Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9 : I Messed Up Your Plan, huh?

Sometimes the system goes on the blink
And the whole thing turns out wrong
You might not make it back and you know
That you could be well, oh, that strong
And I'm not wrong
(Bad Day - Daniel Powter)

***

Harry membawaku ke tempat parkir dimana kendaraan dia berdiam diri, kali ini Harry tidak membawa mobil, dia memakai motor. Setibanya di motor merah besarnya itu dia langsung mengenakan helm hitam bermotif tengkorak dan menyodorkanku helm biru muda tanpa motif padaku. Jelas sekali helm ini untuk cewek, mungkin saja helm ini bekas dipakai oleh Cassie tadi. Mengingat Cassie aku jadi iba dengannya.

"Pakai helm itu!" Titahnya tanpa ada sedikit pun kelembutan.

"Kau mau membawaku kemana?"

"Tergantung." Dia memiringkan kepalanya sedikit mencoba untuk berpikir. Sial, dia bahkan belum punya rencana kemana aku akan dibawa dan sial lagi kenapa aku mau saja menurut dengannya!

Aku memasang helm itu. Well, anggap saja aku mengikuti Harry saat ini karena aku penasaran bagaimana rasanya naik motor. Sepertinya akan lebih nyaman dibandingkan naik mobil.

Saat aku sudah di belakang joknya, Harry menarik tanganku ke perutnya, "Pegang kuat-kuat."

Walau ragu tapi aku tetap menuruti. Belum pernah seumur hidup aku sedekat ini dengan seorang pria. Tubuhku begitu menyatu dengan Harry, aku seperti seorang wanita jalang yang rela menyerahkan tubuhnya sekarang. Kekacauan sering terjadi dalam hidupku tapi sungguh aku tak pernah bermimpi bisa sedekat ini dengan dua orang yang selalu membuatku tak aman.

Ganjil sekali. Aku sungguh yakin ada hal yang tidak beres, aku sangat yakin aku sedang dipermainkan. Bisa saja kejadian di parkiran tadi sudah dirancang sesuai skenario. Persetan dengan masa laluku yang mereka bilang sangat terkait dengan milik mereka. Itu semua pasti hanya akting juga!

Logikanya begini, mereka semua membenciku setengah mati selama setahun belakangan. Aku diperlakukan bagai kotoran yang baunya membuat mereka mundur jijik, aku dilempari sampah setiap hari, aku sering kena tampar, aku selalu mendapat cacian, aku selalu hidup dalam ketidak-tenangan dan lalu seminggu terakhir ini sikap mereka berubah tanpa alasan yang jelas.

Baiklah, sudah aku katakan, aku akan meladeni permainan mereka. Rencana mereka pasti ingin membuatku hancur tapi mereka sama sekali tidak tahu kalau aku sudah punya rencana besar sendiri. Mereka takkan membuatku hancur karena pada akhirnya akulah yang akan membuat diriku hancur, lenyap, hilang.... selamanya.

Perjalanan ini tak lama, tiba-tiba saja aku sudah ada di depan sebuah butik mahal. Kerutan di dahulu makin besar, butik? Yang benar saja?! Aku kira Harry akan membawaku ke pantai atau jurang atau apapun tempat sepi yang bisa membuat dia leluasa mempermainkanku tapi butik?

"Untuk apa kita kesini?"

Harry menyeringai lebar, "Kau nanti malam akan mengadakan pesta."

"Pesta?" Pesta dalam rangka apa? Lagipula aku tidak akan pernah mungkin mengadakan pesta, aku bahkan belum pernah ke pesta.

"Sudah jangan banyak tanya... ikut saja!"

Tanganku kembali dalam genggamannya, dia membawaku ke dalam. Miss Rhonda---begitulah tulisan di pin bajunya, si penjaga toko itu menyambut kedatangan kita dengan senyum lebar, dia bahkan sudah kenal dengan Harry. Ha, paling Harry sering kesini bersama para jalangnya.

"Sudah lama tidak berjumpa." Mereka berpelukan saling melepas rindu, "Harry, kenapa kau makin tinggi saja! Stop pertumbuhan tinggimu itu, aku tak mau jadi kurcaci kalau ada di dekatmu." Kata Miss Rhonda sangat semangat untuk ukuran wanita yang aku taksir umurnya sudah hampir setengah abad.

"Well, kalau aku tambah tinggi, berarti kau harus menambahkan lagi tinggi hak-mu." Balas Harry sambil tersenyum. Senyum itu memang mesin pembunuh, sebagai orang asing aku tidak akan mungkin bisa percaya kalau Harry kasar dan kejam.

Mata Miss Rhonda beralih padaku, "Kau kekasih Harry?"

"Anggap saja begitu." Jawabanku membuat Harry menoleh tak percaya. Entahlah, aku sudah tercebur dalam permainan mereka.

Dia mendekatkan bibirnya ke kupingku, "Aku suka rasa percaya dirimu saat ini."

Selesai bicara dia malah mencium pipiku dan makin mendekatkan pinggangku ke tubuhnya. Aku jelas menolak, aku tetap tersenyum pada Miss Rhonda tapi berusaha untuk melepaskan diri dari Harry.

Harry berbisik lagi, "Tadi kau bilang aku kekasihmu, sekarang aku sedang melakukan apa yang biasanya dilakukan sepasang kekasih."

"Aku bilang tadi anggap saja!"

"Tapi tetap kau yang menyarankan aku menjadi kekasih anggapanmu."

Pria ini benar-benar!

"Kalian serasi sekali... aku senang melihat pancaran cinta kalian." kata Miss Rhonda yang membuat aku jijik. Pancaran cinta? Hell, aku bahkan membenci pria ini dan tentu saja Harry merasakan hal yang sama, "Harry belum pernah membawa kekasihnya kesini. Dulu dia berencana membawa seorang wanita tapi-"

"-aku rasa kita datang kesini bukan untuk bergosip, kita datang untuk membeli pakaian." kata Harry masih dengan senyuman mautnya tapi nada yang dia keluarkan begitu tegas dan agak marah.

Satu lagi hal aneh. Harry tidak pernah membawa seorang wanita ke butik ini? Padahal dia dan Miss Rhonda kelihatan begitu akrab. Dan omong-omong soal wanita yang ingin Harry ajak ke tempat ini... apakah itu terkait dengan masa lalu menyebalkan itu?

Hell, lupakan masa lalu!
Tidak ada namanya masa lalu. Semuanya hanya permainan kotor mereka. Mungkin saja Miss Rhonda sudah dibayar oleh mereka untuk berakting. Oke, sikap skeptisku memang terlalu berlebihan, tapi aku sungguh bersikap wajar saat ini. Aku tidak mau terlalu percaya oleh seseorang, apalagi orang yang dulu jelas-jelas benci padaku. Aku tidak mau kalau jatuh ke pelukan mereka, aku takut tidak bisa bangun lagi. Lebih sakit ketika dibenci seseorang daripada dicintai lalu dibenci oleh seseorang.

"Baiklah, aku akan membawa..." dia berhenti menunggu aku mengenalkan diri.

"Cher... panggil saja aku Cher."

Miss Rhonda mengangguk, "Cher dari Charlotte?"

"Ya."

"Tidak keberatan kalau aku memanggilmu Charlotte saja? Nama itu lebih anggun untuk diucapkan sesuai dengan penampilanmu. Anggun."

"Ya, tak masalah."

Miss Rhonda lalu menyuruhku untuk mengikutiku di belakangnya untuk tur singkat berkeliling butik. Sungguh semua gaun di tempat ini begitu elegan dan cantik. Potongan gaunnya sangat simple, sesuai dengan selera anak muda dengan pilihan warna yang sangat lembut. Aku jatuh cinta dengan semua gaun ini.

"Pilih yang terbaik, Rhonda." seru Harry di belakang.

"Bukankah dia terlalu berisik untuk seorang laki-laki?" Rhonda menoleh padaku.

"Biasanya dia tidak seperti itu. Dia lebih suka diam." akuku mengingat dengan jelas tingkah Harry di sekolah selama ini. Dia golongan pria yang tidak banyak bicara, lebih suka bertindak... favoritnya adalah memukulku... well, dulu... dan mungkin nanti.

"Well... percaya padaku dia sungguh cerewet. Waktu akan menunjukkan padamu fakta itu."

Ya, waktu akan menunjukkan padaku fakta kalau Harry dan kawanannya hanya berpura-pura padaku.

"Nah, kalau kau suka dengan salah satu gaunnya pilihlah."

"Bagaimana aku bisa memilih... aku jatuh cinta dengan semuanya." kataku jujur.

"Kalau begitu suruh kekasihmu untuk membeli semua gaun ini dengan uangnya." guraunya mau tak mau membuat aku ikut tertawa. Rencana yang indah sekali kalau aku membuat Harry bangkrut. Tapi aku tidak setega itu... kekayaan Harry toh bukan punya dia. Semua itu masih uang orangtuanya dan aku tidak punya rencana sama sekali untuk membuat orangtuanya bangkrut.

Tak lama aku menemukan gaun yang membuat aku jatuh cinta. Gaun selutut berwarna kuning yang tidak banyak motif, hanya saja memancarkan kecerahan yang tidak bisa terelakkan. Aku belum pernah memakai pakaian berwarna cerah, tapi kali ini aku sungguh ingin merubah selera berpakaianku.

"Kau tidak ingin mencobanya dulu?" tawar Miss Rhonda yang kubalas dengan gelengan.

Harry terlihat serius sekali dengan ponselnya hingga tak sadar aku sudah ada di depannya. Barulah saat aku berdeham agak lumayan kencang dia mengangkat kepalanya.

"Sudah selesai?"

"Ya, tentu saja." aku memperlihatkan padanya kantung belanjaku. Sudah aku bayar sendiri dengan uangku... aku suka mengambil uang dari orang yang tidak aku kenal untuk membayar kebutuhanku.

"Dan kau sudah membayarnya sendiri? Tapi aku yang memintamu datang kesini karena aku ingin membelikanmu gaun."

"Amalkan saja uang itu."

Harry menggeleng tersenyum lebar, "Kau memang gadis yang beda dari lainnya."

"Tentu saja, aku bukan salah satu dari gadis jalangmu."

Harry berdiri dan merangkulku bahuku, "Aku tidak pernah membelikan pakaian untuk para jalangku." bisiknya di telingaku.

"Terserah sajalah..."

Lalu aku menanyakan hal yang sudah sedari tadi mengganjal di benakku, "omong-omong, pesta kau yang maksud itu pesta apa?"

"Pesta untukmu tentu saja."

"Dalam rangka? Ulang tahunku masih sangat lama." sekarang masih bulan Agustus bukan? Ulang tahunku itu bulan Februari. Tepat di hari penuh cinta yang dirayakan semua orang di dunia. Miris sekali, aku lahir di hari cinta tapi aku hidup untuk dibenci semua orang.

"Dalam rangka kau sudah menjadi gadis baru. Sudah jangan banyak tanya... nanti malam kau nikmati saja pestamu."

"Dan dimanakah pesta itu diselenggarakan?"

"Rumahmu tentu saja."

Aku melotot lebar. Harry sinting! Bagaimana bisa mereka mengadakan pesta di rumahku malam ini? Mereka mau dibunuh Mom?! Sinting... aku bahkan belum mempersiapkan apapun untuk pesta itu. Lagipula sungguh... merencanakan pesta di rumahku sama saja merencakan untuk mati bersama.

"Tidak bisa! Mom..."

Ucapanku dipotong olehnya, "Tenang saja. Sesekali kau harus menentang Mom-mu. Hidup terlalu singkat kalau hanya digunakan untuk mematuhi peraturan."

"Tapi itu rencana gila!"

"Sudah tenang saja. Kau hanya perlu berdandan sedikit dan selebihnya aku yang akan mengatur."

"Aku tidak mau!"

Aku tidak mau bertengkar dengan Mom lagi. Aku tidak mau Mom memarahiku lagi. Aku tidak mau mati dalam kesedihan lagi karena sikap Mom. Sungguh lebih baik mati daripada mendengar Mom marah.
Sudah terlalu sering aku dibenci oleh Mom, dan aku tak mau menambahkan rasa kebencian Mom lagi. Aku ingin sekali Mom sayang padaku... aku anaknya, aku ingin dicintai... bukan dibenci.

"Kau tenang saja... semuanya sudah aku atur." Harry masih bersikap sangat santai. Dia tidak tahu bahaya apa yang akan ada di depannya.

Ah, apa ini mungkin trik dari menghancurkanku yang dia dan teman-temannya itu rencanakan?
Bagus sekali... mereka sudah tahu kelemahanku. Mereka berhasil mempermainkanku. Mereka menang. Aku selamanya akan selalu kalah kalau menyangkut soal Mom.

"Aku kalah! Aku mengaku aku kalah! Tolong jangan bawa Mom dalam masalah ini! Aku tidak mau Mom makin membenciku!" teriakku lumayan kencang. Miss Rhonda yang sedang berkeliling dengan tamu baru-seorang wanita blonde yang aku taksir berumur di ujung 20 tahun, menoleh pada kami berdua terlihat agak khawatir atau mungkin terusik karena kita bertengkar dalam teritorinya dengan satu pelanggan yang ada disana.

"Kalah? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

Aku mendengus, "Teruslah berpura-pura... tapi aku bukan orang buta. Aku melihat dengan jelas maksud terselubung kalian... dan aku sudah mengaku kalah! Mulai sekarang bersikaplah wajar padaku... aku sudah mengaku kalah!"

Aku sedang tidak dalam kondisi mental yang tidak bagus. Selalu saja masalah Mom membuatku seperti ini. Aku bukan hanya takut dengan Mom tapi ini lebih daripada itu, setiap ada yang menyinggung Mom aku merasa aku begitu hina ada di dunia. Aku akan kembali mengingat sikap Mom padaku, dan sungguh hal itu membuatku ingin secepatnya kembali ke rumah dan melakukan tingkah favoritku.

"Carlos, jemput aku sekarang!" titahku dalam sambungan telpon dengan sopirku. Aku tidak harus menyebut posisiku sekarang karena ponselku sudah terhubung dengan GPS Carlos.

Harry tidak lagi mengeluarkan suara. Dia hanya diam dan mengamati penampilanku yang sangat kacau. Banjir air mata dan napas tersengal karena napasku diambil oleh kemarahan dan ketakutan yang memuncak.

Karna tidak mau terlalu lama ada di hadapan Harry, aku memilih keluar dari butik itu meninggalkan dia yang masih mematung. Untung saja dia tidak mengikutiku... saat aku menoleh aku melihat dia tengah mengamuk dan berteriak kencang.

Mungkin saja dia kesal karena rencana dia gagal.

Ya, anggap saja begitu.

***
A/N :
Aku lagi semangat buat lanjutin cerita ini karena aku lihat respons-nya cukup bagus untuk chapter kemarin.

Btw, sorry kayaknya ceritanya galau terus soalnya emang rencana aku bikin cerita kayak gini dengan ambil tema keluarga... karena fokus aku disana, maaf kalau chemistry pemain nggak kerasa ya... tapi semoga aku bisa perbaikin nanti di kedepannya...😊😊😊

Makasih ya buat yang udah baca dan udah ngevote... Aku sangat sangat sangat menghargai kalian... 😆😆😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro