Chapter 2 : Desperate #2
You want somebody, just anybody
To bring some peace to your soul tonight.
You want a reason to keep believin'
That some day you're gonna see the light...
(David Archuleta - Desperate)
Aku benci hari jumat. Aku tahu kebanyakan anak sekolah suka dengan hari ini karena satu hal atau beragam hal sesuai dengan ekspresi mereka - dan aku sungguh tak mau peduli-, tapi mengingat aku beda dengan anak-anak lain tentu saja aku benci dengan hari jumat. Dan kebencian ini masih hijau, ingat bukan semenjak aku pindah ke Sydney hidupku yang monoton naik tingkatan menjadi sangat hancur apalagi sejak aku memasuki sekolah yang kata orang terbaik tapi nyatanya dihuni oleh mereka yang menyebut diri mereka manusia tapi kelakuannya masih lebih rendah dari binatang.
Holly, anjing peliharaanku yang mati beberapa bulan sebelum aku pindah ke Sydney saja masih lebih beradab daripada mereka.
Mengingat Holly membuatku lemas, Holly adalah sahabat setia yang pernah aku miliki apalagi aku tak pernah punya sahabat yang berwujud manusia.
Aku tahu Holly tak mengerti apa yang aku curahkan ketika aku dalam puncak kedepresianku, tapi mau bagaimana lagi, hanya Holly yang mau mendengarku.
Yang membuat Holly sangat spesial adalah saat aku menangis dialah yang menenangkanku, saat aku ditindas oleh mantan orang yang tak layak disebut ayah, Hollylah yang membelaku dengan mengonggong kencang dan menggigit betis orang itu sampai berdarah. Hanya Holly yang sudi membelaku. Tapi karena itulah Holly menghilang dari peradaban. Orang menjijikan mantan suami Mom kedua itu membunuh Holly dengan tak beradab. Dia bahkan tertawa gila saat menusukkan pisau tajam ke perut Holly berkali-kali. Saat itu adalah pertama kalinya aku berani melawan dia, aku mengumpat, aku teriak hingga aku suaraku serak, aku mencoba memukul dan menendang tubuhnya tapi tubuhnya terlalu kuat untuk tubuhku yang kurus.
Dan ada hal yang ajaib, ketika dia mencoba menusukkan pisau tajam bekas pembantaian itu ke arahku. Mom datang! Mom benar-benar datang membelaku. Entah aku harus senang atau sedih. Aku senang karena untuk pertama kalinya Mom membelaku dan memeluk tubuhku dengan hangat, disitulah aku tahu rasanya bahagia itu seperti apa. Hari itu adalah hari terbaik dalam hidupku, Mom membelaku, dan pria sinting itu dipenjara meskipun aku harus kehilangan Holly.
Tapi semua hal yang melambungkanku itu hanya bertahan satu hari. Keesokannya Mom kembali bersikap dingin dan menganggapku sebagai angin lagi, tak bisa ia lihat dan ia dengar. Membawaku kembali kedalam kesendirian tak berujung. Sungguh sampai saat ini aku masih sedih karena aku diselamatkan oleh Mom, harusnya aku mati saja daripada hidup dalam kematian.
Kembali ke topik kenapa aku benci hari jumat? Yang pasti ini semua berhubungan dengan 5 second direction. Ah, aku lupa memberi tahu kalian tentang grup ini, bukan?
Well, 5SD adalah grup paling populer di sekolah ini. Mereka bertalenta, tampan, dan digilai wanita yang mudah terhipnotis oleh tampilan luar dari mereka tanpa tahu sikap busuk yang ada di perangai mereka. Ah, tapi wanita-wanita penganggum mereka yang jumlahnya sudah terlampau banyak itu sepertinya tak peduli dengan sikap mereka yang melenceng, mereka terlalu bodoh untuk sadar kalau pangeran mereka itu keji.
Kalian sudah diperkenalkan oleh dua orang anggota 5SD. Luke Hemmings dan Harry Styles. Dua orang ini yang paling menonjol diantara yang lain. Luke terkenal sebagai pria serba bisa dan sangat pintar. Dia selalu mendapat nilai A dan selalu bisa merebut hati pengajar. Luke memiliki mata hijau dengan rambut pirang dan tinggi badan yang terbilang tinggi. Luke juga dari keluarga terpandang, ayahnya adalah pengacara tersohor seantero Australia dan setahu pengetahuanku yang minim ibunya mengajar matematika di salah satu sekolah yang sungguh aku tak mau tahu dimana. Kalian Ingat bukan tentang Luke yang selalu mengejekku tanpa henti dan membenciku terlalu dalam? Orang inilah yang membuatku langsung dibenci anak-anak lain di sekolah itu. Ucapan dan tindakan Luke adalah hukum yang harus diikuti. Sampai sekarang aku heran bagaimana bisa orang yang berpendidikan dan dari keluarga terhormat bisa bertingkah menjijikan seperti Luke. Bagaikan langit dan bumi, kau tahu? Sangat tidak sejajar.
Harry Styles. Pria pemain wanita nomor satu. Hampir semua wanita tergila-gila dengan Harry. Aku tak mau munafik, aku dulu termasuk dalam jajaran para wanita itu. Lagipula siapa yang tak terhipnotis oleh mata lugu dan senyuman manis itu? Aku masih gadis normal. Tapi tenang saja, bahkan rasa suka itu hanya bertahan lima belas menit karena selanjutnya dia sudah menjadi salah satu orang yang paling aku benci di dunia ini.
Daya tarik Harry adalah mata tajamnya yang menusuk dan misterius, rambut keriting hitamnya yang tak beraturan, dan yang paling penting adalah senyuman mautnya. Senyuman itu terlalu indah untuk hati iblis seperti dia.
Kalau Luke adalah murid kebanggaan sekolah ini, maka Harry adalah kebalikannya. Harry itu biang onar nomor satu di sekolah ini. Rekam hitamnya sudah terlalu banyak, makanya dia juga sering dijuluki Troublemaker in angel face. Intinya aku benci dia. Selesai.
Nah, itu baru dua. Ada lagi tiga orang cowok lainnya. Ada Zayn Malik, Michael Clifford, dan Liam Payne.
Mereka memang tidak semenonjol Luke atau Harry tapi daya magis mereka juga sama besarnya dengan dua orang itu. Well, sejauh ini ketiga pria ini belum secara langsung meledekku. Mereka hanya tertawa melihat tingkah teman mereka yang sangat puas mempermalukan kehidupan malangku. Zayn memiliki wajah timur tengah dan agak sedikit kurus, tangannya digoresi beragam tato seperti Harry dan Liam. Michael, pria dengan sejuta warna rambut. Liam pria maskulin yang sangat pendiam. Aku tak bisa mendeksripsikan mereka lebih jauh lagi karena pertama itu bukan hal yang penting, kedua informasi tentang mereka tak begitu banyak berbeda dengan Luke atau Harry. Mereka selalu jadi bahan perbincangan, kemanapun aku mendarat di area sekitar sekolahan ini pasti saja ada informasi terbaru dari Luke atau Harry, dari informasi paling tak penting seperti menu sarapan pagi mereka sampai ke berita tentang hubungan percintaan mereka yang terlalu rumit untuk golongan murid sekolah menengah, sangat picisan.
Ingat tentang Brittany? Cewek cantik berambut pirang lurus layaknya barbie dan tingkah menyamai iblis. Banyak yang bilang Brit adalah kekasih Harry dan Luke, tapi aku tak percaya. Pertama, well, Brit itu jalang nomor satu di sekolah, dan aku yakin Harry ataupun Luke hanya mengganggap Brit kekasih malam mereka. Kedua, aku tak melihat pancaran lembut mata mereka kala menatap Brit, mereka terlalu apatis. Ketiga, sepengetauanku mereka itu playboy kelas atas bukan tipe pria yang setia pada satu gadis dan juga bukan tipe pria yang sudi untuk diduakan.
Ah, ya. Ada lagi satu gadis yang selalu menempel dengan Brit. Gadis dengan rambut hitam ikal sepunggung, dia sangat cantik. Mungkin satu levelnya di bawah Brit. Dia sering dibilang cinta pertama Harry. Gadis ini bernama Cassandra atau Cassie. Sikapnya tak sebrutal Brit tapi Cassie satu kepribadian dengan Brit. Mereka sama-sama menyebalkan, omongan mereka terlalu kotor untuk gadis secantik mereka. Aku ingat dulu waktu pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah ini dan dalam hitungan jam langsung menjadi ejekan anak-anak karena Luke tidak menyukai kehadiranku, Brit dan Cassielah orang pertama yang bermain fisik denganku. Saat itu aku sedang berada di toilet untuk membersihkan diri dari tumpahan makanan dan minuman yang sengaja dijatuhkan di badanku, lalu tiba-tiba pintu toilet terbuka dan menampilkan Brit dan Cassie dengan selera fashion layaknya model papan atas, Cassie membawa gunting di tangannya.
"Hei, jalang!" Brit yang pertama kali bersuara dan mereka mulai mendekat ke arahku membuatku terpojok di dinding toilet.
"Mau apa kalian?"
Mereka tak menjawab, mereka hanya tersenyum picik. Cassie mulai memainkan guntingnya dan mengarahkannya ke rambut hitamku.
"Potong saja, Cas." Titah Brit.
Cassie mengangguk bersemangat dan mulai mengutak-atik rambutku hingga tak berbentuk. Rambutku yang tadinya ikal sepunggung harus dipangkas sebahu dengan pola asimetris. Aku tak melawan, toh mau aku melawan apa tidak sudah pasti aku kalah dan aku tak mau membuang tenagaku untuk meladeni mereka, mereka bebas melakukan apapun padaku, membunuhku pun akan dengan senang hati aku terima.
"Done. Sekarang kau sungguh cantik, percayalah padaku." kata Cassie yang lalu menarik tubuhku kasar ke arah kaca yang terletak di depan pintu masuk toilet dan di atas westafel. "Kau lihat itu. Berterima kasihlah padaku karena membuatmu terlihat lebih layak." Bentaknya lantang dan menarik kencang rambut belakangku yang sudah menyedihkan membuatku sedikit mendongak.
"Pinjam guntingmu, Cas."
Cassie masih dengan senyuman ejekannya menyerahkan gunting itu pada Brit.
"Hei, jalang! Kau tau selera pakaianmu payah sekali. Kau mau aku buat agar fashionmu agak lebih enak dipandang meskipun kau tak enak dan tak pantas dipandang?"
Sekali lagi aku diam. Diam adalah pertahanku yang ampuh. Melihat aku tidak memberikan respon apapun dan hanya melihat mata, Brit langsung bertindak tanpa harus diberi aba-aba. Gunting itu ia arahkan bukan ke rambutku lagi, tapi ke arah bajuku yang saat itu mengenakan kemeja hitam dengan jeans navy yang agak kelonggaran. Aku memang payah dalam hal fashion dan aku juga tak mau mengganti gayaku. Gayaku adalah aku.
Gunting itu memotong beberapa bagian dari kemeja lengan panjangku, aku tak peduli. Kebetulan posisiku ada di depan kaca besar dan aku dapat melihat pakaianku yang lebih parah daripada gelandangan di luar. Celana jeans yang masuk dalam daftar celana ternyaman yang aku pakai digunting pada bagian samping di kedua sisinya sampai ke pahaku.
"Cas, kenapa kau tidak memotret hasil kerjaku yang brilian ini?"
"Bukan hanya foto, aku bahkan sudah membuar videonya, Brit." Cassie menggoyangkan ponselnya dia udara.Aku terlalu sibuk akan pengguntingan fashion yang sangat buruk oleh Brit sampai lupa kehadiran Cassie dan tak memperhatikannya kala membuat rekaman video pembullyanku.
Brit mengangguk, berdiri dari posisinya yang berjongkok di hadapanku, dan kembali menatap mataku dengan sinar kebencian yang sangat dalam. Aku heran saat itu aku baru satu hari mengginjakkan kaki di sekolah itu tapi begitu hebat sekali rasa benci mereka semua padaku. "Berterima kasihlah padaku, jalang."
Aku diam. Cassie mulai tertawa cekikin. "Sudahlah, Brit. Dia sudah kau buat sangat menarik. Lebih baik kita tunjukkan rekaman ini pada Luke, pasti dia senang sekali."
"Oke. Tapi ingat, jalang. Kau hutang terima kasih padaku."
Hutang terima kasih? Aku rasa dia benar karena setelah aku keluar dari toilet semua orang memandangku dan tertawa kencang. Kembali tumpahan minuman dan makanan dijatuhkan ke tubuhku. Aku tidak kembali ke toilet atau memasuki kelas kedua. Aku berjalan ke arah mobilku dan kembali ke rumah secepat yang aku bisa.
Keesokan harinya, kepopuleranku sudah dalam tahap sangat mengaggumkan. Hampir semua anak menyimpan video penyiksaanku. Sikap mereka pun jadi seratus kali lebih menyebalkan.
Setiap aku lewat, tak pernah sekalipun kata manis terucap dari bibir hina mereka. Hanya Jalang, Idiot, Sinting, dan bla bla bla.
Aku rasa tak perlu terlalu lama membahas masa lalu. Tidak penting.
###
Kelas drama adalah kelas bencana. Aku dimasukan bersama 5SD lengkap dengan Brit dan Cassie. Dan yang paling menyebalkan di antara semua itu adalah... Aku jadi pemeran utama!
Aku dipilig atas dasar pemaksaan Brit. Drama yang akan kelompok ini mainkan adalah Romeo and Juliet. Kalian mau tahu siapa yang berperan menjadi Romeo?
Luke Hemmings!
Anehnya Luke sendiri yang meminta peran itu setelah tahu kalau Juliet aku yang mainkan. Ck, aneh tadi aku bilang? Orang tak berotak juga tahu maksud Luke ingin jadi Romeo, dia pasti ingin mempermalukanku dan menghancurkan kelas drama ini. Oh Tuhan, aku sungguh muak dengan orang-orang ini!
"Hello, Juliet... " Sapaan dingin itu muncul dari bibir Brit yang sudah membuat senyum ejekan.
Aku hanya menunduk dan segera duduk jauh dari Brit, di pojok belakang dekat jendela sementara Brit ada beberapa baris di depanku.
Masalah lain muncul. Luke datang dan duduk tepat di depanku. Dan badannya berbalik ke belakang, menatapku dengan tajam mencari suatu kebenaran?
Hah, apa yang kau pikirkan, Cher?!
Tak ada suara keluar dari mulut Luke yang bergerak memakan permen karetnya, Luke hanya menatapku membuatku makin mengkerut. Sebenarnya apa yang laki-laki ini mau?
"Kau anak tunggal?" Tanyanya menyelidik.
Aku mengangguk. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa sekarang Luke menanyakan asal usulku? Apa ini trik barunya untuk mengerjai aku?
Luke menghela napasnya panjang, matanya agak kecewa, "Oke." Sahutnya yang kemudian memunggungiku.
Sikap yang aneh.
Sebenarnya aku sangat penasaran tapi yasudahlah, untuk apa aku ingin tahu masalah orang lain sementara hidupku sudah diberkahi gelimang masalah rumit.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro