Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 : Mr. Know It All

*****
A/N : sebelumnya makasih ya buat yang udah vote kemarin kemarin. Saya lagi buat target untuk namatin cerita ini karena sudah mau dua tahun cerita ini ada di wattpad dan belum tamat tamat sampe sekarang 😑😑😑. Pokoknya target sih pas bulan agustus bakal selesai atau maksimal bulan september. Doain aja ya. Big thanks once again with all of you. thank you!

***
Mr. Know It All

Well ya think you know it all

But ya don't know a thing at all

Ain't it, ain't it something y'all

(Mr. Know It All - Kelly Clarkson)

.
.

Aku sudah gila. Aku sudah gila. Aku sudah benar-benar gila. Rasanya jantungku tidak bisa berhenti berdegup mengingat bagaimana manisnya ciuman Luke. Aku tidak bisa berhenti memikirkan wajah itu, senyum itu, dan ciuman itu. Jeez, ini sungguh di luar rencana. Aku tidak boleh jatuh hati pada orang itu. Ingatlah, Cher, dia hanya ingin mempermainkanmu!

Semakin aku mencegah wajah orang itu masuk ke alam pikiranku, semakin Luke berkeliaran liar di kepalaku. Sekarang sudah pukul tiga subuh tapi aku sama sekali belum bisa tidur. Hebat... insomnia ini aku alami bukan karena kesedihan seperti biasanya tapi karena seorang Luke dan ciumannya itu.

Aku membuka ponsel dan melihat ada beberapa panggilan masuk dari Luke dan beberapa pesan singkat yang ugh, aku tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata.  Kalimat yang Luke sampaikan dalam pesannya itu terlalu manis. Manis yang berlebihan bisa menimbulkan penyakit mematikan, bukan? Hindari dia Cher, dia itu penyakit! Sekali lagi aku indoktrinasi pikiranku. Lenyaplah kau Luke… Lenyaplah... biarkan aku tidur.

Luke :

Night, ma chérie... have a sweet dreams like you had my sweet kiss tonight. Thanks for the beautiful date today. I enjoy it. Really.

Aku membaca pesan itu untuk kesekian kalinya. Itu pesan pertama yang Luke kirim saat aku dan dia sudah berpisah ke rumah kita masing-masing. Entah kenapa aku tidak bisa tidak bersemu setiap aku baca, sungguh terlalu aneh. Dan sialannya, aku ketagihan membaca pesan itu. Aku sudah benar-benar gila.

Tidak ada satupun pesan singkat yang aku balas. Aku malah berbicara sendiri dengan ponselku dan memaki kalimat-kalimat tentang Luke sudah gila atau aku yang sudah gila. Entah siapa yang lebih gila… kita berdua sudah benar-benar gila. Sangat gila, bukan? Jangan tanya aku kenapa aku berbicara segila ini, karena sekarang aku sedang gila. Aku sungguh berharap bisa menghentikan komentar gilaku sekarang… Gila. Luke harus bertanggung jawab atas kegilaanku.

“Are you satisfied for making me nuts now, huh?” delikku sebal pada ponselku sendiri. I'm positive crazy right now.

Gara-gara sikap gilaku itu akhirnya aku tidak tidur semalaman. Aku terus mengoceh gila yang aku sendiri tak mengerti apa isi ocehanku. Seumur hidup aku selalu diam, karena diam adalah sinonim dari napasku tapi sekarang aku terus berbicara sendiri tanpa henti, tanpa bisa aku kurangi. Apa mungkin Luke sudah menjadi sinonim untuk kebahagiaanku?

Eh, tunggu! Bicara apa aku?!
Luke dan bahagia itu barulah kombinasi yang tidak cocok. Aku tidak sedang bahagia. Aku sedang gila, ingat?

*
Untuk pertama kalinya aku malu untuk pergi kesekolah. Aku malu melihat wajah Luke. Tadi malam saja aku frustasi dengan Luke hingga kehilangan jam tidurku apalagi kalau aku bertemu langsung dengan Luke. Mungkin aku akan bertingkah lebih gila dari pikiran liarku sekalipun, mungkin saja aku akan mencium dan merasakan bibir Luke di hadapan semua murid. Mungkin saja —, Shit!  Apa yang aku pikirkan… itu hal terlarang. Aku tidak akan lagi berada terlalu dekat dengan Luke. Niat awalku adalah membuat Luke iba denganku bukannya malah membuat hal-hal romantis dengan Luke.

Sungguh, pria itu sudah membuatku gila.

Sekarang hari jumat, hari dimana aku mendapat dua kelas yang sama dengan Luke. Tapi aku tidak melihat wajahnya sama sekali di ruang drama. Padahal hari ini adalah latihan kelompokku untuk mempertunjukkan maha karya Shakespeare, oh ya omong-omong ada tiga kelompok dalam kelas ini. Semuanya memainkan pentas Shakespeare, ada Romeo and Juliet, Hamlet, dan Cleopatra and Mark Anthony. Aku baru sadar kalau ketiga drama buatan Shakespeare itu punya jalan cerita yang tragis dengan akhir yang tak kalah menyedihkan. Tidak usah lagi mempertanyakan tragisnya kisah Romeo and Juliet karena aku rasa semua orang sudah tahu tanpa harus diberitahu lagi.  Juga soal kisah  Cleopatra si ratu Mesir dengan Mark Anthony yang lagi-lagi berakhir dengan dua insan itu bertemu di alam baka. Tapi sungguh dari dalam lubuk hatiku, aku ingin mementaskan Tragedi Hamlet, Si Pangeran Denmark. Aku suka dengan cerita mahadasyat Shakespeare itu, lebih gelap dan jalan ceritanya lebih kompleks. Lagipula tidak ada cinta penuh drama di kisah Hamlet, semuanya bertema keluarga dan pembalasan dendam, yang pada akhirnya akan menjerumuskan Hamlet sendiri dalam kemalangan. Hidup tidak adil, huh?

To be or not to be? That's the question.

Itu jargon terkenal yang ditulis Shakespeare dalam Hamlet. Siapa yang tidak mengenal kalimat fenomenal itu? Aku sungguh menyukai kalimat itu. Cocok untuk jiwa-jiwa yang mengemis yang namanya impian sepertiku. Atau seperti orang lain, aku lupa aku tidak punya impian lain selain mati.

Cerita Hamlet mengingatkanku tentang aku, Harry,  dan Luke. Anggap saja aku Hamlet, dan dua laki-laki itu bertukar gender sebentar untuk menjadi Opphelia. Hamlet dalam kisah Shakespeare diceritakan menaruh dendam yang amat sangat, dan dia memanfaatkan Opphelia untuk menjadi jalan mulusnya untuk menikam sang Paman. Hah… cocok denganku. Aku memanfaatkan Harry dan Luke demi kepentingan rasa balas dendamku. Kisah yang sungguh indah.

“Kau mencari Luke?” Suara itu memecah konsentrasiku. Harry sedang berdiri dan menaikkan alisnya padaku bingung karena keterkejutanku.

“Ha? Tidak… tentu saja tidak! Buat apa aku mencari dia?” kilahku gelagapan.

Harry tersenyum miring, “Malang sekali nasibmu. Kau mengharapkan Luke ada untukmu tapi orang yang kau harapkan itu masih terjebak dengan masa lalunya.”

“Maksudnya? ”

“Lihat saja dia tidak masuk sekarang karena ingin bertemu si masa lalu.”

“Aku tidak mengerti.”

“Tidak usah kau mengerti, waktu akan membuatmu paham sendiri.”

Okay, hands up. Aku menyerah mengulik mereka tentang masa lalu sialan itu. Mereka mungkin punya privasi dan aku menghargai itu.

Mrs. Jackelyn datang agak terburu-buru dengan hak tingginya itu. Dia terlihat sangat lesu tapi masih sanggup untuk menghadapi kelas. Mrs. Jackelyn menyuruh setiap kelompok untuk berdiri melingkar. Situasi yang sangat canggung karena Britt dan Cassie jadi pendiam di sekitar 5SD, beda dengan dulu. 5SD sekarang lebih memperhatikanku dan menganggap Britt dan Cassie sama sekali tidak ada. Harry bahkan tidak memberi waktu buat mereka berdua untuk latihan dialog, argumen yang Harry pilih adalah karena peran Cassie dan Britt  punya porsi peran yang sangat amat sedikit.  Keterlaluan memang kalau pentas gagal karena mereka. Britt dan Cassie hanya berperan jadi ibu dari tokoh Romeo dan tokoh Juliet.

“Karena peran Romeo yang maha penting itu sedang kosong. Harry untuk sementara kau jadi Romeo dulu tapi kau juga akan tetap berperan sebagai Paris, mengerti? ”

Harry mengangguk, kembali tersenyum miring. Aku rasa ada hal aneh dalam senyuman itu, seperti sesuatu tentang merendahkan atau apalah itu pokoknya arti senyuman itu sungguh tidak bagus.

“Baiklah, Juliet, mari kita berperan jadi Romeo si bodoh itu.”

“Romeo tidak bodoh, dia berkorban untuk orang yang dia cintai dan itu bukan bodoh.” balasku tidak terima. Aku tidak begitu suka kisah Romeo dan Juliet tapi aku tetap tidak terima ada yang menjelekkan Romeo.

“Tentu saja dia bodoh, kau pikir saja cara kematiannya itu yang tolol. Dia bunuh diri dengan sangat gegabah tidak menggunakan akal.”

“Bukankah Juliet yang lebih bodoh? Dia mati untuk pergi bersama Romeo? Dia tidak tahu saja kalau kematian pun tidak akan bisa mempersatukan cinta lagi.”

“Tahu apa kau soal kematian? Tingkah Juliet itu wajar-wajar saja. Dia mati karena dia ada alasan untuk mati. Alasan dia hidup sudah mati.”

“Tetap saja dia yang paling bodoh.”

Zayn datang persis ke tengah aku dan Harry, “Guys, Hentikan perbedaan bodoh kalian. Sekarang adalah waktunya berlatih bukan untuk berdebat.”

“Aku sudah ingin berlatih daritadi, salahkan saja temanmu ini.”

“Kau lupa. Kalau kau tidak membalas juga aku akan tetap diam. Jadi kau dapat turut andil dalam hal ini.”

Liam yang biasanya lebih suka diam tiba-tiba mengeluarkan suaranya. Memang kadang ucapan yang dilontarkan oleh si pendiam lebih berbahaya dan cenderung menusuk.

“Kalian saling suka, huh?”

“A-apa apaan ucapanmu itu!”

“Lucu saja. Kalian bukan menjadi diri kalian sendiri saat bersama. Kau Cher, kau jadi lebih berani akhir-akhir ini. Dan kau Harry, sejak kapan kau banyak menggunakan mulut untuk adu argumen. Kalian benar-benar lain dari sikap kalian biasanya.”

“Liam. Tutup mulutmu atau kau ingin mati di tanganku?” Kata Harry yang membuat anggota 5SD lainnya tertawa.

“Benar juga analisismu, Liam! Ada yang ganjil dari mereka berdua.” Mike sekarang giliran berkomentar.

Liam tersenyum, “Dan aku punya firasat di pesta besok. Pasti mereka akan melakukan hal gila disana.”

“Guys, waktunya berlatih bukan bergosip. Mrs. Jackelyn sedang menuju ke arah kita.”

Kita pun mulai berlatih dengan serius tanpa ada lagi adu argumen atau analisis pendapat yang bodoh. Di tengah latihan aku merasa butuh untuk ke kamar kecil dan ijin sebentar pada kelompokku dan Bu Jackelyn.

Keluar dari bilik toilet, aku disambut dengan tatapan sebal oleh Britt. Lagi-lagi dia membuatku terpojok di tembok.

“Lucu sekali ya... dalam hitungan waktu, kau jadi Cher yang terkenal dan berubah pesat jadi Cher yang berani.”

Aku sekarang sudah tidak takut lagi dengan Britt, “People's change, so do I. ”

“Jadi bagaimana perasaanmu menjadi jalang di tengah kelompok itu?”

“Biasa saja. Bukankah kau yang lebih tahu banyak karena pertama kau lebih lama bersama mereka dan kedua bukankah kau yang jalang?”

Satu tamparan mendarat di pipiku. Aku tersenyum kecut dan membelai pipiku yang perih, “Kau bajingan brengsek! Tidak cukupkah wanita sialan itu yang merebut perhatian Luke dan Harry? Kenapa kau mesti datang, huh?”

“Wanita itu?”

“Kau tidak tahu? Mau aku beritahu? Bersihkan dulu namaku di sekolah ini pakai lidah kotormu itu.”

Britt pun masuk ke dalam bilik toilet dan membanting keras pintu toilet itu. Ada rahasia besar tentang Luke dan Harry, aku harus cari tahu agar aku bisa lebih mudah untuk menjatuhkan mereka.

“Kenapa lama sekali?” Harry sudah ada di depan pintu toilet perempuan. Mata dia tajam sekali. “Tadi apa yang sudah jalang lakukan itu padamu?”

Aku menggeleng cepat. Terlalu cepat. “Tidak ada. Dia tidak melakukan apapun.”

“Kau bisa membohongi semua orang tapi aku tidak bodoh.” Harry lalu menunjuk kepalaku yang masih diperban, “Aku tahu itu juga perbuatan si jalang, bukan?”

“Aku bilang bukan ya bukan. Terserah kau mau percaya atau tidak toh pada akhirnya kau tetap tidak percaya, 'kan?”

Aku sekarang melangkah di depan Harry. Harry sungguh berbahaya, aku harus hati-hati padanya. Dia itu jelmaan iblis.

“Cher, aku mau bertanya padamu?” tanyanya di belakang.

“Hm?”

“Apa kau benar anak tunggal?”

Aku menghentikan langkahku. Aku ingat dulu Luke juga bertanya hal yang sama padaku. Kenapa mereka berdua terobsesi sekali dengan titelku sebagai anak tunggal? Benar-benar tidak beres.

“Buat apa kau bertanya?”

Dia mengangkat bahunya acuh, “Hanya ingin memastikan.”

“Apa yang harus dipastikan?”

“Sesuatu hal. Kau tidak usah banyak bertanya, nanti kau toh tahu sendiri.”

Aku benci dengan keegoisan dua pria itu. Apa sulitnya sih berbicara langsung padaku? Buat apa menunggu sang waktu kalau mereka bisa sekarang juga menjawab pertanyaanku!

“Dari umur berapa orangtuamu cerai?”

Sekali lagi aku terkejut. Tidak ada yang tahu fakta sentimentil ini.

“Darimana kau tahu?”

“Tidak ada yang tidak aku tahu. Jawab saja.”

Aku mendengus, “Kalau begitu kau bisa jawab sendiri pertanyaan itu, bukankah kau Mr. Know It All?”

Aku sungguh merasa terancam dengan Harry sekarang. Dia begitu banyak tahu tentang masa laluku, di mencari tahu terlalu dalam. Bagaimana dia tahu tentang orangtua kandungku yang bercerai dulu? Apa mungkin itu ada kaitannya dengan masa lalu yang dirahasiakan itu? Aku harus cari tahu sebelum aku mati. Harus.

“Cher!” panggil Luke menahan langkahku yang tergesa-gesa. Dia membuatku berhenti berjalan dan membisiki dengan nada sensual di depan telingaku, “Aku akan menjemputmu besok. Gunakan pakaian paling seksimu.” sekarang tangannya malah membelai perutku dari belakang dan itu membuatku merasa sangat geli bercampur merinding, “Aku tidak sabar melihatmu besok.” dan sebelum dia pergi, dia memberi jilatan di lekuk leherku. Aku tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh siapapun dan entah setan apa yang merasukiku, aku butuh hal yang lebih lagi dari Harry.

Oh aku bisa tambah gila!

**

Maaf kalau makin nggak jelas. ✌✌✌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro