Chapter 10 - Lingkaran Setan
+┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ°
Kalau kau diberikan satu pilihan antara hidup abadi dengan perasaan hamba atau hidup bahagia sepanjang usiamu yang pendek, mana yang akan kau pilih?
"Cherry Angel! Serius kau memilih baju biasa-biasa saja ini? Apa tidak terlalu murahan?"
Krisna yang tengah menyetir beberapa kali sempat melirik sang kekasih yang saat ini tengah duduk di kursi sampingnya.
Mereka masih membahas tentang baju pernikahan mereka ketika jalanan tol itu mulai terjebak macet.
"Hei, kau tidak perlu sungkan untuk membeli baju termahal untuk hari spesial kita, okay."
Krisna coba merayu calon istrinya yang saat ini wajah manisnya tengah ditekuk dengan tangan bersedekap.
"Ish. Bahasamu kentara sekali meremehkan selera busanaku!" protes Cherry balik.
Agak sedikit salah tangkap dengan apa yang calon suaminya itu maksud.
"Lagi pula tidak perlu membeli baju mahal-mahal hanya untuk sekali pakai, meski pun itu adalah hari bersejarah sekali pun. Uangmu itu bisa kita tabung untuk kebutuhan lain yang lebih penting, Kris!"
Setelah puas mengomeli Krisna, Cherry kembali memasang wajah kesalnya dan terus menatap lurus ke depan.
Laki-laki itu mengusap surai kecokelatan Cherry lembut.
"Iya-iya, terserah kau Cherry, saja asal kan kau bahagia."
"Terdengar seperti lirik lagu."
Perempuan itu menyempulkan sendiri.
"Ah, aku jadi ingin menyanyikannya di pesta pernikahan kita nanti dengan iringan gitar akustik."
"Omong-omong," ucap Krisna tiba-tiba ketika dia mulai mematikan mesin mobil.
Menunggu hingga kemacetan yang terjadi di tengah hujan salju ini berkurang, laki-laki itu memutar pinggangnya menghadap pada Cherry yang juga tengah menunggunya bicara.
"Bagaimana dengan masa training- mu di agensi sialan itu? Maksudku, aku tahu kau begitu ingin menjadi seorang superstar, tetapi waktu yang kau gunakan untuk debut terlalu lama, dan sekarang kau malah ... melamarku?"
Wajah Krisna berkerut serius, mereka sudah terlalu lama menunda membicarakan ini sementara hari pernikahan mereka semakin dekat.
Cherry menyandarkan kepalanya dengan mengunakan kedua tangannya sebagai bantalan.
"Kau membuat dirimu sendiri terlihat payah dengan berulang kali mengatakan aku lah yang melamar mu," gerutunya dan Krisna berdeham tidak peduli.
"Beberapa hari lagi aku genap 25 tahun, apakah kau pikir aku masih memiliki kesempatan untuk debut sementara trainee-trainee lain bahkan baru berusia belasan tahun?"
Cherry menoleh pada Krisna dengan tatapan sedih.
"Aku pikir tidak ada lagi kesempatan untukku, kecuali debut solo, dan aku tidak yakin aku akan bisa melakukannya aku bahkan yakin agensi itu tidak akan memberikanku kesempatan emas itu," Cherry menjeda ucapannya, pandangannya menerawang ke depan, "jadi aku pikir aku akan memulai karirku sebagai ibu rumah tangga saja dengan kau sebagai kepala keluarganya. Lagi pula jika begini kita akan memiliki lebih banyak waktu berdua."
Cherry menatap Krisna dengan mata berbinar dan senyum mengembang hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Krisna tersenyum simpul.
"Yah, jika itu adalah keputusanmu, aku bisa apa selain menuruti ratuku ini?"
Laki-laki itu menoel dagu Cherry gemas.
"Sampaikan salamku pada teman-temanmu itu nanti."
"Iya, kalau tidak lupa." Cherry memeriksa ponselnya.
Rencananya setelah memilih gaun pernikahan mereka yang berjumlah 2 setel di butik yang sama dengan yang kakak Cherry gunakan untuk pernikahannya, Cherry ingin menemui teman-temannya di agensi sebelum dia resmi hengkang, mereka sepakat untuk menonton sepak bola di stadion.
Hari ini masih pukul 13.32 KST ketika cuaca begitu panas, namun hati Cherry yang bersinar bahagia mampu dengan mudah mengubah suhu di dalam mobil itu menjadi sejuk.
"Kau tahu, Krisna. Walau aku tidak meraih mimpi sebagai superstar, tetapi aku bahagia bisa bersanding dengan laki-laki yang aku cintai sepanjang sisa hidupku. Aku sudah merenungkannya, dan aku mengerti, aku tidak seharusnya keras kepala dan meminta semua yang aku inginkan harus aku dapatkan," ujar Cherry, dan Krisna tahu bahwa kekasihnya itu sudah mengikhlaskan mimpinya.
Laki-laki itu berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan membuat Cherry mensyukuri pilihannya.
"Ah, ternyata calon istriku ini sudah dewasa, ya?"
Krisna terkekeh, berusaha mengalihkan dari sesuatu seperti tergelitik di dalam perutnya.
"Padahal biasanya dia adalah orang paling boros, manja, dan kenakan yang pernah aku kenal—Aw! Aw! Ya-iya. Maaf, maaf, maaf!"
Krisna menjerit heboh ketika dengan brutal Cherry mencubiti pinggangnya ganas.
"Siapa yang boros?" tajam Cherry tersinggung.
"A-aku yang boros, kok!"
"Ish! Siapa yang kekanakan?"
"Itu, a-anu. Anak tetangga, Cherry. Anak tetangga benar-benar sangat kekanakan!"
"Siapa yang manja?" napas Cherry memburu. Kesal sekali dia dengan calon suaminya itu.
"Zzar! Zzar yang manja!" seru Krisna menyebutkan nama anjing betina peliharaan Cherry yang sudah mereka anggap sebagai anak itu.
"Siapa yang jerawatan?" tambahnya.
"Kau—eh, aku tidak mengatakan itu, loh?" Krisna mengerutkan dahinya protes.
"Tapi 4 hari lalu kau mengatakan itu ketika aku tengah tertidur sambil tertawa cekikikan!" marah Cherry, dan Krisna hanya membelalakkan mata sipitnya; terkejut.
"Sayang, kau tidak akan membatalkan pernikahan kita hanya karena masalah ini, 'kan?"
"Kau pikir aku kekanakan?"
"Terkadang, iya."
"Mau mati?"
2 orang yang tengah duduk di depan kursi kemudi itu saling berdebat sengit. Jalanan yang tadi sempat terkena macet kini satu per satu dari kendaraan roda 4 itu perlahan mulai melaju kembali ke tempat tujuan masing-masing.
Dari kursi belakang, seorang perempuan duduk sembari memperhatikan mereka tanpa keduanya sadari.
Kedua tangan Cherry berkeringat dingin menatap dirinya yang lain yang saat ini tengah berciuman dengan Krisna di masa lalu, perempuan itu menatap kaca mobil, tangan kanannya terulur menyentuh wajahnya yang rusak sebagian.
Ketika beberapa suara klakson memekakkan telinga mereka, Krisna buru-buru melepas tautan bibir mereka dan langsung menjalankan mobil kesayangan tersebut.
Cherry yang duduk di samping Krisna mencubit laki-laki itu kesal.
"Astaga, Sayang."
Krisna mulai melajukan mobilnya. Sosok yang menyerupai Cherry itu sudah berhenti mencubiti pinggang Krisna dan kembali fokus pada ponselnya.
"Aku marah, ya!"
"Iya, jangan lupa istirahat," ejek Krisna.
Di kursi belakang, Cherry mengubah posisi duduknya berulang kali, bokongnya tiba-tiba terasa keram. Sepasang mata jernih itu menatap kesegala penjuru untuk mengalihkan kegugupannya.
Karena dia tidak tahu mengapa dirinya tiba-tiba saja berada di tempat ini, masa lalunya, padahal seingatnya Krisna menarik dia ke dalam pelukannya ketika Clown tiba-tiba saja menyemburkan petir ke arah mereka.
Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi ketika Cherry seperti tak sengaja menangkap sosok yang menyerupai Clown tengah berdiri di atas gedung, menatap tajam ke arah mobil Krisna dengan seringaian.
Perut Cherry serasa dipelintir dan kepalanya seakan berputar setelah ingat bahwa kejadian saat ini adalah kejadian di mana kecelakaan itu terjadi, dia tidak tahu bahwa Clown sudah memperhatikannya sejak lama ataukah ini hanyalah Clown yang tengah mengawasinya yang tengah melihat masa lalunya?
—Cherry tersentak hebat ketika tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi menabrak mobil di depan yang tiba-tiba oleng dan menghantam mobil mereka, dari arah belakang, ada sekitar 3 mobil lainnya yang menabrak mobil putih Krisna hingga membuat mobil itu berguling-guling sebelum akhirnya meledak.
Dengan kepayahan, Cherry berusaha keluar dari reruntuhan itu yang anehnya tidak ada satu pun dari orang-orang yang melihat kejadian tersebut yang menyadari kehadirannya.
Ketika pemadam kebakaran datang dan memadamkan kobaran apu itu, Cherry dapat melihat tubuhnya dan Krisna sebagian terbakar.
Cherry membekap mulutnya kala menyadari bahwa Krisna yang masih sadar menggenggam erat tangan sang kekasih yang tak sadarkan diri sebelum akhirnya ambulans datang membawa mereka ke rumah sakit.
Dia masih berdiri di tengah jalan ketika polisi datang membersihkan sisa-sisa kejadian, suara bising sirine dan orang-orang seakan menarik jiwa Cherry mengarungi kembali tragedi yang membuat hidupnya hancur.
Semua kilas balik seakan dipaksa melesak masuk ke dalam kepala Cherry, membuat kepalanya seakan mau pecah.
Terlebih adegan di mana saat dia sadarkan diri dari koma dan Krisna sudah tak lagi di sisinya, Cherry yang kala itu masih lemah memaksakan diri untuk ikut mengantarkan Krisna ke peristirahatan terakhirnya.
Mendung seakan mendukung kesedihan mendalam Cherry yang masih tak percaya bahwa sang kekasih hati telah kembali ke pelukan sang kuasa beberapa hari sebelum pesta pernikahan mereka.
Orang-orang berpakaian serba hitam—yang tampak kontras sekali dengan Cherry yang masih menggenakan pakaian rumah sakit berwarna putih bermotif boneka—memegang masing-masing payung hitam berukuran besar, salah seorang wanita paruh baya yang sejak tadi berdiri di sisi Cherry yang tengah bersimpuh memeluk gundukan tanah makam Krisna menunduk sejenak, mengucapkan kata-kata penenang agar sang putri tak larut dalam kesedihan.
Diantara orang-orang yang tengah berkabung itu, Cherry—dari masa depan—kembali menemukan Clown yang tengah berdiri bersama para pelayat lainnya, dia menatap Cherry yang tengah meratapi kepergian Krisna tajam.
Bibir kucing itu sesekali tersenyum lucu, bergerak-gerak kecil seperti sedang merapalkan sebuah mantra. Cherry lainnya dengan wajah terbakar, berusaha menarik Clown, namun seperti ada sesuatu yang panas yang membuatnya tak dapat menyentuh Clown, berbeda dengan orang-orang disekelilingnya yang tembus tiap kali Cherry coba menyentuh mereka.
Selama berbulan-bulan, yang Cherry lakukan hanyalah mengurung dirinya di kamar, perempuan itu kehilangan semangat hidupnya, sinar cemerlang yang biasa netranya pancarkan kini redup tak tersisa.
Seluruh kaca dan benda-benda lainnya yang memantul yang ada di rumah itu ditutupi kain atau disingkirkan ke gudang, karena sebagian wajah Cherry rusak terbakar, dia seharusnya menjalani operasi plastik, tetapi entah kenapa perempuan itu menolaknya.
Sepanjang hari, sepanjang waktu kian memakan usianya, kegiatan Cherry hanyalah menatap kosong keluar jendela, berharap bahwa laki-laki yang sudah dia kenal semenjak sekolah menengah pertama itu mengendap-endap dari balik semak belukar yang tumbuh di depan jendela kamarnya dan tiba-tiba mengejutkannya yang tengah melamun sebelum mengajaknya pergi ke luar secara sembunyi-sembunyi dari orang tua Cherry. Seperti yang biasa mereka lakukan dulu.
Cherry tak tuli atau pun bisu, dia mendengar semua kesedihan dan kemarahan yang keluarganya lontarkan dari balik pintu kamarnya. Namun jiwanya seakan telah kering kerontang; mati, tanpa bekas yang berarti.
Rasa lapar atau pun kegiatan manusiawi lainnya tak lagi dia pedulikan, perempuan itu bahkan lupa kapan terakhir kali dia merasa mengantuk.
Sosok yang menarik perhatian Cherry untuk pertama kalinya semenjak pulang dari pemakaman Krisna adalah seorang laki-laki misterius yang mengendap-endap di balik semak-semak.
Setelah sekian lama, pancaran mata Cherry berbinar penasaran, awalnya dia mengira itu adalah Krisna yang kembali padanya. Namun kala laki-laki itu benar-benar memperlihatkan dirinya, binar mata itu kembali tertarik redup, seakan baru saja menyaksikan lelucon terburuk dalam sejarah manusia.
Sesaat sepasang mata mereka bertemu pandang, tatapan itu seakan menghipnotis Cherry untuk pergi mengikutinya, dan untuk yang pertama kali setelah sekian lama, Cherry membuka kunci jendela kamarnya, melompat keluar tanpa alas kaki dan berlari kecil mengikuti sosok misterius itu.
Tak ada kata yang dapat keluar dari bibir Cherry, mulutnya seakan kaku membisu setelah sekian lama tak berbicara sepatah kata pun. Angin menerbangkan rambut Cherry yang sudah sepanjang punggung, mata itu menyipit kala sinar matahari kembali menyinari kulit tubuhnya setelah sekian lama.
Keduanya sampai di pinggir tebing berair terjun ketika Cherry mulai sadar dan melihat kesekitarnta dengan bingung.
Petir itu mulai menyambar ketika sosok misterius itu membelakangi tebing dan menghadap Cherry yang hanya berjarak satu meter darinya.
"Perkenalkan, namaku Clown Lucifer."
Senyum itu tak sampai hingga ke mata Clown. Namun, suara sosok yang tak lebih tinggi dari Cherry itu benar-benar membius siapa pun yang mendengarnya.
"Mau aku tunjukkan sesuatu yang dapat membuatmu merasakan hidupmu kembali, Cherry?"
Cherry tak begitu waras untuk mencerna apa yang Clown ucapkan. Namun, belum sempat otaknya memproses apa yang tengah terjadi, tiba-tiba Clown melompat bebas dari atas tebing dengan posisi terbalik. Reaksi yang wajar ketika mata Cherry membola kaget dan langsung berlari untuk menolongnya.
Tetapi, tak berselang lama setelah melongakkan kepalanya di tepi tebing, makhluk bersayap sebesar gedung lima lantai memelesat terbang ke atas langit dengan begitu gagahnya.
Cherry jatuh terduduk, syok sekaligus ketakutan, makhluk mitologi yang disebut naga itu terbang membumbung tinggi mengelilingi kepala Cherry.
Awan mendung itu tiba-tiba berubah kian kelabu dengan guntur sebagai pengiringnya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya, matanya tak henti menatap takjub naga tersebut. Clown meraung nyaring, seperti tengah memanggil sesuatu, beberapa kali kepala naga itu menatap tajam ke bawah, bibir naga itu tetap menyeringai cantik tak peduli apa pun wujudnya.
"Bisakah kau mengembalikan dia yang telah tiada?"
Cherry berteriak serak, tenggorokannya sakit ketika suaranya akhirnya keluar.
"A-aku mempercayaimu setelah melihatnya sendiri."
Naga itu perlahan terbang rendah mendekati Cherry.
"Aku akan melakukan apa pun agar ... dia kembali."
Cherry menunduk, memilin ujung bajunya takut.
"Aku, merindukannya."
"Apa yang akan kau berikan sebagai imbalannya?"
Clown telah kembali dalam wujud manusianya, berjalan santai mendekati Cherry yang tampak waspada.
Cherry mengangkat kepalanya kembali kala suara itu mengalun.
"Bisakah—apa yang kau inginkan dariku sebagai imbalan?"
"Kau."
Cherry mundur selangkah kala Clown menunjuk dirinya.
"Aku menginginkan jiwamu."
Cherry tidak pernah berpikir bahwa dirinya gila dengan naga, pria bernama Clown, dan permintaan konyol yang sayangnya sangat dia damba itu.
Namun ketika Clown menarik tangannya yang rasanya seperti dicelupkan ke dalam lahar gunung berapi, secara perlahan namun pasti, telapak tangan kirinya itu membentuk simbol bertuliskan OC sebelum akhirnya Clown membawa Cherry ke dalam ciuman panjang mereka.
Clown merebahkan tubuh Cherry di atas rumput, Iblis itu mengambil apa yang seharusnya menjadi hak Krisna dari Cherry.
Ketika perempuan itu menyerahkan mahkotanya, tidak ada keraguan atau pun penyesalan dalam dirinya, karena dia tahu bahwa setelah ini apa yang begitu dia rindu dan damba akan kembali ke pelukannya.
Sayangnya Cherry lupa bahwa iblis seperti Clown Lucifer tidak akan pernah benar-benar menepati janjinya pada sesama makhluk fana, sekali pun dia yang spesial dari yang spesial dimata Sang Pencipta.
═════ ◈ ═════
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro