Chapter 17 : The Truth Revealed
Because of you
I don't know how to let anyone else in
Because of you
I'm ashamed of my life because it's empty
Because of you
I am afraid
(Because of you --- Kelly Clarkson)
****
Cuaca hari itu sangat buruk. Hujan deras turun tidak ada ampun, angin kencang mengamuk. Kebanyakan orang memilih untuk tetap bertahan di rumah, mengamankan diri kalau-kalau akan ada badai parah. Tapi aku memaksa untuk keluar, aku bahkan meminta --- nyaris mengemis pada Britt untuk tetap mengadakan pertemuan. Britt bilang dia tidak akan datang, tapi entah kenapa aku yakin Britt pasti akan datang. Aku akan menunggu Britt, sampai malam pun tak masalah. Aku pergi karena yakin Britt akan datang. Anggap saja lamanya waktu aku menunggu Britt akan menghasilkan suatu berita yang sangat bagus.
Aku mengendarai mobil sendiri ke salah satu kafe yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Tempat itu atas usulan Britt sendiri.
Siapa yang menyangka kalau ternyata Britt membuat kejutan karena dia datang lebih dulu! Britt tampak jengkel dengan ponselnya sendiri, dan dari rautnya sangat jelas terlihat kalau dia tengah jenuh. Mungkin karena menunggu aku terlalu lama? Tapi kita membuat janji temu pukul tiga sore, sekarang baru jam satu siang!!!
"Kau sudah lama menunggu?"
Britt mengangkat wajahnya dan kaget karena melihat aku. Well, masing-masing dari kita sepertinya sedang memberi kejutan. "Kenapa kau datang lebih cepat? "
"Same question for you."
Dia memiringkan bibirnya, "Rendah sekali aku karna duduk di depanmu. Aku merasa sangat kotor sekarang."
"Maaf kalau kau merasa begitu. Hanya kau yang bisa memecahkan teka-teki ini."
"A riddle? Are you serious? That's not riddle when everyone know the truth, except you."
"Yah. Blame my foolishness. But i still need the truth."
Dia mengangkat bahunya acuh, "Kau mau mulai dari mana?"
"Dari awal."
"Oke, as you wish, princess."
"Harry, Luke, dan aku sudah berteman sejak kecil. Mereka adalah pembelaku. Apalagi saat... saat ayah tiriku hampir membun--- yah intinya aku selamat karena Harry dan Luke. Semua hal berjalan sangat lancar hingga kita masuk SMA, hingga Harry dan Luke menjadi saudara tiri, hingga... Cassidy datang dan mengubah semuanya."
"Siapa itu Cassidy?"
"Cassidy membuat Harry dan Luke melupakan aku. Mereka berdua begitu terpesona dengan Cassidy. Hubungan mereka yang semula baik-baik saja pun hancur karena mereka sangat amat sering bertengkar. Tidak ada satu hari pun dimana mereka tidak bertengkar, mereka akan saling meninju, saling adu mulut, dan bersaing untuk mendapatkan Cassidy.
"Akhirnya, Cassidy pun menentukan pilihan. Dia memilih untuk mengencani Luke. Konyol sekali karena Harry lebih perhatian daripada Luke. Harry tidak pernah berhenti untuk membuat Cassidy luluh, dia bahkan selalu membawa setangkai bunga mawar setiap kali berjumpa Cassidy. Hal yang paling konyol sekali pun Harry lakukan tapi Luke yang tidak berbuat apa-apa dan sering membuat Cassidy menangis malah yang berhasil menjadi kekasih hatinya. Sangat konyol."
Aku mengangguk paham. Jadi hubungan Harry dan Luke agak renggang karena masalah seorang wanita? Dasar bocah! Mereka masih remaja demi Tuhan dan mereka mengorbankan persahabatan demi seorang wanita yang ---aku tebak hanya akan mampu bertahan beberapa tahun dengan mereka? Konyol.
Tapi membayangkan Harry dengan sikap sweetnya membuatku sangat penasaran. Rasanya aneh sekali bahkan untuk membayangkannya.
"Lalu?" tanyaku tidak sabar karena Britt terlalu lama menggantungkan cerita.
"Tapi hubungan Cassidy dan Luke harus berakhir di bulan kelima. Cassidy minta putus dan besoknya dia menghilang dari hadapan Luke. Hilang yang benar-benar hilang. Luke sedikit depresi. Tapi dia mencoba bangkit belakangan ini. Dia bahkan membentuk geng 5SD di sekolah, dengan mengajak serta Harry. Sayangnya... Malang sekali dia harus bertemu denganmu."
"Denganku? Maksudnya?"
Dia sengaja memperlambat ceritanya. Dia memakan dulu makanan pesanannya, tidak ada yang berbicara apapun selama dia makan. Aku bahkan tidak berminat untuk lapar, walaupun belum ada asupan gizi masuk ke tubuhku sejak semalam. Britt sengaja makan begitu lama, mengolok kepolosanku yang benar-benar buta dengan keadaan.
Segala macam teori bermunculan di otakku. Teori yang masuk akal adalah Cassidy kakak kandungku atau adik kandung atau bisa saja saudara kembar!!!
Britt selesai makan dengan nikmat dan terlalu tenang lima belas menit kemudian. Tapi sialnya, yang keluar dari mulut dia bukan kelanjutan ceritanya tadi melainkan jadwal dia ke salon!!! Berulang kali aku minta agar Britt secepatnya menyelesaikan cerita, tapi dia malah bilang aku jalang kurang ajar, jalang tidak tahu diri, dan sederet makian kasar lainnya. Daripada membuat mood Britt jelek, aku mengikuti alur main dia.
Lucu sekali, tadi Britt bilang dia jijik ada di dekatku tapi kemudian sekarang dia yang malah menahanku berlama-lama di depannya.
"Oke. Aku rasa aku harus kembali ke cerita sebelum seseorang mulai marah."
Aku sudah marah, koreksiku dalam hati.
"Kau sangat amat mirip dengan Cassidy. Terlalu mirip."
Aku mirip dengan Cassidy? Apa mungkin dia saudara kembarku? Kalau memang benar, ini semua membuat hal-hal yang janggal di hidupku mendadak jadi masuk akal. Cassidy pasti dibawa Dad. Makanya, aku tidak bertemu Cassidy karena Dad dan Mom saling menjauh dengan membawa tanggungjawab yang berbeda.
"Luke benci melihatmu karena dia ingat tentang Cassidy yang pergi begitu saja tanpa pamit. Jadi, kau pun jadi sasaran bully dia. Sayangnya, permainan dia terlalu jauh sampai-sampai dia harus berpacaran denganmu. Rendah sekali!"
Mengetahui fakta ini ternyata tidak Sesakit dugaanku. Dari awal aku sudah tahu Luke tidak serius denganku apalagi fakta bahwa Luke menjalin hubungan dengan saudara kembarku, aku tidak merasa sebagai pengganti sama sekali.
"Oh, ya. Walaupun aku sedang mabuk waktu itu, tapi aku yakin sekali Luke dan Harry memperdebatkan dirimu, princess. "
"Apa yang mereka katakan?"
"Sederhana sekali. Mereka membuat taruhan untuk siapa yang lebih cepat mengencanimu."
"Taruhan?" Aku tersenyum lebar. Dugaanku benar. Aku hanya menjadi bahan taruhan mereka. Setiap kali aku membaca cerita dengan si gadis yang menjadi bahan taruhan, aku sungguh iba pada gadis itu. Tapi sekarang aku ada di posisi itu. Dan hebatnya, aku tidak iba sama sekali. Semua hal ini sudah aku prediksi, tidak ada yang meleset.
"Ya... dan kalau mereka sudah puas memakaimu, kau akan ditendang keluar dan merasakan kesakitan karena sudah ditinggalkan seperti yang Luke alami."
"Aku tidak akan merasakan hal itu."
"We'll see."
Aku tidak akan ditinggalkan oleh mereka karena aku yang akan membuat diriku lenyap dengan sendirinya.
Secara tak terduga, ingatanku saat Luke bilang dia mencintaiku masuk menyerbu otak. Kalau dipikir secara matang, ucapan Luke sangat aneh. Aku dan dia baru dekat tak lama tapi kemudian dia bilang dia sudah mencintaiku?
'Seperti Tuhan yang menginginkanmu tetap hidup. '
Bullshit! Liar!!!!
Bodohnya aku percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akalnya! Aku sudah masuk ke dalam perangkap cintanya, aku mencintai dia.
Tuhan dia bawa dalam ucapan cintanya. Menyedihkan sekali aku.
"You wanna cry, sweety?"
"Buat apa? Aku bahkan tidak sedih sama sekali."
Aku berucap sangat percaya diri. Hatiku suda mati rasa karena tidak ada yang memberi cintanya untukku. Aku hanya mainan dan aku ditakdirkan untuk dibenci. Fakta ini membuat keinginanku untuk mati makin menguat.
Tapi sebelum itu, aku harus mencari tahu dulu tentang Cassidy. Aku harus tahu dia ada dimana dan mengucapkan salam perpisahanku dengannya. Kebetulan ini sangat pas karena Mom tengah menjalani bisnisnya di Paris, aku bisa bebas masuk ke ruang kerja Mom dan mencari tahu segala hal yang perlu aku tahu. Aku bahkan sudah mencuri kunci ruang kerja Mom kemarin malam. Rencana sempurna untuk akhir ajal yang sebentar lagi datang.
Sebelum mati, aku harus pamit dulu dengan Cassidy dan Dad.
Ruang kerja Mom ada di lantai yang sama dengan kamar tidurku. Ruangan itu sangat amat besar, dan begitu rapi. Semua tertata begitu teratur. Ada tiga buah rak buku raksasa yang ditaruh di tempat berjauhan, ada sofa panjang di tengah ruangan, dan sebuah tempat tidur di pojok ruangan. Ruangan itu sangat dingin. Yang menyedihkan adalah tidak ada satu foto diriku di tempat ini. Semuanya hanya foto Mom dan beberapa lukisan karya pelukis terkenal. Mom mungkin tidak akan berkonsentrasi kalau melihat wajahku disini, pekerjaannya pasti akan hancur.
Aku berjalan gontai menuju meja kerja Mom. Aku agak terkejut melihat bingkai foto yang berdiri di meja kerja Mom, foto Mom dengan laki-laki asing yang tersenyum lebar dan membawa dua orang bayi mungil. Aku belum pernah melihat Mom tersenyum seperti itu, rasanya indah sekali memandangnya. Lebih indah kalau senyum itu bukan hanya sebuah cetakan foto tapi benar-benar diarahkan padaku.
Ada banyak sekali surat lusuh begitu aku buka laci teratas meja kerja Mom. Surat-surat itu terlihat jelas sekali sering dibuka-buka oleh Mom. Aku membaca kiriman surat itu, dari Alex. Dan ada pula beberapa buah foto Alex dengan orang yang begitu mirip denganku. Alex. Akhirnya aku tahu siapa nama Dad! Dan Cassidy, senyum dia begitu cerah. Pantas saja semua orang suka dengannya. Dia begitu cantik.
Surat itu ditata oleh Mom dari urutan tanggal terlama, yaitu sepuluh tahun lalu. Di surat itu Dad berbicara panjang lebar tentang kesehatan Cassidy yang begitu lemah tapi Cassidy tidak mau membuat Dad khawatir. Berkali-kali Cassidy memaksakan diri masuk sekolah padahal kesehatan jantung dia sedang tidak bagus. Oh tidak, Cassidy terkena jantung?
Di akhir surat Dad selalu menanyakan kabarku pada Mom. Pasti Mom bilang aku baik-baik saja, yah, tapi kenyataan yang terjadi aku dibenci bagai orang gila. Aku tersiksa. Sama seperti Cassidy yang penyakitnya makin lama makin parah.
Sampailah ke surat tiga tahun terakhir. Frekuensi surat ini lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Kalau biasanya Dad mengirim pesan sekitar sebulan atau paling lama tiga bulan sekali, tahun-tahun terakhir ini Dad mengirim surat tanpa henti, bisa seminggu sekali bahkan terkadang setiap hari. Isi surat itu makin gelap semakin lama, kesehatan Cassidy makin parah.
Hingga sampailah pada surat yang menyatakan Cassidy meninggal tepat di ulang tahun dia yang ke lima belas. Aku menangis deras. Aku tidak pernah tahu kalau aku punya saudara kembar tapi saat aku tahu justru saudaraku telah mati.
Tangisku makin deras di surat terakhir Dad.
'Kita bercerai karena ketidakcocokan.
Tapi kita tetap berkomunikasi berkat sebuah kecocokan.
Malaikat malaikat kitalah yang menghubungi kita
Cassidy anak yang sangat luar biasa.
Dan aku yakin Charlotte juga sama luar biasanya.
Aku merasa kegagalan saat merawat Cassidy.
Melihat dia meninggal lebih dulu, tepat di depan mataku membuat aku tak bisa bernapas.
Aku belum bisa menerima fakta bahwa Cassidy meninggal lebih dulu daripada aku si tua bangka ini.
Aku bahkan tidak mengabulkan keinginan dia bertemu dengan Charlotte.
Aku benar-benar gagal menjadi orangtua yang baik.
Aku benar-benar minta maaf padamu karena semua hal yang terjadi di antara kita.
Aku juga minta maaf pada Charlotte karena tidak bisa menjadi ayah yang ada sisi dia.
Maafkan Daddy, Cher... Daddy sungguh sayang denganmu tapi waktu Daddy di dunia sudah habis.
Bahagialah dengan Mommy, dia sangat menyayangimu seperti Daddy mencintaimu.
Maaf Daddy harus pergi lebih dulu menyusul kakakmu.
Daddy sangat mencintaimu, sweety.'
Aku menangis sesegukan. Aku peluk surat itu merasakan tangan Dad sedang memelukku. Aku benci sekali dengan diriku hidupku. Aku tidak tahu Dad dan kakak kembarku sampai usiaku remaja seperti ini.
Suara derak pintu pun tak kugubris, aku hanya menangis seperti orang bodoh. Cadangan air mataku belum mengering, air mataku turun dengan skala yang lebih banyak dari biasanya. Aku menekan tanganku di dada kuat-kuat, sakit sekali menerima fakta ini. Aku seperti terkucilkan di dunia penuh tipuan ini. Semua hal tidak ada yang memihak padaku. Bahkan Dad, orang yang tidak pernah aku jumpai, lebih memilih untuk mati menyusul Cassidy daripada hidup denganku. Aku tidak berharga bagi siapapun.
"Sedang apa kau disini?"
Aku mendongak dan melihat Mom dengan ekspresi marah luar biasa. Mom tidak berhak marah padaku, surat-surat itu juga ditunjukkan padaku. Dad salah besar, Mom tidak pernah mencintaiku... dia membenciku.
***
A/N :
I know this is so sucks.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro