Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16 : Painful... Painful...

Oh...

My aspiration in life...

would be...

to be happy.

(Pretty Hurts by Beyoncé Knowles)

***

Luke memukul Harry seperti seorang yang baru saja kerasukan. Harry yang tidak berdaya tidak membalas sama sekali, aku malah melihat senyum Harry mengembang kala pukulan itu meninju wajahnya. Kalau Luke terus-terusan bertingkah seperti ini, dia bisa jadi pembunuh.

"Luke hentikan! " teriakanku terasa sangat lemah. Semua orang disini menonton dengan bersemangat, tidak ada satu pun yang berniat melerai. Mereka seperti sedang melihat pertunjukan tinju saja.

Luke tidak mendengar. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku menggapai lengan Luke berharap dengan tenaga lemahku bisa membawa Luke menjauh, sialnya tenaga Luke sedang ada di puncak. Luke tidak bisa aku buat menjauh, malah aku yang menjauh terpental karena sikut Luke mendorong dadaku menjauh. Sakit sekali rasanya. Benar-benar sakit. Amat sangat sakit.

Usaha menyakitkan itu tak sia-sia, Luke berhenti. Dia berlari ke arahku, "Oh, Cher. Maaf. Aku... aku..."

"Ssshh... I'm okay. It doesn't hurt like what you think." dustaku sambil memaksa tersenyum dan mencoba untuk bangkit. Rasa nyeri di bagian dadaku masih sangat terasa, badanku sangat lemah sekarang.

"I'm sorry. It's all my fault."

"Just get over it. I'm okay... but, please don't punch people like that again. I can stand it watching you killing somebody."

"Sorry... aku cemburu melihatmu tadi dengan Harry. Untung saja aku cepat datang kesini kalau tidak entah apa yang setan itu akan lakukan padamu."

Sekarang aku menunduk menyesal, aku malu sekali pada diriku sendiri. Aku sedang berhubungan dengan Luke tapi aku malah menikmati ciuman Harry. I becoming the real slut, right now.

"Maaf. Aku seharusnya menurutimu untuk tidak datang ke tempat ini."

Luke lalu membawaku ke dalam pelukannya. Semua orang bersiul heboh. Sekarang tidak ada yang tidak tahu kalau aku adalah kekasih Luke.

"I told you, bro!" Mike bersorak kegirangan dan menagih uang langsung pada Liam.

Semua orang fokus pada kegiatanku dan Liam, tak lagi sadar ada seorang pria babak belur yang masih dalam posisi tidur di lantai. Tak ada yang sadar juga bahwa pria itu sedang bangkit dari kesakitannya, barulah setelah suara sang pemilik terdengar, suasana heboh tadi langsung menjadi senyap. Luke makin mengeratkan tangannya ke pinggangku, tak mau aku kembali terlepas.

"Well... Kalian berdua memang pasangan yang menyedihkan."

"Harry, don't you dare to open your fucking mouth."

Harry tidak peduli, "Yang satu tidak tulus mencintai dan yang satu tolol karena sudah percaya kata-kata yang satunya."

"Shut the fucking up!"

"Apa maksudmu?" Aku bertanya dengan berani.

"Menyedihkan."

Harry pun pergi begitu saja. Aku rasa kata terakhir itu ditunjukkan padaku. Bukankah aku yang manusia tolol itu? Aku jatuh dalam pelukan Luke padahal sudah jelas Luke tidak tulus padaku. Seandainya ada alat pengukur ketulusan cinta pun aku tidak akan mau menggunakannya pada Luke, biarlah dia tidak mencintaiku, biarlah dia tidak memiliki perasaan yang sama padaku, aku bahkan tidak peduli kalau dia hanya mempermainkanku. Aku bisa bertahan hidup sendiri sejak aku lahir, aku selalu bertahan dengan kelakuan menyedihkan yang Mom torehkan, satu pria yang menyakitiku tidak akan berarti apa-apa, bukan?

"Aku mau tahu semuanya."

Luke menahan geram tangan di setir mobil, kita sudah sampai di depan rumahku sejak sepuluh menit yang lalu tapi tidak ada niat sama sekali untuk aku turun. Kami diam membisu di mobil seperti saat di perjalanan tadi.

"Maaf... aku... aku tidak bisa." Luke menunduk dalam, "Aku tidak mau menyakitimu."

"Aku mau tahu semuanya. Sekarang!" desakku tak sabar. Hidup ini kenapa selalu tidak adil padaku? Mereka bilang tidak ingin menyakitiku tapi kenapa aku yang selalu dikorbankan untuk menderita luka yang paling dalam?

"Maaf."

Aku tertawa sarkas, "Baiklah. Simpan saja rahasiamu itu. Tapi jangan remehkan aku, aku pasti akan cari tahu apa yang sebenarnya terjadi."

"Cher ---"

Tidak ada kecupan selamat malam atau pelukan selamat malam. Aku pergi dalam keadaan marah. Marah pada semesta yang aku yakin berkonspirasi dalam kesakitanku nanti.

***

Mom duduk di sofa dengan gelas wine di tangannya. Saat sadar aku sedang berjalan mengacuhkannya, Mom malah melempar gelas itu ke punggungku. Sekali lagi aku merasakan kesakitan itu.

"Darimana saja kau? Puas bersenang-senangnya? Anak tak tahu diuntung... berbahagia di atas penderitaan orang."

Aku berani untuk berjalan mendekat ke arah Mom. Kesakitan ini mengajariku sebuah keberanian bukan ketakutan. Aku sadar kalau tidak ada yang bakal sudi berdiri di sampingku untuk membela, jadi mau tidak mau aku yang harus menghadapi masalahku sendiri. Biarlah aku kumpulkan semua kesakitan ini, karena toh aku untuk berjanji akan mati secepatnya. Tidak peduli kalau aku sedang dalam fase bahagia atau menyedihkan. Aku benar-benar muak ada di dunia ini.

"Di atas penderitaan orang lain?" Aku bertanya sambil tertawa kencang, para pengurus rumah sudah berkumpul untuk menyaksikan satu pertunjukan lagi, "Aku yang paling menderita disini! Akulah orang yang paling menderita gara-gara tingkah Mom dan semua orang. Salah kalau aku bisa sedikit saja..." aku mengatur napasku yang tercekat, "sedikit saja aku merasakan kesenangan? Hanya sedikit saja?"

Aku kembali tertawa bagai orang gila, "Tapi bahkan sedikit rasa senang itu tidak bisa permanen hinggap padaku. Aku kembali dan kembali tersakiti tanpa tahu apa salahku di dunia. Rasanya lebih sakit daripada terbakar di neraka, kau tahu? Sakit sekali. Dan tak ada yang mau membantu. Aku seperti sedang dihakimi oleh manusia yang menganggap mereka Tuhan. Aku letih, kau tahu?"

"Sekarang aku tanya padamu, manusia terhormat yang meminjamkan rahimnya padaku agar aku merasakan neraka jahanam ini. Apa salahku, Mom? Apa salahku? Aku tidak pernah berbuat sesuatu yang salah. Karena tingkah laku Mom lah aku jadi seperti ini sekarang... manusia serba salah di mata dunia. Apa salahku, Mom? Apa salahku?"

Lagi-lagi aku berbicara monolog. Mom tidak merespon. Dia selalu bertindak dan tindakan favoritnya adalah menamparku dalam pukulan sangat kencang. Tamparan itu tidak sakit sama sekali tapi fakta bahwa itu tamparan ke ratusan kali yang Mom toreh di pipiku adalah yang paling menyakitkan.

Aku menangis hingga napasku sesak menuju kamar. Aku menangis kencang sekali. Aku menangis mengeluarkan suara terkencang yang aku bisa, agar ada yang sadar kalau aku ini kesakitan. Aku bukan manusia super, aku ini rapuh. Aku tidak kuat selalu dikucilkan oleh dunia ini. Aku sungguh letih. Amat sangat letih. Terlalu letih untuk dapat berdiri tegak di atas bumi. Aku letih.

Luke berkali-kali mencoba menghubungiku tapi tak ada satu pun yang aku angkat. Aku sekarang malah bertingkah gila karena menelpon seseorang yang pasti akan kaget sekali karena namaku ada di layar ponselnya.

"Britt?"

"Siapa ini?"

"Cher." Aku mencoba mengatur napas dan mengatur diriku untuk tidak menangis sekarang.

"Wow... si jalang menelponku. Apa aku harus bangga, huh?"

"Bisa kita bertemu besok?"

"Apa ini tentang masalah itu?"

Aku benar-benar muak kala semua orang mengatakan masalah itu. Hanya aku yang tidak tahu, hanya aku yang berperan menjadi manusia dungu dalam drama menyedihkan ini.

"Iya. Ini tentang masalah itu."

Tawa terdengar dari seberang, "Apa kau siap mendengar faktanya, princess?"

"Tentu saja, kenapa tidak?"

"Baiklah... ayo kita bertemu besok. Aku sudah memperingatimu kalau fakta ini sangat menyakitkan bahwa aku sebagai orang asing saja merasa kasihan padamu."

"Hm... aku siap."

Aku siap. Semua fakta paling menyedihkan itu pasti tidak akan ada yang menandingi fakta Mom adalah ibu kandungku, bukan? Aku siap menghadapi kesakitan itu lagi. Seandainya ada pekerjaan mengumpulkan kesakitan, aku rasa aku bahkan mengalahkan kekayaan Bill Gates.

***

Berharap banget feel-nya dapet. Sekali lagi, Thanks udah baca 😊😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro