TIPS 5 Memilih Gaya Bahasa, Pilihan Kata, dan Rima
Hai Kepow-er....!
Maaf lama enggak up, soalnya sempat nge-lag karena real life yang bejibun dan sibuk merevisi naskah novel yang insyaAllah akan diterbitkan. Doakan lancar prosesnya, ya.
Tak terasa, alhamdulillah ternyata kita sudah masuk puisi ke-75, jadi hari ini bagi tips dulu, yak.
Oh, iya. Sekadar informasi. Tips ini disadur dari berbagai sumber yang ada di Google, sumbernya pun sudah aku cantumkan, but please ... hargai tulisanku dengan tidak mencopas atau screenshoot tanpa izin, OK! Muach ....
💕💕💕
Menggunakan Gaya Bahasa
Dalam membuat puisi tidak terlepas dari yang namanya menggunakan gaya bahasa. Salah satunya adalah dengan menggunakan majas, misalnya majas perbandingan atau metafora. Tujuan penggunaan gaya bahasa ini adalah untuk membuat pembaca mendapatkan efek tertentu yang bersifat emosional dari apa yang mereka baca.
Salah satu teman dalam kegiatan 30 DWC yang pernah saya ikuti, yaitu @rahmadharyadi (IG) pernah mengutip sebuah puisi dari Bambang Purnomo dalam statusnya WA-nya, yang menjelaskan tentang penggunaan majas secara sederhana dalam puisi, yaitu:
"Tuliskan cinta tanpa menggunakan kata cinta
Tuliskan kecantikan tanpa menggunakan kata cantik
Tuliskan malaikat tanpa menggunakan kata malaikat
Tuliskan keindahan tanpa menggunakan kata indah"
Dari sinilah saya mengerti, betapa penggunaan majas sangat diperlukan dalam pembuatan puisi. Terus terang saja, saya pun belum terlalu mahir. Karena menggunakan majas mengharuskan kita rajin menggunakan Tesaurus agar dapat dengan mudah mencari kata dengan sinonimnya.
Penggunaan gaya bahasa, atau majas ini juga akan membuat sebuah puisi jadi lebih menarik dan lebih hidup. Seseorang yang membaca pun tidak akan bosan dan bisa merasakan apa yang sedang mereka baca.
Gaya bahasa memiliki bermacam-macam jenis. Secara garis besar, gaya bahasa terbagi menjadi empat macam yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa sindiran, dan gaya bahasa penegasan.
Berikut berbagai macam majas/gaya bahasa dalam puisi:
Majas Perbandingan
Macam-macam gaya bahasa yang pertama adalah majas perbandingan. Majas perbandingan adalah majas yang gaya bahasanya diungkapan dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan objek lainnya, bisa berupa penyamaan, pelebihan, atau penggantian.
Majas perbandingan ini masih dibagi lagi ke dalam beberapa macam-macam gaya bahasa, seperti:
Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Atau gaya bahasa yang menyandingkan suatu objek dengan kata kiasan.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut. Atau mencari wanita yang sempurna seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll.
Atau gaya bahasa yang menyandingkan suatu aktivitas dengan suatu ungkapan. Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja. Atau anak kecil itu menangis bagaikan anak ayam kehilangan induknya.
Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Gaya bahasa yang digunakan sebagai kiasan yang secara eksplisit mewakili suatu maksud lain berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri atau usahanya bangkrut karena memiliki utang dengan lintah darat.
Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Contoh: Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih yang berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Atau gaya bahasa yang menyandingkan istilah sesuatu untuk merujuk pada benda yang umum.
Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek Djarum) atau bila haus, minumlah Aqua. Kata Aqua di sini dikenal sebagai sebuah brand air mineral yang sudah cukup terkenal.
Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
Contoh: Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian terkesima.
Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Atau merupakan suatu ungkapan seperti merendahkan diri meskipun pada kenyataan sebenarnya justru sebaliknya.
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku. Atau silakan mampir ke gubuk kami yang sederhana ini. Kata rumah di sini disebut sebagai gubuk.
Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Atau gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tidak masuk akal.
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit. Atau pria itu memiliki semangat yang keras seperti baja, tentu ia akan menjadi orang sukses.
Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia atau gaya bahasa yang digunakan untuk menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia.
Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku atau angin malam telah melarang aku ke luar.
Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh: Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
Sinekdok: Adalah majas yang terbagi menjadi dua yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte. Contoh gaya bahasa ini seperti
- Pars pro Toto: Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga kelihatan.
- Totem pro Parte: Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan kali berturut-turut.
- Totem pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand.
Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus atau gaya bahasa yang di mana kata-kata yang dianggap kurang baik diganti dengan padanan kata yang lebih halus.
Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya? Atau Karena terjerat kasus korupsi, ia harus dihadapkan di meja hijau.
Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Contoh: Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)
Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Contoh: Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik untuk menyantap tikus di depannya.
Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh: Kita bermain ke Ina. (Dalam hal ini, 'Ina' menjadi perwakilan dari lokasi 'rumah milik Ina'.)
Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Atau gaya bahasa dengan ungkapan yang membandingkan antara manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya.
Contohnya seperti, perempuan itu memang jinak-jinak merpati.
Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama. Atau gaya bahasa yang membandingkan dua objek berbeda, namun disamakan dengan menambahkan kata sambung bagaikan, bak, atau seperti.
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.
Atau wajah ayah dan anak itu bagaikan pinang dibelah dua.
Majas Sindiran
Macam-macam gaya bahasa yang ketiga adalah majas sindiran. Majas sindiran, adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan dengan tujuan untuk memberikan ejekan atau sindiran bagi seseorang, perilaku, dan suatu kondisi.
Beberapa jenis majas sindiran, yaitu:
Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Atau gaya bahasa yang menggunakan kata kiasan dengan makna berlawanan dengan fakta sebenarnya.
Contoh:
Suaramu merdu seperti kaset kusut, atau rapi sekali ruanganmu sampai aku kesulitan untuk duduk di sini.
Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar. Atau gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir orang lain dengan konotasi yang kasar
Contoh: Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi kepalamu! Atau dasar tidak becus! Kalau tidak bisa kerja, kamu hanya akan jadi sampah masyarakat.
Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi). Atau gaya bahasa di mana seseorang memberikan sindiran secara langsung kepada orang lain.
Contoh: Kamu kan sudah pintar? Mengapa harus bertanya kepadaku? Atau Kotor sekali kamarmu sampai debu debu bertebaran di mana-mana.
Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas Penegasan
Macam-macam gaya bahasa yang terakhir yaitu majas penegasan. Majas ini adalah gaya bahasa untuk menyatakan sesuatu secara tegas guna meningkatkan pemahaman dan kesan kepada pembaca atau pendengar.
Beberapa jenis majas penegasan adalah:
Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Atau gaya bahasa yang menggunakan kata-kata dengan makna sama, tapi diulang-ulang terkesan tidak efektif tapi disengaja untuk menegaskan sesuatu.
Contohnya, Kita harus maju ke depan agar bisa menjelaskan pada teman sekelas. Kata maju sudah pasti ke depan. Atau Saya naik tangga ke atas.
Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Atau Repetisi, adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata dalam suatu kalimat.
Contohnya seperti, pria itu pencopetnya, dia pelakunya, dia yang mengambil dompet saya. Atau Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.
Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Contoh: Dengar daku. Dadaku disapu.
Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Atau gaya bahasa yang mengulang-ulang sebuah kata untuk menegaskan makna kata tersebut dalam beberapa definisi yang berbeda. Biasanya jenis majas ini digunakan pasa sebuah puisi.
Contoh majas ini seperti, sayang itu sabar. sayang itu lemah lembut. sayang itu memaafkan.
Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya. Atau merupakan gaya bahasa yang mengulang kata yang bersinonim untuk menegaskan suatu kondisi atau maksud tertentu.
Contoh gaya bahasa ini seperti, sia adalah gadis yang penuh dengan kasih, sayang, dan cinta.
Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
Contoh: Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)
Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting. Atau gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari dua hal secara berurutan di mana tingkatannya semakin lama semakin tinggi.
Contohnya, pada saat itu semua orang, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia pergi mengungsi akibat gempa. Atau Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.
Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting. Atau gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari tingkatan tertinggi ke tingkatan terendah.
Contohnya seperti, setiap hari Senin, mulai kepala sekolah, guru, staff dan siswa rutin melaksanakan upacara bendera.
Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
Contoh: Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.
Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Atau Retorik, merupakan gaya bahasa dalam bentuk kalimat tanya tetapi sebenarnya tidak perlu dijawab. Majas ini biasanya dipakai untuk penegasan sekaligus sindiran.
Contohnya, kalau kamu sholat subuh setiap kapan saja?
Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Contoh: Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.
Majas Pertentangan
Macam-macam gaya bahasa yang kedua yaitu gaya bahasa pertentangan. Majas pertentangan adalah gaya bahasa dalam karya sastra yang menggunakan kata-kata kiasan di mana maksudnya berlawanan dengan arti sebenarnya.
Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar. Atau merupakan suatu gaya bahasa yang membandingkan situasi sebenarnya dengan situasi kebalikannya.
Contoh majas ini seperti, di tengah keramaian itu aku merasa kesepian.
Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya. Atau merupakan gaya bahasa yang memadukan pasangan kata di mana memiliki arti yang saling bertentangan.
Contohnya, Orang akan menilai baik buruk diri kita dari sikap kita kepada mereka.
Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Atau merupakan gaya bahasa yang menyangkal pernyataan yang disebutkan sebelumnya. Biasanya majas ini disertai dengan konjungsi misalnya hanya saja atau kecuali.
Contoh gaya bahasa ini seperti, Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbatasan.
Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
💕💕💕
Nah, itulah macam-macam majas yang biasa digunakan untuk puisi maupun sastra lain. Semoga dapat menambah gudang ilmu kita dan bermanfaat.
Salam kepo! Serta selamat berpuisi dan mengindahkan dunia.
MK.Laylha - 02 Juli 2020, 15.25 WIB
Berikut beberapa Sumber Tulisan:
1. https://ruangkerjablog.wordpress.com/2016/05/04/macam-macam-majasgaya-bahasa-dalam-puisi/
2. https://www.merdeka.com/jabar/4-macam-macam-gaya-bahasa-dalam-sastra-beserta-pengertian-dan-contohnya-kln.html
💕💕💕
Jika ada kesalahan dalam penulisan, mohon untuk komentar. Terima kasih.
💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro