Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 - Sangkar Dendam

+┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ°

Gadis itu selalu melewati malam tahun baru dan natal bersama keluarganya, pun dengan kali ini. Bedanya sekarang dia akan mengajak seseorang yang berarti dalam hidupnya untuk bergabung bersama keluarga besarnya, untuk itu lah dia pulang.

Tak ada yang lebih membahagiakan melihat lampu rumah kekasihmu yang biasanya gelap kini menyala terang, disamping rumahmu yang jauh lebih terang dengan banyaknya hiasan natal di sana sini.

"Berikan ini pada Bibi Kire dan Krisna," ucap Jisoo, ayah Cherry, sambil menyerahkan piring besar berisikan kue-kue beras.

Cherry menerima dengan tangan kanannya.

"Aku pergi dulu." Mantelnya berwarna pink dengan bulu-bulu dikerah dan pergelangan tangan.

Pintu rumahnya tertutup, Cherry melongok melihat rumah Krisna, dengan senyum manis hampir-hampir membakar kulit seputih saljunya, dia melangkahkan kaki, mengendap-endap ditengah kegelapan, gadis itu akan membuat kejutan untuk prianya. Sangat jarang baginya berkunjung kekediaman Krisna, tetapi sebaliknya, Krisna begitu sering mengunjunginya.

Baru-baru ini Cherry tahu, bahwa diam-diam Krisna lah yang merawat tanamannya yang hampir mati itu selama ini, sampai sekarang dan dia melakukannya tanpa imbalan, Jisoo tahu dan dia memberikan izin padanya.

Dalam hati gadis itu meminta maaf pada Tuhan karena masuk ke rumah orang lain seperti pencuri, lampu di ruang depan menyala redup dan dengan segera Cherry mematikannya, kedua kakinya melangkah menaiki tangga, menuju kamar Krisna.

Dia belum pernah pergi sebelumnya, tetapi jendela kamar mereka saling berhadapan dan kadang keduanya sering mengobrol lewat sana, jadi pasti kamar Krisna berada di lantai atas.

Cherry meletakkan kue beras yang di bawanya ke atas meja makan, dia celingukan mencari Kire, takut disangka yang tidak-tidak oleh calon mertua, tetapi rumah itu bagai tanpa penghuni. Mungkinkah Bibi itu tengah pergi ke luar?

Cherry mengedikan bahunya acuh tak acuh. Dia membuka pintu kamar yang dia kira adalah kamar Krisna, tetapi ruangan itu sangat gelap, aroma-aroma aneh nan asing menyeruak indera penciumannya, rasanya tak nyaman, ingin sekali dia mual, tetapi dengan nekat, Cherry tetap melangkah maju semakin dalam, entah bagaimana adrenalinnya terpacu kencang disaat seperti ini.

Kakinya tersandung sebuah rantai, tubuhnya hampir limbung, tetapi kedua tangannya berhasil berpegangan pada pinggir ranjang.

"Duh, kakiku sepertinya terkilir?"

Di luar sana, badai salju semakin lebat, ranting pohon mengetuk-ngetuk jendela kamar Krisna, mengeluarkan bunyi nyaring tuk, tuk, tuk, tuk, tuk berulang kali seperti sebuah melodi.

Cherry mengintip sedikit, dilihatnya Kire yang buru-buru pulang ke rumah akibat badai, setelan mantelnya begitu tebal sementara kedua tangannya memegang bungkusan plastik besar.

Cherry menoleh ke arah pintu, dia tak berani menyalakan lampu meski tahu bahwa Krisna nya tak ada di ruangan ini. Dia menelan salivanya susah payah, rasanya jadi sangat jauh dari pintu.

Maka dari itu dia buru-buru keluar, kejutan atau apalah itu, dia akan membatalkannya, orang tua dan kakaknya pasti sudah menunggu mereka sejak tadi.

Cherry menuruni anak tangga perlahan, dia dapat melihat pintu depan yang terbuka perlahan di tengah badai salju.

"Ah, itu pasti Bibi Kire."

Gadis itu akan menghampiri sebelum sepasang telinga caplangnya menghentikannya, dia seperti sayup-sayup mendengar suara seseorang menangis di tengah keheningan, merintih kesakitan.

"Krisna?"

Cherry begitu hafal suara kekasihnya.

Suara tik, tik, tik jam dinding menambah hawa berat di sekitar Cherry, ditambah suara tangisan lirih menyayat hati yang kian lama begitu jelas. Jujur dia cemas, apa yang sebenarnya terjadi sekarang di sini?

Kamar itu hanya beberapa pintu dari kamar sebelumnya, semua ruangan tanpa penerangan, Cherry berhenti tepat di depan pintu yang terukir naga.

Dia menoleh ke sampingnya yang terdapat gorden bunga-bunga, kemudian pandangannya membawanya ke bawah, tepat pada gundukan besar tempat sumber suara tangisan itu berasal.

Dengan hati-hati, tangannya mendorongnya untuk menyingkap tirai tersebut, ketika itu terjadi, rasanya jantungnya berhenti berdetak, pun dengan napas dan akal sehatnya.

Di bawah sana, Krisna tengah berjongkok, memeluk lututnya ketakutan, air mata mengenang seluruh wajahnya hingga bengkak.

"Krisna?"

Cherry membekap mulutnya tak percaya, dia lantas berjongkok, menyentuh pelan pundak sang kekasih.

"Apa yang terjadi?"

Tanpa penerangan yang memadai, namun Cherry sudah cukup jelas melihat lebam-lebam diseluruh wajah Krisna, bibir pemuda itu bahkan mengeluarkan darah.

Ketika dia mengusap surai hitam legam Krisna, dia dapat merasakan benjolan di sana, gadis itu semakin terkejut kala dia menarik tangannya dan mendapati sebagian besar rambut lebat Krisna berjatuhan ditelapak tangannya.

Krisna mengusap air mata dan ingusnya kasar.

"Cherry, a-apa yang kau lakukan di sini?" Dia tergagap.

"A-aku ingin mengundangmu pergi merayakan natal bersama keluargaku—hey, Krisna ada apa?"

Cherry kebingungan kala tiba-tiba Krisna berdiri dan langsung menariknya.

"Mungkin kita tidak akan memiliki banyak waktu lagi setelah ini," ujar Krisna, "ayo, kamu harus cepat pergi dari sini."

Mulut Cherry membisu, dia tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada sang kekasih, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah mengikuti apa yang Krisna perintahkan. Tidak ada yang lain.

"Aku tadi membawakan mu dan Bibi kue beras, aku taruh di ...." ucapan Cherry terputus ketika kepalanya tiba-tiba saja merasakan sebuah benda dingin nan tajam menembus tengkoraknya.

Dunia berubah buram, telinganya berdengung nyaring, jantungnya berdetak lebih cepat sebelum akhirnya berhenti total. Tubuhnya jatuh menghantam keramik dengan posisi tengkurap, untuk beberapa detik otaknya masih dibiarkan berfungsi, namun yang dapat dilihatnya hanya bayangan-bayangan buram masa lalunya yang diputar ulang.

Kedua tangan Krisna berkeringat dingin, dia bersimpuh memeluk erat sang kekasih yang telah lemas tak bernyawa, tanpa suara, laki-laki itu kembali menangis. Tak perlu susah payah menengok siapa pelakunya, sepasang kaki yang tengah berdiri di depannya itu sudah menjelaskan semuanya.

Krisna mengeratkan genggamannya pada telapak tangan Cherry yang lemas.

"Bukankah sudah aku katakan untuk tak melibatkan dia dalam hubungan kita?" lirih Krisna, "mengapa kau malah melanggar janji itu?"

Kire tak menjawab pertanyaan anaknya.

"Kalau sudah begini, bukankah akan lebih mudah bagi polisi untuk mengungkap semua kejahatan kita?"

Krisna mendongak, menatap wajah ayu sang ibu yang kini tengah memakan kue beras pemberian Cherry dengan santainya.

"Apa kau ingin balik membunuhku?" tanya Kire.

"Tidak," jawab Krisna, "mana mungkin aku akan melakukan itu pada wanita yang telah melahirkan dan merawatku susah payah?"

Selama beberapa saat, hanya ada keheningan dalam ruangan itu, badai masih terus mengamuk sementara mereka belum ada yang beranjak dari tempat itu.

Darah Cherry merembas, mengenangi lantai. Bel pintu berbunyi beberapa kali, Kire pergi untuk memeriksa tamu, itu adalah Jisoo yang mencari keberadaan sang putri.

Kire kembali ke tempat semula, tetapi sudah tak didapatinya sang putra di tempat itu. Pukul 00.00 sudah lewat beberapa menit lalu ketika wanita itu memperhatikan lantai yang semula kotor oleh darah kini sudah bersih dan wangi.

Dia tersenyum penuh kemenangan, putra semata wayang yang begitu dicintainya kini sudah sepenuhnya berhasil dikendalikannya.

"Di mana kamu menguburnya?" tanya Kire ketika dia tak sengaja melihat Krisna.

"Aku tak berniat menguburnya," jawab Krisna.

"Maksudmu?" tanya Kire tak mengerti. Tetapi Krisna tak menjawab dan hanya melewatinya begitu saja.

Malam semakin larut ketika Krisna pergi mengendap-endap masuk ke dalam kamar Kire dengan sebilah pisau berkarat yang dia sembunyikan dibelakang punggung, di tengah keremangan itu, mata tajamnya menatap Kire yang tengah terlelap di atas kasur. Badai masih berlangsung entah hingga kapan, tetapi malam ini dia ingin bebas.

Bayangan itu terlihat jelas kala Krisna hendak menghunuskan ujung pisau tersebut tepat didada Kire, menusuknya dan mati malam ini, namun celaka, jari-jari lentik itu dengan cekatan mencegah pergelangan tangannya sebelum berhasil menusuk, sepasang bulu mata lentik itu bergerak-gerak, kedua matanya terbuka lebar.

Keringat dingin berjatuhan dari pelipis Krisna, apakah malam ini bukan waktunya?

"Kamu ingin membunuh Mama, Krisna Sayang?" Kire bertanya, suaranya serak dan dalam. "Jujur pada Mama."

"Ya!"

Dengan nekat, Krisna kembali berusaha menusuk dada sang ibu, tetapi Kire berhasil mencegahnya, namun pisau itu tetap berhasil menggores lengannya.

Krisna terpental jatuh, Kire mengerang kesakitan di atas ranjangnya, dia kembali ingin menghunuskan pisau tersebut yang langsung ditangkis oleh Kire.

"Dasar anak durhaka!"

"Aku bukan anakmu!"

Krisna melompat menindih Kire, berusaha mencekiknya. Kire memberontak, tidak, tidak, tidak, ini bukan anaknya! Ini bukan Krisna yang dia besarkan! Ini bukan Krisna! Anaknya telah dirasuki setan!

"Aku tidak pernah menjadi anakmu!"

Setelah beberapa saat, tubuh Kire mulai kejang dan perlahan-lahan tubuh itu mulai melemas, dia tak lagi bernapas.

Tetapi ada ketakutan irasional dalam diri Krisna yang membuatnya masih belum ingin melepaskan leher wanita itu, kini cekikannya justru kiat menguat.

"Wanita itu sudah mati sejak tadi."

Tapi Krisna sama sekali tak mendengarkannya.

"Keras kepala sepertiku, nice!"

Sosok asing yang sejak tadi bersembunyi di dalam kegelapan dan menyaksikan tindakan Krisna itu mulai melangkahkan kaki, menampakkan diri.

Tubuhnya yang molek berjalan santai, sementara senyum khasnya kian melebar seiring dengan deru napas Krisna yang kian memburu.

Dia menghampiri pemuda itu, berdiri dibelakang punggungnya, menunggunya selesai dengan reaksi tubuhnya sendiri.

"A-aku membunuhnya?"

Suara lirih Krisna membuyarkan keheningan.

"Di-dia sudah mati?"

Sosok itu tertawa pelan. "Akhirnya kau berhasil lepas darinya."

Krisna tak memberikan respons apa pun untuk itu, yang dia lakukan justru berjalan keluar dari kamar tersebut, mandi, membersihkan seluruh tubuhnya dari sisa darah Kire dan Cherry yang sudah mulai mengering.

Dia diam di bawah air mengalir, merenung, sampai akhirnya Krisna memutuskan keluar, kembali ke kamar Kire dengan hanya memakai handuk yang melilit bokongnya.

Sosok itu kembali tertawa mengejek.

"Apa karena saat ini aku adalah seorang perempuan cantik?"

"Kamu bukan manusia," tajam Krisna, "kamu adalah orang yang sama yang waktu itu?"

Ingatan Krisna beralih pada saat dia meninggalkan Cherry seorang diri di sekolah dan di tengah jalan dia tak sengaja bertemu dengan sosok aneh ini.

Clown kembali tertawa. "Ini pertemuan kedua kita, halo."

Dia kemudian tersenyum manis.

"Bagaimana kabarmu?"

"Siapa kau sebenarnya?"

"Monster?" Kemudian dia kembali tertawa nyaring.

Krisna tak peduli, sekali pun sosok dihadapannya saat ini benar orang gila atau pun monster, dia hanya ingin kekasihnya kembali!

Jleb!

Krisna menusuk perut perempuan bergaun ungu selutut itu dengan gunting, bulu kuduknya berdiri ketika alih-alih kesakitan, tetapi perempuan itu justru tersenyum lebar. Krisna kian memperdalam tusukannya, memojokkan perempuan itu hingga tembok.

Jari-jari lentik berkuku panjang yang memakai nail art serba hitam itu menggenggam pergelangan tangan Krisna lembut dan erat.

"Aku tak akan mati sampai hari kiamat," ucapnya pelan, "tapi kalau kau ingin mati bersamaku ya terserah saja."

Kemudian dia kembali tertawa mengejek.

"Hey ...?"

Krisna mendongak, mengamati wajah cantik perempuan dihadapannya itu.

"Ini bukan pertemuan kedua kita," lirihnya, "kutanya sekali lagi, siapa kamu sebenarnya?"

Dia ingat, sejak kecil, selalu ada sosok buram yang selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi, di keramaian, dikeheningan, bahkan didalam mimpi sekali pun. Sosok itu selalu ada untuk mengawasinya.

Clown kembali tertawa, hambar. "Yah. Aku ketahuan."

Luka bekas tusukan itu seketika beregenerasi, gunting yang masih tertanam ditubuhnya tertelan paksa, tubuhnya panas, Krisna dapat merasakan perubahan suhu tubuhnya yang begitu drastis.

Dia berjalan mundur, menghindari Clown. Ditolehnya jasad Kire yang tengah digerogoti ribuan belatung berukuran besar-besar, hampir-hampir Krisna mau muntah melihatnya. Seketika dia ingat di mana dia meletakkan jasad Cherry, terburu-buru lah dia menghampirinya, celananya Clown mencegahnya, pintu itu tiba-tiba hancur berkeping-keping dan bergantikan tembok. Tak ada jalan keluar selain lompat dari jendela setinggi 2 meter.

"Kuberikan satu permintaan yang akan ku kabulkan dengan mutlak," ucap Clown.

Sungguh kah? Demi Tuhan, belum pernah dilihatnya orang secantik, namun memiliki aura yang begitu menakutkan seperti sosok dihadapannya ini.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Bukan itu jawaban yang aku inginkan keluar dari mulut manismu."

Krisna mengerutkan keningnya bingung.

"A-apa ...?"

Bibirnya kelu, mendadak dia bisu.

"Che-Cherry! ... tolong ...."

Krisna bersimpuh di bawah kaki Clown, dia berwujud, hampir-hampir mencium sepatu hak tinggi itu.

"Dialah satu-satunya alasanku untuk tetap hidup dan menerima semua perlakuan keji Kire. Tolong!"

Clown tersenyum senang. "Dengan konsekuensi yang harus kau bayar?"

Krisna mendongakkan wajahnya tak percaya.

"Aku akan menghidupkannya lagi untukmu."

Clown benar-benar menepati janjinya, dengan wajah blak Krisna dapat melihat Cherry yang kini hanya bergaun putih polos dengan wajah pucat kosong berjalan menghampiri keduanya.

"Besok pagi, semuanya seakan tak pernah terjadi."

Entah apa yang sebenarnya sudah terjadi pada mereka, asap hitam mengelilingi mereka semua diikuti bunyi menggelegar guntur dan tak lama setelah itu kesadarannya terenggut.

Ketika dia bangun dipagi hari, semuanya seakan hanya lah mimpi, Kire masih bersikap seperti biasanya dan Cherry masih berada di agensi dengan keadaan yang baik-baik saja ketika Krisna diam-diam menjenguknya.

Tetapi tanda aneh dinadinya seakan menjadi mengingat bahwa dia kini telah terikat janji pada Iblis.

Dalam kebingungan itu, Krisna terus berusaha mencari petunjuk tentang sosok misterius yang kini jadi semakin sering hadir dalam mimpinya; menerornya. Semakin jelas dan terang-terangan bahwa dia akan kembali dan mengambil jiwanya sebagai ganti.

Dia hidup dengan berusaha semuanya seakan baik-baik saja, tetapi fisik dan batinnya tak dapat berbohong, orang-orang terdekatnya terus bertanya padanya apa yang sebenarnya sudah terjadi, tetapi mulutnya hanya mampu berbohong.

Hingga suatu hari, Cherry menyerah akan cita-citanya, dia pesimis dan kecewa pada dirinya sendiri, girlgrup baru akan segera debut sementara namanya terus berada diperingkat rendah seberapa keras pun dia berusaha. Akhirnya perempuan gigih itu pun menyerah dan beralih pada masa depan yang lain.

"Krisna Wilson, mau kah engkau menikah dengan gadis imut yang tengah jatuh cinta padamu semakin dalam setiap harinya ini?"

Pohon yeow yang tumbuh subur di depan rumah kedua tetangga itu menjadi saksi bagaimana bahagianya Cherry ketika Krisna protes tentang cara melamarnya yang aneh, dengan sebungkus cemilan rasa rumput laut, Krisna menerima lamaran Cherry.

Sejak hari itu, udara rasanya hampa, bau tembaga dan daging busuk menusuk hidung. Pemerintah telah mengerahkan orang-orangnya untuk mencari tahu di mana sumber pencemaran lingkungan itu, beberapa pabrik khususnya tekstil di area itu masuk ke dalam penyelidikan pemerintah.

Hari berganti Minggu ketika salju bulan Desember menyadarkan Cherry betapa jauhnya debut dengan dirinya.

"Kau yakin benar-benar ingin menemui mereka, Cherry?" tanya Krisna sambil membukakan pintu untuk wanitanya.

Cherry masuk lebih dulu dan disusul Krisna.

"Iya. Bisakah kau mengantarku? Aku mau pamer kalau punya pacar tampan."

Krisna mendengus. "Katanya dulu backstreet." Dia mulai menghidupkan GPS. "Di mana?"

"Stadion, rencananya kami ingin membuat konten di sana."

Mobil yang Krisna bawa semakin menjauh dari butik tempat keduanya tadi memesan baju pengantin, Cherry memandang tempat itu agak lama. Keduanya mengobrol seperti biasa, membicarakan tentang pernikahan, LSM Entertainment, dan lain-lain.

Sampai akhirnya Krisna menyadari bahwa sejak tadi seperti ada seseorang yang terus mengawasi mereka, itu membuatnya agak gelisah dan terus menoleh ke sembarang arah. Bagaimana kalau sosok Iblis itu kembali sekarang?

Please! Please! Please! Please! Jangan saat dihadapan Cherry, ku mohon!

"Krisna, ada apa?" Cherry terlihat khawatir, dia menyentuh pundak Krisna pelan. "Fokuslah menyetir!"

Namun nahas, sebuah truk besar dihadapan mereka kehilangan kendali, menabrak mobil-mobil dihadapannya secara beruntun termasuk mobil yang tengah ditumpangi Krisna dan Cherry yang tak berhasil menghindari kecelakaan. Mobil itu terguling beberapa meter sebelum akhirnya meledak dan terbakar.

Sebelum jantungnya benar-benar berhenti berdetak, dalam ledakan itu, Krisna memeluk tubuh lemas Cherry erat.

Di atas langit mendung, dilihatnya ratusan naga yang saling terbang memutari dirinya, suaranya sahut-sahutan memekakkan telinga, seakan tengah menari merayakan sesuatu.

Setelah koma beberapa hari, Cherry tersadar dengan wajah cacat, tetapi dia masih harus menelan fakta bahwa calon suaminya mati dalam kecelakaan tersebut.

Perempuan itu depresi, tak ada yang dapat mengembalikan keceriaannya seperti sedia kala selain kembalinya Krisna ke dalam pelukannya yang mustahil

Sejak awal, Clown hanya ingin mempermainkan keduanya.

Dia tak hanya menemui Krisna, tetapi juga Cherry. Dengan memanfaatkan keputusasaan dari perempuan itu, Clown menginginkan jiwa Cherry untuk ditukar dengan kehidupan lain yang telah berakhir.

Gadis itu menyanggupinya, dengan konsekuensi eksistensinya lenyap. Setelah menyerahkan mahkota kehormatannya pada sang Iblis, Cherry ditemukan tewas gantung diri di kamarnya.

Sejak awal, yang Clown incar adalah Krisna, bukan Cherry. Tetapi sekali serakah akan tetap serakah. Begitulah cara Clown hadir dalam kehidupan manusia.

═════ ◈ ═════

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro