang tuanya diam-diam pergi ke seorang peramal, dan peramal itu mengatakan bahwa Sean telah lama diincar oleh Iblis untuk dijadikan pendamping.

Sean tak tahu bagaimana wujud dan maksud dari Iblis yang mengincarnya tersebut, namun setiap kali menutup dan membuka mata, Sean selalu mengutuk Iblis itu, karena ulahnya, dia memiliki hidup seperti ini.

Perampok itu keluar dengan menggasak habis brangkas milik Senna dan Adam.

Sean masih diam t lak bergerak dengan membekap mulutnya ketika para perampok itu pergi meninggalkan rumah jarahannya, setelah dirasa perampok itu tak akan kembali lagi, dengan hati-hati Sean keluar dari rumah anjing tersebut. Dengan perlahan Sean melewati tubuh lemas berlumuran darah milik Vivi.

Sean lari ke dalam rumahnya menuju kamar kedua orang tuanya, ia hampir mual kala menemukan keduanya telah mati berlumuran darah tergeletak di lantai. Sean pergi ke ruang tamu di mana telepon rumah terpasang, namun kabelnya sudah diputus, dia memeriksa ponsel orang tuanya yang ternyata ikut digasak pelaku, Sean mengeram ketika menyadari ponsel miliknya pemberian Jennie diinjak sampai retak oleh Harry.

Jadi dengan tangan gemetaran, Sean berlari ke luar rumah menuju kantor polisi terdekat. Jalanan komplek rumahnya pada pukul 3 dini hari begitu sepi, embun-embun menetes di atas daun-daun yang baru saja terkena hujan dengan kabut tipis.

Tengkuk Sean meremang kala dia melewati tiang listrik, ekor matanya seperti melihat bayangan seseorang yang seperti tengah memperhatikannya, namun ketika dia berbalik untuk memastikan, tidak ada siapa pun di sana.

═════ ◈ ═════

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro