Independent (Part 2)
Peringatan! Fanart ga nyambung detected!!!
Araki dan Nqrse...
Mereka berdua sudah saling kenal bahkan dari sebelum mereka lancar bicara. Ini karena orangtua mereka berdua merupakan sahabat baik sehingga mereka berdua juga bersahabat dengan baik. Kemanapun mereka selalu bersama. Rumah mereka pun ternyata bersebelahan.
Tetapi setahu gue, Araki udah engga punya ibu. Sama kayak Luz dan Kashitaro. Ditambah lagi Ayahnya jarang di rumah karena pekerjaannya. Jadi Araki juga kerap kali menginap di rumah Nqrse.
"Ngga, suaramu bagus, kok. Unik. Kata siapa kamu ngga manis? Kamu manis, kok."
Gue diam dari balik dinding - iya, gue ngga sengaja denger pembicaraan mereka, masalah?? - gue jadi sedih sendiri ngelihatnya. Nqrse butuh motivasi dan dukungan biar dia percaya diri. Araki emang sering menghiburnya, tapi... gue ngerasa gue juga harus bertindak membantunya.
Akhir pekan ini ada bazar hasil laut di gedung serbaguna dekat kantor walikota. Gue ngajakin Nqrse sama Araki ke sana. Untungnya mereka berdua mau. Soalnya gue bilang mau bikin barbeque seafood kecil-kecilan. Rencananya sih kami bakal bikin di halaman belakang rumahnya Nqrse nanti.
"Waah... Pak, liat tuh Pak! Kerangnya gede-gede banget!!" seru Araki antusias sambil menunjuk deretan cangkang di sebuah stan. "Oh... itu namanya tiram," ujar gue menjelaskan. "Kita mau beli apa aja, sih, Pak?" kali ini Nqrse yang bertanya.
Gue hanya membalasnya dengan senyuman, "Udah... ikut Bapak aja..." akhirnya, kami sampai di depan sebuah stan.
"Mbak'e, biasa, cuminya sekilo," kata gue sambil menunjuk deretan cumi-cumi segar berukuran lumayan.
Si penjual - Ikasan - menyipitkan matanya, "Bawa duit, kan?"
"Aissh! Iya, gue bawa. Tenang ajaa..."
Gue melirik ke arah Nqrse. Wajah anak itu keliatan shock habis denger suara si Ikasan. Lantas gue kembali menyunggingkan senyum penuh arti. "Araki, temenin Bapak beli daging salmon, yuk. Nqrse tolong tungguin cuminya sampe selesai dibungkus, yaa. Nih duitnya pas," gue menyodorkan sejumlah uang ke gadis itu lalu pergi bersama Araki.
Mulanya Nqrse tetap diam sementara Ikasan sibuk memilah cumi-cumi dan membersihkannya. Namun tak lama ternyata anak itu mulai penasaran.
"Eng... Kakak... perempuan, kan?" Nqrse bertanya ragu. ikasan tersenyum mendengarnya. "Kenapa? Suara kakak keren, ya? Hehe..."
Nqrse langsung gelagapan, "B-bukan gitu, Kak, a-aku ngga bermaksud mengejek..." ikasan tertawa kecil, "Iya, Kakak paham kok. Banyak juga orang yang bilang suara kakak kek cowo. Suara kamu juga unik."
Nqrse terdiam. Ia langsung teringat perkataan Araki. "Em... Kak, Kakak... pernah malu engga sama suara Kakak yang kayak gitu?" Nqrse bertanya dengan suara lirih. Ikasan berpikir sejenak, kemudian ia kembali menatap Nqrse dengan senyum simpul.
"Awalnya sih iya. Kakak sering diejek sama temen-temen kakak waktu kecil karena suara Kakak yang begini. Tapi setelah dipikir lagi, itu bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan, kok. Apalagi waktu ketahuan kalo Kakak pinter nyanyi. Rata-rata pada suka tuh sama suara Kakak. Habis itu, Kakak ngga pernah lagi sedih atau ngeluh karena suara Kakak. Anggap saja itu kelebihan yang unik. Kamu juga pasti punya sesuatu yang bisa disukai banyak orang, kok, dengan suaramu itu."
Lagi-lagi Nqrse terdiam, memikirkan perkataan Ikasan barusan. Kalau dipikir-pikir lagi, selama ini ngga ada temen sekelasnya yang mengejek suaranya itu. Rata-rata dari mereka kagum sama suaranya dan berbinar karena kecepatan ngomongnya yang diatas rata-rata. Yah, meskipun itu bencana buat orang yang lemot macem Sakata atau Kogeinu.
"Nqrse keren! Ngomongnya cepet banget!" puji Mafu sambil bertepuk tangan lalu menggebrak meja dengan keras. Akibatnya Soraru bangun dan langsung menjitak kepalanya.
"Kamu ngomong selama itu ngga tarik napas? Keren banget sih!" Urata nyeletuk sementara Senra dan Sakata melongo.
"Wah, Kalo Luj pacti udah cliwel duluan lidahnya," Luz berkomentar.
"Makasih ya, gara-gara denger suaramu kakak kelas 4 pada takut ngebully aku lagi!" Amatsuki melompat kegirangan.
Senyum tersungging. Setiap recorder ingatan masa lalunya tentang pujian teman-teman sekelasnya mengalir begitu saja. Benar juga, ya. Kenapa selama ini dia mempermasalahkan hal sepele seperti itu? Teman-temannya saja mengaguminya, kenapa dia malah sedih?
"Makasih, ya, Kak. Mulai sekarang aku ngga akan malu lagi dengan suaraku!" Nqrse mendeklarasikan janjinya. Membuat Ikasan ikut tersenyum senang.
Tak lama gue dan Araki kembali dengan sekantong belanjaan. Kami pun berpamitan pada Ikasan dan pergi untuk pulang.
Belum sampai di pintu masuk utama, Nqrse menarik lengan baju Araki. Bocah itu menoleh, "temenin ke toilet, yuk..." kata Nqrse yang ngga tahan. Araki langsung pasang tampang horor.
"K-Kamu nunggu di luar aja, jangan ikut masuk!" Nqrse langsung meluruskan sebelum pikiran Araki kemana-mana. Gadis itu lantas menarik tangan Araki sebelum bocah itu sempat menjawab. Gue menghela napas, "Bapak tunggu di luar, ya!" Dan dijawab dengan seruan setuju dari Nqrse.
Sesuai kesepakatan, gue nunggguin di luar. Tapi ngga lama, gue melihat orang-orang berlari panik dari dalam. Gue kaget, apalagi ketika ngelihat asap mengepul dari dalam gedung bazar.
"Kebakaran! Ada kebakaran di dalam gedung!!!" orang-orang berteriak panik.
Gue ikutan panik ngedengernya. Langsung aja gue bersiap ambil langkah seribu ke dalam gedung. Tapi beberapa orang ngelarang dan menahan gue di tempat.
"ANAK MURID SAYA MASIH DI DALAM! LEPASIN SAYA!!" gue berseru dengan kalapnya, tetapi orang-orang itu tetap menahan dambil menenangkan gue, bilang bahwa sebentar lagi petugas pemadam kebakaran akan segera tiba.
Sementara di dalam gedung, Araki berlari menerobos kobaran api sambil menggandeng Nqrse di belakangnya. Mereka ngga sadar kalau terjadi kebakaran. Begitu keluar toilet, kobaran si jago merah sudah menyambut mata mereka.
"Ayo, Nqrse! Jalan keluarnya sudah keliatan itu di depan!" seru Araki. Nqrse terbatuk-batuk. Sudah sejak tadi bau asap menyapa indera penciumannya.
Tiba-tiba Araki merasa mendengar suara di atasnya. Ia menengadah dan terkejut melihat kayu-kayu penyangga atap berjatuhan ke arah mereka berdua.
Anak itu langsung mendorong Nqrse menjauh darinya. Tetapi ia tak sempat lari. Kayu-kayu itu menjatuhinya.
"ARAKI!!!" Nqrse menjerit panik. Gadis itu langsung berlari menghampiri sahabatnya yang tertindih kayu-kayu.
"Lari, Nqrse!" pinta Araki, "Jalan keluarnya sudah di depan. Ngga usah pikirin aku! Cepetan lari! Minta bantuan ke Pak Shoose!"
"TAPI KALO KAYU-KAYU INI KEBAKAR DULUAN GIMANA???" Araki tercekat mendengar jeritan keras itu. Nqrse ngga pernah menjerit sampai seperti itu. Araki menengadah, menatap Nqrse yang juga menatapnya dengan lelehan airmata.
"Nqrse ngga akan ninggalin Araki, ngga akan pernah!"
Gadis itu lalu mulai membongkar kayu-kayu yang menindih Araki. Tanpa henti, tanpa kenal lelah. Tangan kecilnya terus berusaha mengenyahkan kayu-kayu itu. Airmatanya terus meleleh, bersamaan dengan peluhnya yang membanjir berkat banyaknya tenaga yang ia keluarkan ditambah suhu yang panas.
"Nqrse, sudah, berhenti! Tangan kamu berdarah!!" seru Araki begitu melihat lecet-lecet yang bermunculan di tangan Nqrse.
"BIARIN!" Nqrse tak berhenti, "NQRSE NGGA PEDULI!"
Araki menggeleng, airmatanya ikut menetes juga, "Ngga... jangan, Nqrse..." Nqrse diam sejenak, beberapa suara sesenggukan lolos dari tenggorokannya,
"Kalo Araki mati..." desisnya dengan suara serak, kebanyakan menjerit. Araki terhenyak, lantas menatap Nqrse. Menjumpai kesedihan mendalam pada sepasang manik fuschianya.
"Kalo Araki yang mati, nanti Nqrse main sama siapa??!!"
Ingatan Araki berputar mendengar kalimat itu. Kembali ke saat itu, saat dimana dirinya masih belum genap berusia enam tahun. Saat ibunya baru meninggal, meninggal karena kesalahan yang ia buat sendiri. Saat dimana dia dan Nqrse duduk di tepi sungai, hingga senja. Gadis itu mengucapkan kalimat tersebut sambil menatapnya dengan derai airmata.
Araki kecil tak tahu harus berkata apa, ketika melihat sahabatnya menatapnya sambil menangis seperti itu. Ia diam, sampai tiba-tiba Nqrse memeluknya dengan erat, dengan pelukan hangat.
"Nqrse ngga akan biarin Araki kesepian, Nqrse juga ngga akan biarin Araki sedih. Nqrse bakal selalu jadi teman Araki, selalu nemenin Araki dan dengerin semua cerita Araki. Makanya, Araki jangan sedih, ya?" hiburnya dari balik bahu si surai apel.
Titikan airmata kembali meleleh, membuat Araki membalas pelukan itu, "Makasih, Nqrse. Kamu temen Araki yang paling baik. Araki janji, apapun yang terjadi, Araki bakal selalu di pihak Nqrse. Araki bakal selalu jagain Nqrse..."
-
-
"ARAKI!! NQRSE!!!"
Mereka berdua tersadar dari keheningan masing-masing. Gue berlari menerobos api. Akhirnya setelah perjuangan panjang, gue yang emang pinter ngomong berhasil meyakinkan orang-orang itu untuk masuk kemari. Yah... dengan bantuan Ikasan juga, sih...
Mata Nqrse berkaca-kaca, ia tak sanggup berkata apa-apa ketika melihat kedatangan gue. sampai anak itu menutupi bibirnya dengan kedua tangan. Bahagia dan leganya bukan main.
Tanpa basa-basi, gue langsung menyingkirkan kayu-kayu yang menindih Araki tanpa kesulitan berarti. Gini-gini tenaga gue lumayan soalnya. Gue langsung membopong anak itu dan Nqrse keluar dari sana.
Tepat ketika kami sudah sampai di luar, pintu masuk gedung ambruk, gedung sudah dilalap api semuanya. Gue menghela napas lega. Untung saja gue sempat. Telat sedikit saja, bisa gawat kan?
Nqrse yang gue turunkan terlebih dahulu langsung menerjang tubuh Araki sambil tersedu dengan kerasnya. Mulutnya tak berhenti mengucapkan syukur. Sementara Araki yang sempat terkejut perlahan tersenyum, ia belai rambut sahabatnya dengan lembut. Jurus andalannya kah itu??
Syukurnya, tak lama kemudian pemadam kebakaran datang memadamkan api. Tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, tetapi penyebab kebakaran masih belum jelas kebenarannya.
***
Akhirnya... Masalah si Nqrse selesai...
Duh, ni dua sejoli tak ubahnya SorMaf bagi gue. Lucu dan manis bgt mereka tuh.
Tambahan fanart...
Bwt yg SoraLuz, masih bingung mikirin kostumnya jd belom bisa dipublish di chapter ini. Inshaallah otw yaak.
Dan seperti pada peringatan di atas, terdapat fanart ngga nyambung yg nyempil. Ternyata ide fanart itu yg telah menyumbat jalan keluar dunia imajinasi utaite saya. Makanya saya sempet kering ide...
Kok Kafka jd mikir, jangan" bazar kebakaran ulahnya si doi nih. Hmm...
Ah, sudahlah! See you on the next update dan selamat menikmati malam takbiran!!! 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro