Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 : Friday, I Hate You!

Sepertinya dunia sedang mempermainkan atau frasa lebih tepatnya adalah sedang membuat lelucon yang sungguh tak lucu. Bagaimana mungkin dalam satu hari aku terlibat dengan pria yang membenciku dengan segenap hati dua kali!

Aku benar-benar benci hari jumat.

Aku benci dengan kelas dramanya yang membuatku menjadi bahan ledakan tawa mereka, tiap aku berlatih satu dialog, mereka terpingkal-pingkal padahal dialog yang aku ucapkan sama sekali tak mengandung unsur humor (Ingat bukan aku berperan sebagai Juliet), bahkan Cassie merekam wajah idiotku lagi. Gadis ini memang terobsesi merekamku, rekaman yang sudah jelas akan disebarluaskan di seantero sekolah besar ini.

Ms. Jackelyn yang melihat dengan mata kepalanya kalau aku jadi bahan tindasan malah menghindar dan tak menyentuh kelompok ini sama sekali! Lucu... seorang guru takut pada muridnya. Ya, kalau aku di posisi Ms. Jackelyn pasti aku akan melakukan hal yang sama. Alasan pertama, karena aku tidak ingin dipecat karena melawan anak dari orang berpengaruh di sekolah dan alasan kedua karena aku takkan mau ikut campur urusan anak payah.

Ah, ya... Satu hal lagi, Luke entah kenapa sikapnya terlalu diam untuk takaran seorang penindas. Biasanya mulut kejamnya akan melontarkan hinaan neraka saat aku melakukan kesalahan setitik tapi daritadi Luke hanya diam padahal aku daritadi selalu salah mengucapkan dialog. Lebih anehnya, di kelas drama, Luke sering melirikku diam-diam. Mata tajamnya seperti bukan mata pemangsa tapi mata seorang pria yang penasaran akan sesuatu. Ketika aku menoleh dan membuat adu pandangan, dia memilih untuk menghindar.

Nah, satu lagi hal yang paling lucu dan tragis. Luke dan aku juga satu kelompok pelajaran kimia! Oh, ini bencana... Saat ada tugas dan hanya aku sendiri yang tak diajak berpartner oleh mereka yang ada di kelas, Luke datang menghampiri mejaku dan berkata dia ingin sekelompok denganku.

Semua temannya jelas shock, aku sempat melihat wajah bodoh Britt yang menganga karena Luke lebih memilih aku daripada dia. Harry bahkan menatap Luke dengan binar kebencian, bukannya Luke dan Harry sudah bersahabat sejak dulu?

Kalau aku anak bodoh dan percaya dengan drama TV yang bercerita tentang anak nerd yang dikejar idola sekolah, aku mungkin yakin sekali kalau aku akan dijadikan bahan rebutan oleh dua pesohor sekolah ini.

Tapi aku tidak bodoh dan tak percaya hal picisan itu nyata, aku manusia yang memakai akal dan logika. Kalaupun mereka pada akhirnya mendekatiku pasti yang mereka inginkan adalah menjatuhkanku sekencang yang mereka bisa.

Jadi, kesimpulan yang sudah aku dapat. Luke bukan ingin mendekatiku tapi ingin menghancurkanku.

Biarlah dia melakukan hal yang dia suka, hidupku saja sudah hancur tanpa campur tangan dia.

"Bagaimana kita akan latihan?" Tanyanya setengah berbisik, Mr.Paul sedang memberi arahan petunjuk tentang tugas kelompok ini.

Aku menghentikan catatanku dan untuk pertama kalinya memandang mata biru Luke dengan jarak sedekat ini, "Latihan apa?"

Luke mengapitkan tindikannya ke bibir dalam dengan bantuan giginya, "Tentu saja latihan kelompok ini, kau lupa kita satu kelompok!" Serunya dengan nada agak tinggi tapi untuk pertama kalinya (lagi), Luke tak memakai kata hinaan padaku.

"Tentu saja aku ingat, hari ini bahkan kita dipasangkan di dua mata pelajaran." Jawabku sedikit meringis, "Maksud ucapanku yang tadi, kita memang mau latihan yang mana? Drama atau kimia?"

"Terserah padamu."

Aku mengerutkan dahi heran, "Kau orang pertama yang mengusulkan agar kita latihan."

"Tapi aku menyuruhmu yang menentukan pilihan."

"Kalau begitu aku akan bilang aku juga terserah padamu."

Sudut bibir Luke naik ke atas, "Tak peduli pelajaran apapun yang penting aku ingin main ke rumahmu."

Aku memekiki histeris, "Rumahku?"

Kepala semua anak menatapku penasaran apalagi aku sedang duduk berdua dengan Luke dan kita tengah berbincang! Mereka pasti takjub kenapa bisa seperti ini, sama sepertiku.

Mr.Paul memberi teguran padaku yang tak berani mengangkat kepala karena tak mau melihat reaksi anak-anak yang pasti akan mencemoohku lagi.

"Angkat dagumu itu, untuk apa kau menyembunyikan wajahmu pada mereka."

Bukankah ini semua ulahmu juga, cowok penuh stimulus?

Aku mengumpat dalam hati dan memberanikan diri lagi menatap subjek yang kini beralih menatap bosan Mr. Paul.

"Kenapa kau memperhatikanku? Kau suka padaku?" Tebaknya asal yang kembali menatapku tajam.

"Aku bukan manusia bodoh yang tentu saja takkan memiliki rasa padamu." Sahutku agak lancang.

Aku membekap mulutku kaget karena bisa mengeluarkan kalimat selancang itu pada orang yang selama ini menjadi musuh besarku di sekolah. Kenapa sikapku bisa berubah secepat ini, dimana rasa takut yang selalu aku temui jika melihat wajahnya? Aku bahkan berani melawan perkataannya! Astaga... Aku sedang menyiram api ke bensin yang dalam hitungan detik akan meledak dan akan mengoyakku tanpa ampun.

Tapi Luke tak tampak marah, dia malah menawarka satu senyumamnya,

"Tenang saja, Cher. Aku juga takkan menyukaimu. Aku tak mau mengulang sejarah yang menyakitkan."

"Apa maksudmu?" Aku makin tak mengerti dengan ucapan-ucapannya akhir-akhir ini. Dia seperti sedang menyembunyikan rahasia dan aku tahu pasti berhubungan denganku. Aku yakin sekali karena sejak semula Luke menaruh perhatian penuh padaku setelah melihat wujudku di sekolah ini.

Ada apa sebenarnya?

Bel berbunyi... Luke mengambil ranselnya dan mendekatkan diri ke wajahku. Wajah itu sangat dekat, aku hanya bisa diam seperti patung. Aku memejamkan mataku entah karena apa. Satu bisikan halus terdengar, "Tak semua hal harus kau tahu." Katanya membuatku merinding.

Saat aku buka mataku, Luke sudah berjalan keluar kelas. Kali ini dia tak bersama dengan kawanan kejamnya. Mereka masih ada di kelas, mereka memperhatikanku dan Luke daritadi!

"Sebaiknya kalian semua keluar dulu dari tempat ini, ada yang ingin kubicarakan pada jalang tak tahu diri ini!" Titah Harry dengan suara serak dan mengancam. Aura yang dibawa Harry membuatku sangat terintimidasi.

Tinggal aku dan Harry di kelas. Dia mendekatkan langkahnya ke mejaku sambil melipat tangannha di perut sebagai tanda dia yang saat ini sedang berkuasa.

Aku mengeratkan jemariku pada ransel hitam untuk meredam rasa takut dan gugupku. Walaupun aku sudah terbiasa ditindas, dihina, bahkan dipukul oleh orang ini tapi aku tidak pernah terbiasa dengan aura yang Harry bawa.

"Katakan yang sejujurnya, apa yang daritadi kau bicarakan dengan Luke?" Pertanyaan itu muncul setelah dia duduk tepat di hadapanku.

Aku menunduk tak mau melihat wajah menyeramkan itu, "Hanya membahas tentang latihan kelompok di rumahku - "

"Rumahmu!" Potongnya dengan mata terbuka lebar.

Aku mengangguk kecil, "Tapi belum ditentukan kapan dan dimana dan untuk mata pelajaran apa."

Harry makin terlihat cemas, "Apa dia mengatakan hal yang aneh-aneh padamu?"

Kalian berdua bukannya yang bersikap aneh saat ini?

"Tidak ada." Jawabku jujur, sikap Luke memang aneh dan pembicaraannya juga aneh tapi keanehan itu masih hijau.

Dengan sedikit ketakutan, aku memberanikan diri menatap pria berwajah manis sekaligus berhati malaikat ini. "Ada apa memangnya?"

Dia menatapku jengah, "Bukan urusanmu, jalang!"

Harry langsung keluar kelas dengan tergesa-gesa meninggalkanku sendirian di kelas dengan sejuta pertanyaan yang aku yakin takkan memiliki jawaban di akhirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro