Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

That Night Party (Part 5)

Pak Tenchou menenggak ludahnya kasar. Dia bawa anak-anak meskipun ngga sebanyak si Shoose. Tapi tetap saja, dalam keadaan krisis ini yang harus ia utamakan adalah keselamatan anak-anak.

"Anak-anak," panggil beliau, "Bapak akan buka jalan. Kalian cepat lari ke gerbang samping, ya. Kalau sudah sampai di sana, kalian aman. Karena berbatasan langsung dengan wilayah masyarakat umum Bapak yakin mereka ngga akan menyakiti kalian secara langsung kalau kalian sudah keluar gerbang."

Kain segera menyela, "Tapi,Pak-"

"Jangan protes! Cepatlah!" Pak Tenchou memotong sepihak.

Pria itu lalu mengeluarkan bungkusan karung yang dipikulnya sejak dari ruang pesta. Ketika Krad dan temen-temen nanya, Pak Tenchou hanya tersenyum sambil menjawab 'ada deh'

Kini ia membuka karung itu, membuat anak-anak tercengang dengan apa yang dibawanya.

Shotgun

Para penyusup itu sadar akan bahaya yang mengancam. Mereka langsung bersiap membidik dan mulai menembak. Tetapi Pak Tenchou lebih cepat. Ditariknya pelatuk shotgun itu menghabisi para penyusup di hadapannya.

"Jalan sudah terbuka. Anak-anak, cepat!!" teriak Pak Tenchou. Krad dan teman-temannya yang lain bergegas memanfaatkan kesempatan itu. Mereka berlari menuju jalan selanjutnya. Beberapa penyusup coba hentikan mereka, tetapi Pak Tenchou menghalang mereka lebih cepat.

"Jangan ganggu anak muridku!" teriaknya sangar.

Baru saja guru itu akan menoleh, ia baru menyadari sebuah tongkat pemukul tinggal beberapa senti dari wajahnya. Tentu saja ia sangat kaget. Kejadian itu terlalu tiba-tiba.

Namun si empunya tongkat tau-tau terpelanting agak jauh. Akibatnya pemukul besi yang ia genggam terjatuh, dan langsung ditangkap oleh seseorang yang membuat ia terlempar.

Pak Tenchou terbelalak, "Kuroneko?? Kamu ngga ikut??!"

Gadis kecil di hadapannya menghela napas dalam. Baru saja ia menyelamatkan nyawa sang guru dengan menghantamkan guci hiasan besar ke orang dengan tongkat pemukul. "Tenang aja. Mereka bertiga bisa sendiri. Tapi kan Bapak sendirian. Kuroneko ngga bisa biarin Bapak sendirian. Kuroneko harus ikutan!"

Baru saja Vip Tenchou mau menyanggah, seorang penyusup menyerangnya. Dengan cepat dan refleks yang bagus, Pak Tenchou menendang kepalanya hingga kupluk maling yang dikenakan orang itu terlepas.

Vip Tenchou terkejut bukan main. "Kau... kau kalau tidak salah orang dari angkatan darat yang sudah lama menghilang tanpa kabar, bukan?!" ia bertanya dengan wajah pucat.

Orang itu hanya menyeringai sambil lanjut menyerang Vip Tenchou. Beberapa penyusup lain hendak menyerang pria itu dari belakang, tetapi Kuroneko menahan mereka dengan pemukul besi yang berhasil ia jarah. "Serahin yang belakang ke Kuro, Pak!"

Baiklah, kali ini Vip tenchou tak bisa membagi fokusnya ke banyak hal. Jadi ia mencoba memercayakan apa yang tidak bisa ia tangani pada gadis kecil itu.

Kuroneko terdiam, menatap para penyusup di hadapannya dengan tajam. "Dengar kalian! Aku, Kuroneko. Ayahku ketua komplotan preman terbrutal di perfektur ini dan ibuku ketua geng motor legendaris kota ini. Kalian akan dapat masalah besar kalau berani berurusan denganku!!"

Benar, home visit waktu itu ia dan Shoose dikejutkan pemandangan mengerikan. Kedua orangtuanya sedang berkelahi sementara Kuroneko duduk meringkuk di pojokan. Isak tangis terdengar. Kalau saja mereka berdua tak datang waktu itu, Kuroneko sudah down sekarang.

Tapi syukurlah, anak itu kini percaya diri. Nasihat Pak Shoose pada kedua orangtuanya dan Kuro benar-benar hebat, batin Vip Tenchou sambil tersenyum.

Kini yang harus ia lakukan adalah fokus pada lawan tangguh di depannya. Kekuatan serta skill tentara yang sedang menghadangnya di depan.

"Apa yang membuat kau mau bergabung dengan kelompok laknat ini? Padahal kau seorang prajurit. Kemana saja kau selama ini??!!" teriak Pak Tenchou dengan nada meninggi.

Orang itu menyerang cepat. Pak Tenchou terkejut. Tiba-tiba saja orang itu sudah di hadapannya. Tepat di telinga Tenchou orang itu berbisik,

"Kau yang kemana saja selama ini, Letnan Kolonel Vip Tenchou..."

-

-

-

Rombongan evakuasi berlari menyusuri koridor, menuruni tangga bawah tanah. Mereka memutuskan untuk keluar melalui jalur bunker rahasia. Arahan dari Ama akan menuntun mereka supaya tidak tersesat.

"Itu dia, bunker-nya di depan!" seru Ayah Krad sambil menunjuk sebuah pintu besi. Yang lain menghela napas lega.

Perlahan Ayah Krad membuka pintu bunker. Pria itu terkejut melihat sesosok orang tengah berdiri dengan santainya di dalam bunker. "A-Anda, kan... sekretaris pribadi Pak Walikota?" terka Ayah Krad.

Orang tadi tersenyum, "Oh, kalian para tamu berhasil kabur? Syukurlah..." ayah Krad bertambah lega. Kini mereka sudah aman.

"Jadi selama ini kaulah orang dalamnya, Bu Sekretaris?" semua menoleh pada Ayah Luz yang berdiri di baris paling belakang rombongan. Sengaja, agar Ayah Krad bisa menjaga para tamu dari depan sementara Ayah Luz dari belakang.

Ayah Krad terkejut, "M-maksud lo apaan??" ayah Luz menatap tajam sekretaris itu. "Pak Shoose bilang kepolisian dibuat tersesat dalam pesta ini. Mereka bilang di surat yang sampai pada mereka tertulis bahwa pesta diadakan di lapangan ujung timur kota," terang beliau.

"Berarti sabotase informasi itu dilakukan melewati surat. Dan orang yang seharusnya mengurusi semua surat dalam hal ini adalah Anda, bukan, Bu sekretaris?" Ayah Luz menodongkan pistolnya pada wanita itu.

Sekretaris itu menyeringai, kemudian tertawa lepas. Semua bergidik ngeri melihatnya. "Memang hebat seorang darah biru seperti Anda. Tidak, atau yang harus saya panggil... Black Light?" ayah Luz semakin siaga. Orang ini merencanakan sesuatu. Pasti!

"Memang benar, saya yang membantu penyusupan ini berjalan lancar!" ungkap wanita itu mantap. Ayah Luz menggertakkan giginya, "Apa tujuanmu?!"

Lagi-lagi seringai tersungging, "Itu tak penting untuk kau tahu. Yang pasti, kalian ngga akan bisa keluar dari sini!"

Hawa keberadaan seseorang terdeteksi. Ayah Luz yang sadar langsung berbalik dan mendepak orang yang berdiri di belakangnya. Sesosok pria kekar dengan senjata. Orang itu terlempar hingga membentur dinding akibat serangan Ayah Luz, tetapi masih bisa berdiri.

"Wah...wah...wah... memang lain ya serangan dari seorang bos mafia...," gumam orang itu sambil meregangkan tubuhnya. Ayah Luz melonggarkan dasinya, "Cih, orang ini cukup kuat!"

Pria berbadan kekar itu kembali menyerang Ayah Luz. Sebelum orang itu melayangkan tinjunya ke Ayah Luz, tiba-tiba Ayah Krad menyleding kepala si penyusup hingga meretakkan lantai.

"Gue bantuin lo. Sekarang yang penting para tamu dulu!" kata Ayah Krad. Ayah Luz mengangguk, kemudian dengan cepat menekan tombol pintu bunker. Pintu itu menutup. Untungnya para tamu dan ShonenT sudah di dalam.

"Nak Tomohisa! Sekarang bimbing saja para tamu ke pintu keluar bunker di ujung sana! Biar orang ini Om yang tangani!" seru Ayah Luz. Kemudian pria itu bergabung dengan Ayah Krad melawan orang tadi.

ShonenT menenggak ludah. Pasalnya jalan keluar mereka kini dihalangi oleh si Bu Sekretaris. Orangnya bawa pistol pulak! shonenT kan jadi takut...

"Jangan pikir kalian semua bisa lolos dari sini! Biar saja kalian mati jadi penunggu di tempat ini!" ujar si Bu Sekretaris.

Mendengar itu, ShonenT terdiam. Tak lama anak itu tersenyum tipis.

"Penunggu, ya?" bisiknya pelan.

Anak itu menjentikkan jari. Dalam sekejap, para tamu pesta di belakangnya jatuh semua, tak sadarkan diri. Si Sekretaris kaget, "Apa yang terjadi??"

Perlahan berkabut. ShonenT maju selangkah, Sekretaris itu menodongkan pistol ke arahnya. "J-jangan mendekat!" hardik wanita itu takut-takut. "Ngga pa pa. Mereka cuman tidur, kok," jelas ShonenT sambil memasang senyum manis.

"Tante tau engga?" sekretaris itu terduduk. Ia menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Tomohisa kecil. Tubuhnya gemetar hebat. Kedua matanya seakan mau keluar. Dan lagi, rasanya ia ingin mengompol melihat apa yang ditunjuk anak itu.

ShonenT masih setia dengan senyum manis, kini menatapnya.

"Dulu di sini juga pernah ada pembantaian, lho..."

-

-

-

Gue terperangah kaget ketika melihat regu terakhir yang sampai di ruang pribadi pak Walikota – Regunya Araki – datang. Mafumafu menggendong Soraru yang lemah di punggungnya. Yang lebih mengejutkan,

Gue harap bercak-bercak merah yang mengotori Mafu itu saos tomat. Tapi dari baunya gue yakin bukan.

"Kalian kok bisa sampe begini, sih?!" omel gue yang langsung menghampiri mereka. Mafu mendunduk dalam, "Maaf, Pak, Mafu kelepasan..."

Gue tepok jidat. Oh my...gimana caranya gue ngejelasin ini ke Aisu??

"Kaki kiri Soraru ketembak, Pak," ujar Araki. Gue kaget, lantas mengamati area stoking paha kirinya sobek. Kemungkinan itu yang ketembak.

"Bentar, ya, Bapak keluarin dulu pelurunya. Bahaya kalo dibiarin," kata gue. Mafu setuju. Anak itu memangku Soraru. Awalnya bocah raven itu ragu, tetapi akhirnya dia mau juga.

Sou meminjami gue sebuah pinset kecil. Dengan hati-hati gue berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di kaki bocah kecil itu. Soraru menyembunyikan wajahnya di pundak Mafu. Kedua tangannya meremas pakaian si albino sementara tubuhnya gemetaran menahan sakit. Terdengar juga sayup-sayup rintihan tertahan.

"Nah, sudah," kata gue setelah beres membalutkan perban dari kain seadanya di paha Soraru. Bocah itu terengah. Gue tau pasti rasanya sakit banget. Tanpa bius pula. Tapi gue salut si Soraru tahan. Yah, meskipun titik-titik air gue lihat menggantung di sudut matanya.

Soraru gengsi, bung!

Anak-anak lain melongo. "Kok Bapak bisa sih ngeluarin pelurunya? Bapak udah ahli, ya??" celetuk Reol takjub.

Gue berdiri dan menggendong Soraru, "Sudah! Yang penting sekarang kita keluar dari gedung ini dulu. Sama Pak Walikota sekalian. Soraru sama anak-anak yang sekiranya punya cedera ngga boleh ikutan lagi kalo ada penyusup menyerang! Kita keluar lewat belakang!"

-

-

-

Kradness sweatdrop. Kain dan Kogeinu juga bingung. Misi mereka yang sebenarnya itu membuka gerbang samping balai kota biar nanti polisi bisa masuk dari sana. Tetapi saat ini di hadapan mereka malah ada beberapa penyusup berbadan besar yang nungguin.

"Sebenernya ada berapa orang sih yang masuk??" ujar Kain kebingungan. Sebenarnya mereka sudah di halaman samping. Pintu gerbang sudah di depan mata. Hanya tinggal jalan lurus lalu membuka gerbang, selesailah misi mereka.

Kradness melihat sekeliling. Mencari kemungkinan kalau-kalau ada sniper yang mengintip. Syukurlah sepertinya aman. Bocah itu lalu memandang sesuatu yang berdiri di pojokan halaman.

Bocah itu mengedipkan matanya pada si Kain dan Kogeinu. Dua bocah itu saling pandang. Sejurus kemudian pandangan mereka beralih pada apa yang dilihat Kradness.

Saat ini mereka sembunyi di dalam semak-semak. Jadi orang-orang itu belum menyadari keberadaan mereka. Dan bagi rencana Kradness, hal ini sangat menguntungkan.

Setelah melihat apa yang dilihat Kradness, Kain dan Kogeinu mengerti apa yang harus mereka lakukan. Kradness mengangguk puas. Setelah itu ia keluar dari tempat persembunyiannya.

Para penyusup penjaga terkejut melihat kehadiran anak itu. Mereka langsung siaga. "Eh, anak kecil! Sedang apa kamu di sini?!"

"Harusnya aku yang tanya begitu!" potong Kradness, "Asal kalian tau, Ayahku itu orang kaya, tauk!"

***

To be continued :"))

Extra ngegantung buat chapter ini boi...

Ehe... Maaf yak, harusnya apdet kemaren, tapi Kafka lagi jelonk-jelonk ke luar kota hehe... 😎

Karena itu w matimatian ngetik ulang nih chapter di wp karena laptop ditinggal di rumah! Begitu juga sama fanart chapter ini. Hadeh....

Sabarin ajaa... :)

Alhamdulillah disaat kritis ini naq EROhana bikinin fanart special! Huooh!!! Selamatlah diri ini!!
*hela napas lega*

Gils keren banget! Aing terhura huwee 😭😭😭
Makasih banyak yaa Naq... 👍

Satu lagi nih dengan alat seadanya. Pinjem pulpen sama kertasnya resepsionis pulak TvT

Sekian dulu apdet kali ini. Fanart chapter ini mungkin chapter selanjutnya yaak. Byebye!! 👋👋👋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro